Suatu sore, di sela persiapan mengajar Perilaku Konsumen secara daring di Google Meet; tetiba pesan di messenger Facebook muncul. Ada kawan lama nun jauh di sana, menyapa dan mengajak berbincang seputar seleksi di KPU RI. Kebetulan kawan saya itu salah satu komisioner laki-laki di salah satu kabupaten.Â
Dan kebetulan pula, saya pernah bekerja di KPU Kabupaten Kuningan selama dua periode (2008-2013, dan 2013-2018). Kurang lebih percakapan menanyakan seputar rencana saya ikut seleksi KPU RI. Saya memang menyukai untuk meminta pendapat dan saran dari lawan bicara yang memulai komunikasi.Â
Saran kawan saya itu, sebaiknya ikut seleksi di KPU Provinsi saja. Ketika saya menanyakan alasannya, kawan saya memberikan penjelasan formasi di KPU RI kemungkinan akan diisi oleh komisioner dari provinsi. Meminjam istilah kawan saya, akan diisi oleh para senior. Saya sampaikan, secara pribadi ada rencana mengikuti seleksi calon anggota KPU RI periode 2022-2027.Â
Kawan saya kemudian merespon, peluangnya berat bagi pendaftar dari KPU Kabupaten/Kota. Membaca dialog bersama kawan saya itu, terpancing juga sisi emosi. Seakan sudah pasti bahwa peluangnya teramat tipis bagi pendaftar yang memiliki latar belakang karir sebagai komisioner di KPU Kabupaten/Kota.Â
Opini dan cara pandangnya tentu sah-sah saja. Tapi soal peluang siapa yang akan jadi komsioner di KPU RI; saya merasa terlalu dini untuk menyatakan demikian. Apalagi proses seleksi juga belum dimulai.Â
Belum lama atau tepatnya beberapa hari kebelakang, Tim Seleksi Calon Anggota KPU Â dan Bawaslu RI periode 2022-2027 terbentuk dengan SK Presiden Joko Widodo. Polemik, kontroversi dan pro kontra sangat terbaca jelas pasca pengumuman timsel.Â
Sosial media dan para opinion leader riuh rendah berbicara menyampaikan pendapat tentang formasi dan latar belakang timsel. Tak ketinggalan juga sikap bersama yang dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024. Tulisan ini tidak untuk membincang soal pro dan kontra. Negara demokrasi tentunya harus siap dengan pro dan kontra akibat suatu kebijakan publik.
Kembali ke perbincangan dengan kawan saya itu, dengan tegas saya menyampaikan berencana mendaftar ke KPU RI. Ada beberapa alasan saya sampaikan.Â
Pertama, kesamaan hak setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi. Kedua, berbicara peluang terpilih atau tidak terpilih; saya sampaikan itu soal lain.Â
Terpenting adalah berproses dari satu tahapan ke tahapan berikutnya lagi. Ketiga, alasan mendaftar di KPU RI karena komitmen moril  sebagai peserta She Leads Indonesia 2021. Saya merupakan peserta program pelatihan tersebut, dan akan ada sekitar 158 peserta yang akan mendaftar baik ke KPU RI ataupun ke Bawaslu RI.Â
Saya sendiri termasuk peserta yang mengikuti program tersebut, pertama ketika tahun 2016 dan yang kedua kalinya tahun 2021 ini. Program She Leads Indonesia 2021 dan juga 2016 Â diselenggarakan oleh Puskapol UI dan IFES Indonesia.Â