Virus seringkali dikonotasikan sebagai hal yang negatif. Padahal, ada begitu banyak virus baik yang dimanfaatkan untuk memproduksi vaksin atau membentuk antibodi. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral juga menciptakan salah satu virus baik, sebuah virus yang dapat mempersatukan Indonesia. Virus itu dikenal dengan nama Cinta Bangga Paham Rupiah.
***
Lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 2002 silam menjadi catatan kelam sejarah yang tak akan pernah terlupakan. Dominasi peredaran mata uang asing dibandingkan dengan Rupiah disinyalir menjadi salah satu faktor utama lepasnya kedua pulau tersebut. Letak geografis Indonesia yang sangat luas juga menjadi salah satu tantangan besar.
Provinsi Kalimantan Barat, yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia menjadikan Rupiah bukanlah satu-satunya mata uang yang beredar di area perbatasan, sebuah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Menukil hasil survei sistem pembayaran Kalimantan Barat di perbatasan NKRI pada Maret silam, 38,71 persen responden mengaku pernah bertransaksi menggunakan Ringgit untuk berbelanja.
Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa 67,74 persen responden menemukan toko yang menggunakan permen sebagai alat transaksi. Dengan kata lain, tantangan lain hadir dari penggunaan permen sebagai alat transaksi pengganti uang logam. Padahal, tindakan ini bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, "Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di NKRI dan setiap transaksi di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah."
Tak hanya itu, ancaman lain juga muncul dari kebiasaan membulatkan harga produk ke atas oleh para pelaku usaha (pedagang) terutama pada remote area yang jauh dari pusat perekonomian. Padahal, perilaku ini dapat memantik terjadinya inflasi.
Masih rendahnya kecintaan terhadap Rupiah, kebanggaan menggunakan Rupiah, dan pemahaman terhadap fungsi Rupiah ditengarai melatarbelakangi beberapa problematika ini. Senada dengan hal tersebut, hasil survei tingkat pemahaman Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah di wilayah Kalimantan Barat pada tahun 2022 menunjukkan bahwa masih diperlukan peningkatan efektivitas edukasi CBP Rupiah pada segmentasi anak sekolah dan pemuda sebagai target audiens utama.
Kita dapat mencontoh inovasi yang telah dilakukan Norwegia sebagai salah satu negara dengan tingkat literasi keuangan tertinggi di dunia. Di negara tersebut, konsep-konsep keuangan seperti pengelolaan uang, perencanaan keuangan, dan investasi diajarkan sejak dini di bangku sekolah.
Mengadopsi hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat (KPwBI Kalbar) melakukan edukasi secara masif ke sekolah dan kampus di Kalimantan Barat melalui event CBP Goes to School dan CBP Goes to Campus. Namun, program tersebut dirasa belum cukup mengingat luasnya wilayah Kalimantan Barat. Sehingga, masih ada beberapa wilayah yang belum terjangkau edukasi.
Untuk itu, diperlukan perluasan edukasi Rupiah kepada masyarakat luas dengan mencetak tenaga -- tenaga edukator di luar internal Bank Indonesia sebagai perpanjangan tangan edukasi kepada lingkungan sekitarnya. Seperti kita tahu, Tenaga Pendidik (Guru) merupakan salah satu stakeholder strategis sebagai target utama agen edukasi Rupiah. Tenaga Pendidik juga dinilai dekat dengan anak sekolah (pelajar) yang merupakan target audiens utama edukasi CBP Rupiah.
Praktiknya, KPwBI Kalbar bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalbar menyelenggarakan Training of Trainers (TOT) CBP Rupiah kepada Guru Ekonomi SMA di Kalimantan Barat. Pada kesempatan tersebut, para guru pun mendapatkan 'suntikan' tiga poin utama virus CBP.