Mohon tunggu...
Hengky Fanggian
Hengky Fanggian Mohon Tunggu... Wiraswasta -

There Must be a Balance Between What You Read and You What Write

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mungkinkah Ahok Menang?

10 Desember 2016   08:44 Diperbarui: 10 Desember 2016   09:10 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hai Guys, salam jumpa lagi dalam Obrolan Kita. Obrolan hangat dengan topik menarik. Kali ini dengan topik Mungkinkah Ahok Menang.  Untuk menyingkat waktu, Langsung saja ya

Begini, dari dulu saya suka taruhan. Tapi bukan judi lho, bahkan saya benci judi sebab itu tak lebih dari zero sum game konyol alias selalu ada yg kalah. Taruhan saya tsb sebetulnya untuk mengasah analisa kritis rasional saya semata. Kalau menang berarti analisa saya tsb berdasarkan rasio semata bukan berdasarkan perasaan. Disitu saya selalu menang karena saya selalu kesampingan perasaan sedang lawan justru utamakan perasaan. Bahkan saat terjadi demo 411 langsung saya telpon kawan saya untuk tingkatkan nilai taruhan. Rupanya dia gak sadar bahwa 411 tsb punya kontribusi terhadap kemenangan Donal Trump.

Bagaimana dengan Ahok, mungkinkah dia menang ? Kemungkinan itu akan selalu ada, masalahnya cuma ada di besar kecilnya probabilitas itu saja. Justru karena dia itu masih ada peluang maka lawan politik jadi terusik. Meski survey mengatakan elektabilitasnya anjlok, tapi itu bukan akhir segalanya.  Andai dia itu 100% tak mungkin lagi menang niscaya tak akan ada serangan apapun terhadap dia, itu logika simplenya.

Menang atau kalahnya Ahok sebetulnya tak terlalu penting, asalkan sportif semua tentunya, jangankan level gubernur, level presidenpun akan selalu ada yg menang & kalah. Yg jadi problem mendasar kita itu bukan menang kalah tapi adalah kebesaran hati untuk menerima kekalahan. Harusnya yg kalah legowo menerima kekalahan bukan merekayasa  begitu rupa sehingga sang calon gagal mencalon diri atau bahkan yg lebih parah yakni yg sudah terlanjur menang & terlanjur  menjabat direkayasa begitu rupa agar dapat diturunkan paksa dengan impeachment lewat pengerahan masa menduduki DPR. Negara akan hancur lebur, minimal akan terjadi DisIntegrasi bila itu terjadi.

Nah rekan tanya nikh , mungkinkah bahwa survey2 yg gambarkan anjloknya elektabilitas Ahok sesungguhnya tidak real, itu hanyalah sekedar untuk menurunkan tensi yg membara ? Atau malah justru double target yakni kesengajaan biar Anies & AHY saling hantam karena merasa tinggal merekalah yg tersisa. Hmm kalau ngomong mungkin, semuanya sikh bisa mungkin meski nilai kemungkinannya bisa jadi amat kecil. Namun daripada spekulasi seperti itu mending kita menyadari bahwa elektabilitas itu wajar naik turun, diseluruh dunia juga begitu. Kalau indikator sesaat seperti itu BISA jadi patokan maka  pilkada  atau bahkan pilpres di seluruh dunia akan banyak yg urung karena peserta sudah takut kalah duluan sebelum bertandig dihari Hnya.

Saya pribadi cukup percaya bahwa survey tsb valid, sebab yg lakukan bukanlah lembaga Survey KW yg suka teriak2 di TV Oon saat Pilpres sebelumnya. Justru yg harus dipertanyakan adalah Apakah orang yg disurvey sepenuhnya 100% jujur memberi jawaban, itulah yg kita tak tahu. Sebab dalam kasus Donal Trump terjadi hal serupa, yakni Semua Lembaga Survey unggulkan Hillary. Sebetulnya ini sikh wajar & manusiawi, orang yg dalam hatinya pilih Trump belum tentu mau blak2an karena khawatir dianggap pro Rasis. Bisa jadi hal serupa terjadi disini, hatinya pilih Ahok, namun karena gak enak kalau dianggap tak religius maka mereka berkelit. 2 phenomena ini meski adanya di 2 negara berbeda, memang bisa paralel sebab kedua pemilihan ini melibatkan banyak unsur emosional, tak seperti pada pemilihan lainnya.

Balik lagi ke Ahok, mungkinkah dia menang ? Guys guys guys, kalian lupa ya memangnya di dalam politik itu ada kata TIDAK MUNGKIN. Bukankah politik itu sendiri bermakna The Art of Posibility (Seni untuk Mewujutkan Kemungkinan). Kalau politik tak dapat merubah impossible menjadi possible maka dia bukan lagi bernama politik. Politik itu sesungguhnya berkutat Cuma pada 3 hal saja yakni Who (Siapa) What(Apa)  How (Bagaimana)... Jadi Siapa mendapat Apa dengan cara Bagaimana. Ya itu saja, bahkan tak ada kata Why (Mengapa)  sebab kata Mengapa terlalu tinggi terlalu filosofis terlalu theologis BAGI politisi yg terbiasa hidup secara Oportunis.

Melihat politik tak dapat hanya dari satu sudut pandang semata. Misal, khalayak umum melihat gebrakan PLT Gubernur DKI sebagai tindakan anti pati terhadap Ahok karena dia merubah atau bahkan kasarnya meng obrak abrik policy yg telah dibuat Ahok. Apakah pandangan tsb benar ? ya bisa benar namun jangan lupa pandangan sebaliknya juga bisa benar yakni justru tindakan PLT Gub DKI justru untuk mempromosikan Ahok. Biar masyarakat benar2 merasakan, nih lho kalau gubernurnya ganti baru.

Sudah tradisi di negeri ini, Ganti pejabat ganti policy. Dari dulu kita selalu dipusingkan... kalau ganti menteri pendidikan kok selalu ganti acara ini itu. Nah sekarang rasain ganti gubernur... kalian juga akan merasakan bedanya. Kalimat Waaah kok beda yaa akan ... semakin bergema.

Kalau gitu mana yg benar dari kedua pandangan tsb. Di dalam politik tidak ada istilah mana yg benar mana yg salah, istilah itu adanya di filsafat atau agama. Terminology benar / salah terlalu mewah bagi politik, politik itu maunya yg lebih simple kok yakni menang atau kalah, that’s all itu saja. Terus mau apa lagi, Itulah politik.

Balik lagi ke Ahok. Begini ya,  politik itu super dinamis, dalam hitungan menit perubahan bisa saja terjadi. Pilkada DKI adanya di bulan Febuari 2017, apapun bisa terjadi dalam kurun waktu selama itu. Jadi survey yg akurat adalah survey menjelang hari pemilihan.

Bahkan peristiwa tragis pernah terjadi, saat itu semua lembaga Survey di USA mengatakan Harry S Truman akan kalah telak bahkan dalam putaran pertama.  Bahkan score tragis tsb tidak berubah menjelang hari pemilihan. Yg terjadi ? Harry S Truman justru MENANG TELAK, bahkan cukup dengan SATU PUTARAN. Guys mungkin kalian pikir saya ngibul, kok ada 2 putaran …bukankah di USA Cuma ada demokrat & republik doang partainya. Ya itulah spektakulernya Hary S Truman sebab saat itu partainya Truman, yakni Demokrat terpecah. Itu karena adanya ketidak puasaan di kalangan politisi tingkat atas Demokrat. Sehingga secara kepartaian sesungguhnya kaki Truman saat itu sudah goyah.

Apakah itu karena semua lembaga survey di USA saat itu dibiayai oposisi ?  Bukan, lembaga survey mereka sangat profesional kok... saat itu Harry S Truman melakukan satu gebrakan spektakular yg tak disadari oleh lawan politik bahkan lembaga Survey.  Saat oposisi melakukan kampanye besar2an yg dihadiri ribuan wartawan, Truman justru pergi menyepi dari kerumunan masa. Dia melakukan perjalanan kereta api terpanjang yg masuk dalam REKORD dunia, di setiap kota kecil bahkan desa yg dia lewati, dia singgah dan mendengar keluhan rakyat jelata. Itu yg tak tertangkap oleh kamera para wartawan, juga lembaga survey. Desa2 yg dia singgahi menyumbangkan kemenangan yg sangat telak & mengejutkan sehingga pagi hari usai pemilihan ada koran yg langsung menyebut Truman telah dikalahkan padahal justru sebaliknya. Nah Kita tak tahu apa yg akan terjadi pada Ahok, jalan masih panjang, akankah dia menjadi Truman kedua, presiden ter Angung di era modern USA. Saat ini hanya Tuhan yg tahu, Ahokpun pastilah tak tahu. Jalan Tuhan... hanyalah Tuhan yg tahu.

Sekian dulu guys, nantikan Obrolan selanjutnya, yg pastinya tak kalah seru & menarik dibanding yg ini, silahkan beri komentar, like  dan Subscribe jika suka. Cherio.... By by by

Artikel ini telah saya transformasikan ke dalam bentuk Youtube https://youtu.be/X6rustdg6g4, memang transformasi tsb masih jauh dari sempurna karena sifatnya masih expriment, lagi pula saya khan amat sangat Gaptek. Untuk itu mohon kiranya rekan2 sudi memberi kritik dan saran. Di Expriment kedua ini telah saya terapkan perbaikan berdasar kritik & saran terhadap expriment pertama https://youtu.be/bAmc1Bmna-s . Yakni volume suara saya tingkatkan dan durasi saya pangkas total, dari yg semula hampir 26 menit menjadi hampir 12 menit.

Rekan Kompasianer Senior (Mentor saya) sarankan durasi sekitar 4 menit, namun rasanya itu agak mustahil bagi saya sebab video saya tsb Cuma berdasar semacam narasi yg dibumbui slide photo/gambar bukti pendukung, sedangkan kecepatan mulut mengucap itu amat jauh dibawah kecepatan mata membaca. Lain halnya bila artikel tsb dirombak total (diadapatasi) menjadi kreasi video murni sebagaimana halnya para sutradara adaptasi Novel super tebal menjadi tayangan berdurai cuma 2 jam bahkan ada yg Cuma 1,5 jam.

Saya tak mungkin membuat video murni, pertama & terutama karena memang saya tidak mampu, kedua karena ini tujuan awalnya hanyalah merupakan ALAT BANTU bagi rekan2 yg kebetulan mengendarai mobil namun ingin mengetahui ide / pemikiran Kompasianer lainnya. Tak mungkin khan setir mobil sambil baca, nah disinilah fungsi youtube tsb. Mungkin saja ada rekan lain yg berminat mencoba hal serupa ini agar ide-ide Kompasianer semakin tersebar. Terima kasih rekan2 telah sudi membaca catatan kecil saya ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun