Mohon tunggu...
Hendy Pebrian Azano RP
Hendy Pebrian Azano RP Mohon Tunggu... Bankir - Pelaksana Pengelolaan Uang Rupiah, Bank Indonesia Kalimantan Barat

𝘈𝘱𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘱𝘶𝘣𝘭𝘪𝘴𝘩. 𝘈𝘱𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘭𝘮𝘶, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶. 𝘈𝘱𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘴𝘪𝘢, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘪𝘢-𝘴𝘪𝘢. || IG : pekahade

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Siasat Jitu Jaga Stabilitas Ekonomi

10 September 2023   11:00 Diperbarui: 12 September 2023   05:20 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Sumber: SHUTTERSTOCK/DAVID CARILLET via kompas.com)

"Langit tak selamanya tenang, ada kalanya petir datang menyambar pesawat yang sedang kita tumpangi. Untuk itu, kita harus selalu siap sedia bilamana pesawat dalam kondisi bahaya." 

***

Pesawat itu bernama kondisi sistem keuangan. Kondisi sistem keuangan haruslah selalu dijaga agar tetap stabil. Masih terekam jelas dalam ingatan dimana pandemi covid-19 datang secara tiba-tiba memberikan dampak yang begitu terasa. 

Tidak hanya meluluhlantakkan perekonomian negara, melainkan meluas hingga ke bidang sosial dan politik. Tingkat pengganguran dan kemiskinan melonjak tajam.

Tak ayal, stabilitas sistem keuangan yang selama ini dijaga oleh Bank Indonesia dengan kebijakan makroprudensial pun sedikit terganggu. 

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merosot, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, ekspor terhambat, dan berkurangnya kepercayaan investor menjadi dampak nyata bagi perekonomian Indonesia. 

Puncaknya, pada Maret 2020 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok sebesar 64% year-on-year ke titik 4.194, yang merupakan all-time low dalam 5 tahun terakhir.

Seperti kita tahu, berbagai kebijakan akomodatif lantas dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai upaya mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, mulai dari rasio countercyclical capital buffer sebesar 0%, rasio intermediasi makroprudensial pada kisaran 84 -- 94%, hingga ketentuan relaksasi loan to value atau uang muka 0% untuk kredit properti dan kendaraan bermotor.

Sejatinya, Bank Indonesia memang memiliki tugas menjaga stabilitas sistem keuangan dengan fungsinya sebagai Lender of Last Resort

Sebagaimana Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014, Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial untuk mencegah risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.

Kebijakan makroprudensial dilakukan countercyclical agar tidak ada optimisme atau pesimisme yang berlebih pada masyarakat. 

Countercyclical berarti mengambil pendekatan yang sebaliknya, seperti menaikkan suku bunga saat ekonomi bergairah dan menurunkan suku bunga ketika sedang dalam masa krisis.

Siasat Jitu

Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Seyogyanya, menjaga kestabilan ekonomi nasional tidak hanya merupakan tugas Bank Indonesia dan anggota Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) saja, melainkan juga setiap warga negara harus ikut berperan.  

Tanggung jawab ini harus dipikul bersama, tidak hanya oleh beberapa institusi saja. Apabila semua individu mampu menjaga stabilitas ekonominya masing-masing, tentulah kestabilan ekonomi nasional akan ikut terjaga.

Untuk itu, sebagai langkah awal kontribusi membantu negara dalam meringakan tugas tersebut adalah dengan mempersiapkan 'parasut' agar tidak terjun bebas ke tanah jika pesawat yang ditumpangi mendadak rusak di tengah jalan tersambar petir. Salah satu parasut yang dapat dipersiapkan adalah dana darurat (emergency fund).

Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi masa depan. Krisis moneter 1998, krisis ekonomi 2008, dan pandemi covid-19 bukan tak mungkin akan terulang kembali. Untuk itu diperlukan dana yang disisihkan dan dipersiapkan khusus untuk kondisi mendesak, yang dikenal dengan dana darurat. 

Tempat terbaik untuk menyimpannya adalah instrumen keuangan yang aman dan mudah dicairkan bilamana dibutuhkan secara mendadak, contohnya reksadana pasar uang dan tabungan deposito.

Untuk menentukan jumlah dana darurat yang ideal, dapat dimulai dari menghitung berapa pengeluaran bulanan, lalu dikalikan dengan angka dua belas. 

Mengapa dua belas? Tujuannya bilamana kondisi seperti covid-19 terjadi kembali, hingga mengakibatkan pemotongan gaji atau terjadi pemutusan hak kerja, individu masih sanggup bertahan setidaknya dalam jangka waktu setahun. 

Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau lockdown pun tak jadi masalah, karena telah siap bertahan satu tahun 'di rumah saja'.

Kata "menabung" mungkin sudah tak asing, namun lain halnya dengan dana darurat. Lantas, berapa banyak warga Indonesia yang sudah memiliki simpanan dana darurat? Menurut data dari Lifepal, hanya 9% warga negara Indonesia yang memiliki dana darurat. 

Hal ini tak mengherankan mengingat kurangnya literasi keuangan masyarakat dan tingkat hedonisme  yang sedang tinggi-tingginya pada Gen Z (masyarakat yang saat ini berusia 10 - 25 tahun). 

Perilaku Gen Z cenderung lebih memilih 'berfoya-foya' demi memuaskan keinginan dan gaya hidup, dibandingkan menabung atau berhemat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan tingkat inklusi keuangan Indonesia naik 90% pada tahun 2024. Sejalan dengan yang hal tersebut, pesatnya kemajuan digital harus dimaksimalkan. 

Edukasi kepada masyarakat dapat dilakukan melalui media sosial dan menggunakan bantuan influencer, agar semakin banyak masyarakat yang mengenal dan sadar akan pentingnya memiliki dana darurat.

Bilamana terjadi peningkatan masyarakat yang memiliki dana darurat dan memanfaatkan berbagai produk pasar keuangan, maka perputaran uang di Indonesia akan semakin lancar.

Selanjutnya, dana darurat yang terkumpul dialokasikan oleh penyedia jasa keuangan untuk sumber pendanaan korporasi dan rumah tangga. 

Dampaknya, makroprudensial aman terjaga dan menciptakan stabilitas sistem keuangan. Langkah kecil yang berkontribusi masif, bukan?

***

Ibarat pepatah, selalu ada hikmah dibalik musibah. Ada pelajaran yang dapat kita petik dari pandemi covid-19. Kita tentu berharap kejadian ini tidak akan terulang kembali. 

Selanjutnya, diperlukan sinergi antara masyarakat, Bank Indonesia, dan anggota FKSSK untuk memperkuat 'pesawat', sekaligus mempersiapkan 'parasut' sebagai bagian dari antisipasi. 

Jikalau pesawat kembali rusak secara tiba-tiba, para penumpang tak akan ikut hancur berkeping-keping karena telah memiliki parasut bernama dana darurat. Hope for the best, prepare for the worst!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun