''Sebuah device tak akan selamanya aman, ada kalanya virus datang menyerang device yang kita miliki. Untuk itu, kita harus selalu mengeskalasi anti-virus pada device tersebut"
***
Device yang dimaksud adalah perumpamaan untuk Bank Indonesia. Kualitas layanan kebanksentralan Bank Indonesia haruslah selalu dieskalasi agar kebal dari 'virus' yang mengancam.
Masih terekam jelas dalam ingatan 'dicurinya' Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dari pangkuan NKRI. Mendominasinya peredaran mata uang asing dibandingkan Rupiah disinyalir menjadi salah satu faktor utama lepasnya kedua pulau tersebut.
Tak hanya itu, ancaman lain datang dari penggunaan permen sebagai alat transaksi pembayaran pengganti uang logam. Sebuah tindakan yang melanggar Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di NKRI dan setiap transaksi di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Menanggapi hal tersebut, berbagai program represif lantas dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam bidang Pengelolaan Uang Rupiah, Bank Indonesia membentuk Kas Titipan dan menyelenggarakan Ekspedisi Rupiah Berdaulat di daerah terdepan, terluar, dan terpencil (3T).
Sejalan dengan end state Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran Indonesia 2025, mendukung integrasi ekonomi keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.
Teranyar, Bank Indonesia berinovasi dengan mengembangkan Quick Respond Indonesian Standard (QRIS). Sayangnya, produk ini tak serta merta menggantikan penggunaan uang tunai, terutama uang logam pada transaksi sehari-hari.
Mengambil data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat, ditemukan fakta yang cukup mencengangkan terkait peredaran uang logam setelah implementasi QRIS. Uang logam yang masuk kembali ke Bank Indonesia (inflow) tidak mencapai 1 persen dari uang logam yang dikeluarkan (outflow).
Outflow uang logam mencapai 44,2 miliyar, sementara inflow-nya hanya 150 juta rupiah. Hal yang kontradiktif mengingat salah satu tujuan QRIS dilahirkan untuk mengurangi biaya pencetakan uang (printing) dan pengedaran (handling).