Pendahuluan
Daoisme pada umumnya dianggap sudah ada jauh sebelum konfusius, dengan nama pendiri Lao Tse, dan buku dasarnya ialah "Tao Te Ching," ditulis oleh seorang penulis bernama Li Erh, yang juga disebut Lao Tse pada masa setelah konfusius. Pemahaman Dao ialah bahwa kesempurnaan dapat diwujudkan dengan jalan mengikuti Jalan batiniah (Dao) kodrat alam.
Dalam ilmu pengetahuan, Dao merupakan salah satu ajaran yang berasal dari Laozi. Dao berarti jalan yang benar dari Tian dan menusia serta realitas tertinggi dan tak terbatas. Dao juga disebut sebagai "Sang Tanpa Nama". Manusia tidak dapat menyebut atau membahasakannya ke dalam bahasa manusia, karena itu berarti manusia membatasinya. Laozi menguraikan ajaran Dao dalam sebuah kitab yang terkenal yakni kitab Daodejing.
Tokoh Dan Pokok Ajaran Daoisme
Ajaran Daoisme seluruhnya terangkum dalam buku Daodejing yang ditulis oleh Laozi. Dao berarti jalan yang benar dari Tian dan manusia serta realitas tertinggi dan tak terbatas.[1] Daoisme memiliki suatu pokok ajaran tentang segala sesuatu yang bersifat alamiah. Daoisme memiliki corak khas yang sangat menekankan akan pentingnya transformasi pribadi melalui usaha untuk mewujudkan kebajikan yang berasal dari cara untuk mengikuti jalan yang lebih alamiah tadi.[2]
Daoisme memahami Tuhan sebagai zat yang tidak dapat ditangkap dan tidak dapat didefinisikan. Dalam mukadimah Tao Te Ching disebutkan bahwa Dao merupakan Zat yang diagungkan, sesuatu yang mahahalus dan bila sesuatu itu dapat ditangkap pengertiannya, maka ia adalah bukan Dao yang sebenar-benarnya. Karena sifat Dao adalah transendental, maka Dao merupakan dasar dari segala yang ada.
Pengertian Dao menurut Daoisme sendiri ialah Tuhan. Bagi Daoisme memahami bahwa jika telah masuk dalam konsepsi manusia sesungguhnya itu bukanlah Zat Tuhan yang abadi dan agung secara hakiki. Dengan menggunakan kata "jalan" dan "nama" Daoisme ingin mengungkapkan bahwa hakikat Tuhan itu sangat tidak mungkin untuk didefinisikan.
Segala yang bersifat ilahi dan bersifat adikodrati tidak dapat dengan terus terang dijabarkan atau dijelaskan. Seperti yang pernah diungkapkan oleh orang sufi, "bahwa Tuhanlah yang tidak bersedia memberi pengetahuan kepada makhluk yang diciptakan oleh-Nya dan cara-cara untuk mendapat pengetahuan tentang-Nya, kecuali melalui ketidakmampuan untuk dapat mengenal-Nya.[3]
Lao Tse mengajarkan bahwa pengetahuan itu justru dapat merusak suatu tatanan negara. Bagaimana mungkin orang yang justru berilmu namun diragukan untuk dapat memimpin suatu negara? Dalam hal ini Lao Tse sebagai guru pertama yang mengajarkan konsep Daoisme ini mengatakan bahwa orang yang justru tidak memiliki pengetahuan apa-apa di dalam dirinyalah yang dapat membawa negara menjadi lebih baik.
Banyak orang yang menganggap aneh ajaran dari Lao Tse. Namun dibalik keanehan ajarannya itulah justru terdapat dan tersembunyi suatu kebijaksanaan. Dia melihat bahwa kegagalan itu sebagai perbuatan manusia. Semakin orang berusaha maka semakin buruklah rupa dari keadaan dunia ini. Dirinya menyadari untuk dapat memperbaiki dunia yang telah terlanjur rusak maka seseorang perlu memurnikan dirinya, mengosongkan diri, dan menyatu dengan Dao. Perlu keseimbangan antara alam dan manusia sehingga dapat mengikuti jalannya Dao.[4]
Daoisme merupakan suatu filsafat mistik dan paham ini memang dianggap sebagai suatu mistisisme alam. Jauh sebelum Daoisme memberikan suatu pemahaman tentang, kaum konfusianisme telah lebih mengartikan Dao itu sebagai suatu jalan atau suatu cara bertindak. Konfusius memakainya sebagai pengertian kefilsafatan, yang mencerminkan bagaimana cara bertindak seseorang yang benar. Jika dalam konfusius, Dao bukanlah suatu pengertian metafisik, tidak bagi Daoisme.
Daoisme menjadikan Dao sebagai suatu pengertian metafisik. Para penganut Daoisme menggunakan istilah Dao untuk mengacu pada keseluruhan segala sesuatu yang setara dengan apa yang disebut sebagai "yang mutlak" oleh sebagian besar filsuf barat. Dao sudah ada sebelum adanya langit dan bumi.[5]
Ajaran Lao Tse tertuang di dalam kitab Tao Te Ching (Buku mengenai Jalan dan Kebajikannya). Sesuai dengan namanya maka ajaran Daoisme bertumpu pada pengertian mengenai Dao. Apa itu Dao? Secara harafiah Dao artinya jalan yang memberi arah. Tetapi bukan jalan yang memberi arah lewat perintah-perintah, seperti layaknya Tuhan, bukan sebagai jalan moral yang mengarahkan perbuatan manusia, tetapi jalan yang mengatasi segala jalan.[6] Pu (Sederhana), hal ini menjadi harapan dan cita-cita dari para penganut Daoisme yang dimana tujuan dan akhir dari segala perjalanan mereka ialah mencapai dan kembali kepada Dao.
Di kalangan mereka semua bernasib sama, tidak ada pembedaan antara yang miskin dan yang kaya. Semua diperlakukan secara adil dan merata. Tidak boleh ada perkelahian maupun juga kecemburuan. Arah pemikiran mereka haruslah baik dan sederhana, agar di dalam kesederhanaan itu mereka tetap bias berlaku bijaksana, meskipun mereka telah mengetahui apa itu yang baik, dan apa itu yang buruk.[7] He (Harmoni), di awal dari tulisan ini tadi, penulis sudahsedikit menjelaskan, apa yang dimaksud dengan "harmoni" dalam filsafat Dao. Maksud dari itu semua ialah keseimbangan perlu dimiliki bagi para penganut Daoisme, keseimbangan hidup di antara manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan juga manusia surga (unsur yang bersifat ilahi/ sebagai realitas tertinggi). Hal ini berguna untuk mencapai apa yang dinamakan sebagai bentuk kebahagiaan dan kebebasan.
Tiga yang murni Daoisme
Ada tiga perwujudan Dao yakni Yuanshi Tiangwang, Lingbao Tianzun, dan Daode Tianzun. Perwujudan Dao dalam tiga yang murni ini merupakan Trinitas Daoisme dan merupakan Dewata Tertinggi dalam Daoisme. Trinitas Daoisme ini sering dikenal dengan Tiga Dewata Murni atau Tiga Guru Ilahi, atau Tiga Kejernihan, atau Sang Tiga Dewata Original, atau serangkai elemen awal mula.
Ketiga Dewata ini tidak berwujud, karena itu untuk menggambarkan keberadaan mereka, ketiganya digambarkan sebagai orangtua yang memakai jubah berwarna merah, biru dan hijau, kadang-kadang juga berwarna kuning. Tiga Dewata Murni ini berdiam di surga, masing-masing mempunyai langit sendiri dalam istana surga. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dibawah ini masing-masing dari ketiga wujud Dao tersebut antara lain sebagai berikut:
Yuanshi Tiangwang. Yuanshi Tiangwang merupakan Dewa Tertinggi dalam tiga dewata murni. Dewata ini sering dikenal dengan nama YuQing Yuanshi, Tai Shang Wu Ji Hun Yuan Jiao Zhu, Yuan Shi Tian Zun, Yuan Shi Tiangwang, Shang Di, Tian Fu, dan Yuhuang. Yuanshi Tiangwang berdiam di langit pertama dan ia bersifat abadi dan tidak musnah. Dewata murni ini ialah chi universal dan surgawi. Dia adalah energi semua planet, bintang-bintang, dan daya pencitaan serta kasih universal. Ia menciptakan alam semesta dan menertibkan yang kacau.
Lingbao Tianzun. Lingbao mendiami atau menghuni langit kedua. Lingbao bertugas menjaga keseimbangan Yin dan Yang. Ia adalah dewa yang menjaga agar alam semesta berada dalam keteraturan. Dia juga bertugas menghitung waktu dan membaginya dalam periode-periode. Ia juga dikenal sebagai penjaga Kitab Suci.[8]
Daode Tianzun. Daode Tianzun mendiami langit ketiga. Dia sudah mencapai kebijaksanaan tertinggi. Ia bertugas menyebarkan ajaran Dao keseluruh umat manusia.
Penutup
Daoisme merupakan salah satu pengajaran yang dimana titik penekanannya berada di Dao itu sendiri. Maka ajaran Dao sebenarnya ingin mengarahkan manusia pada suatu unsure transendens, yang tidak terbatas nilainya, sesuatu yang sulit untuk dipahami dan diungkapkan oleh cara berpikir manusia normal. Maka memang dalam hal ini perlu penyatuan diri manusia itu sendiri dengan apa yang disebut Dao itu tadi. Manusia perlu melewati suatu permenungan yang mendalam sehingga boleh mengalami Dao itu sendiri.
Itulah mengapa filsafat Dao disebut sebagai filsafat yang bersifat mistik. Karena memang filsafat ini sangat bersinggungan dan berhubungan dengan sesuatu yang tidak kelihatan, sesuatu yang sulit dipahami oleh manusia. Dan karena sifat Dao itu sendiri yang transendental yang menjadikannya menjadi suatu aliran filsafat yang mistik. Dao yang dimaksud dalam Daoisme itu sendiri sebenarnya konsep tentang Tuhan yang ada di dalam suatu agama atau keyakinan (sesuatu yang bersifat ilahi dan luhur, yang bersifat adikodrati, jauh melampaui unsur kemanusiaan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H