Milky ways untuk sebagian orang merupakan suatu yang menarik untuk diabadikan. Keindahan alam sungguh sangat menakjubkan membuat mata terpukau. Betapa tidak gugusan yang berisi bintang-bintang yang tak terhitung memberikan pesan bahwa alam ini indah.
Namun, di era ini untuk melihat milky ways tidaklah mudah. Kita perlu menuju kawasan pelosok ataupun pegunungan untuk dapat menikmatinya dan mengabadikannya. Itu karena tingginya tingkat polusi cahaya di perkotaan.
Atas keinginan yang tak terbendung jejak kaki mendorong saya untuk berburu milky ways. Informasipun mulai saya kumpulkan dimana titik untuk melihat milky ways yang cukup baik. Atas informasi yang terkumpul mengarahkan saya untuk mengunjungi gunung prau yang terletak di dieang. Kemudahan akses serta tingkat polusi cahaya yang rendah menjadi pertimbangannya.
Saya berangkat dari Bandung menggunakan jasa kereta api. Jadwal kereta yang saya pilih adalah keberangkatan terakhir pukul 19.30. Sengaja saya pilih keberangkatan terakhir supaya saya tidak terlalu lama menunggu di Purwokerto mengingat alat transportasi dari Purwokerto (kota transit) hanya tersedia mulai jam 6 pagi sampai jam 7 malam saja.
Kereta tiba di Purwokerto tepatnya di stasiun kroya pukul 1 dini hari. Sayapun menunggu hingga pagi menjelang selanjutnya memakai jasa ojek yang tersedia di area stasiun. Untuk jarak tempuh dari Stasiun Kroya ke Terminal Purwokerto kurang lebih 45 menit.Â
Tibanya di terminal saya langsung mencari agen Bus ke Wonosobo. Eh ternyata agennya belum buka. Sayapun mendapat info bahwa bus selanjutnya tersedia setengah 8. Bus yang dinanti nantipun tiba, saya lalu bergegas naik dan tiba di Wonosobo pukul 10.30 itu artinya perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam.
Selanjutnya, saya langsung mencari mini Bus rute Wonosobo -- Dieng. Selanjutnya saya turun di Patak Banteng yaitu salah satu base camp gunung prau yang paling rame. Saya lihat di youtube saking padatnya pendaki sampai-sampai terjadi kemacetan manusia.
Di dalam perjalanan ini saya tidak membawa perlengkapan outdoor karena saya yakin di kawasan prau ada yang menyewakan. Benar saja, saya melihat tempat sewa tenda serta matras di area Basecamp Patak Banteng. Item yang saya sewa hanya tenda dan matras karena perlengkapan lain seperti carier, sepatu, jaket dan kantung tidur sudah saya siapkan dari rumah.
Pendakianpun saya mulai. Perjalanan pos antar pos bisa dibilang cukup menantang karena track yang menanjak terus tidak ada landainya. Walau keringat berkucuran langkah kaki tetap maju perlahan tak terasa total 4 (empat) pos bisa dilalui dan sampailah pada Sunrise camp dengan waktu tempuh 2 jam untuk 1,9 km jalan terjal.
Tiba di Sunrise Camp ternyata tepat pada momen Sunset. Meskipun saya berada disisi Sunrise tetapi pantulan cahaya Sunset ke gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu serta Ungaran memberikan saya pengalaman yang menarik yang mengesankan. Di dalam hati terbesit, alam memang begitu indahya.
Dan momen yang saya caripun tiba. Milky Way itu nyata adanya. Jika saya lihat dengan mata telanjang, maka saya akan mendapati semacam awan tipis yang bercahaya. Awalnya saya ragu tu mungkin memang awan.Â
Tetapi menginjak pukul 10 malam. Awan itu tetap ada dengan bentuk yang sama dan yang paling menakjubkan awalan tersebut tepat diatas saya membujur dari horizon barat ke horizon timur.Â
Awalnya sempat ada penyesalan karena saya tidak membawa kamera khusus untuk menangkap Milk. Maklum tidak semua kamera mampu menangkapnya. Setidaknya diperlukan syarat kecepatan rana kurang lebih 16 detik untuk bisa menangkap momennya.Â
Tetapi ngobrol dengan pendaki lain ternyata dia membawa kamera khusus. Sayapun langsung menyarankan untuk mengabadikan Milky Ways tersebut. Maklum saja, momen langit cerah sulit dipastikan akan di dapat dari setiap pendakian. Bisa dibilang ada unsur keberuntungan disitu.
Dan hasilnya sangat memukau sekali. Milky ways yang nampak putih dengan mata telanjang, jika diambil dengan kamera khusus bisa nampak bercaha terdapat warna kemerahan. Entahlah ini efek kamera atau kebetulan saja, tetapi diambil foto berulangkalipun hasilnya sama.Â
Ya itulah kecanggihan dari kamera modern sekarang bisa melihat apa yang tak bisa di lihat oleh mata.. Saya bersyukur apa yang saya cari bisa ditemukan di gunung prau ini. Momen indah menatap Milky Ways atau menggunakan istilah Indonesia sabuk Bima Sakti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H