Mohon tunggu...
Heni Susilawati
Heni Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - life with legacy

senang menulis tentang politik, demokrasi dan pemilu

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pemilu dan Legasi yang Kita Tinggalkan

10 Oktober 2021   05:23 Diperbarui: 10 Oktober 2021   19:56 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi semu bermakna ada demokrasi tapi masih jauh dari diterapkannya secara utuh prinsip pemilu demokratis dalam demokrasi elektoral kita baik pemilu maupun pemilihan. 

Demikian pula partisipasi politik dan budaya politik di negara kita, masih teramat panjang perjalanan yang harus kita tempuh untuk menghadirkan pemilu dan pemilihan yang mendekati ideal. 

Masing-masing kita harus selesai dengan diri sendiri. Mula dari penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) ya tentu termasuk jajaran KPU dan Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota hingga badan adhok. 

Peserta pemilu dan kandidat harus juga selesai dengan dirinya sendiri, media massa, ormas, okp, lsm dan tentu saja pemilih. Selesai dengan diri sendiri dalam arti kita bertemu dalam ruang yang besar bernama demokrasi elektoral dengan komitmen yang sama untuk mewujudkan pemilu yang bersih, luber dan jurdil. 

Tanpa kesamaan spirit, motivasi dan visi rasanya kita hanya terjebak dalam peristiwa rutin lima tahunan bernama Pemilu dan Pemilihan. Kita baru berhasil di tataran output dengan terpilihnya jajaran eksekutif dan legislatif. Dan kita belum maksimal berhasil pada tataran outcome keterpilihan legislatif dan eksekutif. 

Tetap saja keterpilihan para pemimpin belum secara maksimal menyelesaikan sejumlah persoalan mendasar dari kehidupan warga kita. Kebermanfaatan itu belum dirasakan secara utuh. 

Kondisi kesejahteraan warga kita masih jauh dari harapan. Lapangan kerja dan tingkat pendapatan adalah contoh diantara kebutuhan mendasar warga kita.

Kita pun merasa prihatin. Mereka yang terpilih dalam kontestasi demokrasi elektoral justru menjadi bagian dari masalah. Biaya politik yang sangat mahal menjadi pemicu lahirnya para pemimpin yang lupa dengan janji kampanye. 

Ada ketidakkonsistenan antara komitmen yang kuat untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan visi dan misi serta program. Inkonsistensi itu jika kita cermati berbagai pemberitaan dan kajian tidak lepas dari masalah orientasi para pemimpin terpilih. 

Orientasi mengembalikan modal politik mencederai kualitas output para pemimpin terpilih. Akibatnya sulit kita berharap lahirnya para pemimpin yang sungguh-sungguh berkomitmen melaksanakan pembangunan bagi sebesar-besarnya kemajuan masyarakat. 

Lalu legasi apa yang kita tinggalkan bagi generasi masa depan? Praktek pemilu dan pemilihan yang transaksional tentu bukanlah kabar baik, bukan kabar yang menggembirakan bagi generasi masa depan. Apa yang kita lakukan, apa yang kita praktekan dan apa yang kita pertontonkan akan menjadi sumber pembelajaran bagi generasi mendatang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun