Dan momen yang saya caripun tiba. Milky Way itu nyata adanya. Jika saya lihat dengan mata telanjang, maka saya akan mendapati semacam awan tipis yang bercahaya. Awalnya saya ragu tu mungkin memang awan.Â
Tetapi menginjak pukul 10 malam. Awan itu tetap ada dengan bentuk yang sama dan yang paling menakjubkan awalan tersebut tepat diatas saya membujur dari horizon barat ke horizon timur.Â
Awalnya sempat ada penyesalan karena saya tidak membawa kamera khusus untuk menangkap Milk. Maklum tidak semua kamera mampu menangkapnya. Setidaknya diperlukan syarat kecepatan rana kurang lebih 16 detik untuk bisa menangkap momennya.Â
Tetapi ngobrol dengan pendaki lain ternyata dia membawa kamera khusus. Sayapun langsung menyarankan untuk mengabadikan Milky Ways tersebut. Maklum saja, momen langit cerah sulit dipastikan akan di dapat dari setiap pendakian. Bisa dibilang ada unsur keberuntungan disitu.
Dan hasilnya sangat memukau sekali. Milky ways yang nampak putih dengan mata telanjang, jika diambil dengan kamera khusus bisa nampak bercaha terdapat warna kemerahan. Entahlah ini efek kamera atau kebetulan saja, tetapi diambil foto berulangkalipun hasilnya sama.Â
Ya itulah kecanggihan dari kamera modern sekarang bisa melihat apa yang tak bisa di lihat oleh mata.. Saya bersyukur apa yang saya cari bisa ditemukan di gunung prau ini. Momen indah menatap Milky Ways atau menggunakan istilah Indonesia sabuk Bima Sakti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H