Istilah Retro-Marketing dipopulerkan oleh Professor Stephen Brown melalui buku dan tulisan lainnya dalam bentuk artikel terpublikasi diberbagai Jurnal Internasional. Yang paling terkenal adalah tulisannya yang dipublikasikan di Harvard Business Review berjudul "Torment Your Customers (They'll Love it)".
Berdasarkan pengalamannya selama bertahun-tahun melakukan riset pasar, Prof. Stephen Brown mendapati bahwa konsumen sebetulnya tidak selalu ingin dimanja, tetapi terkadang mereka meminta untuk 'disiksa' dengan siksaan pemasaran.
Pemasar tidak seharusnya 'diperbudak' oleh konsumen dengan mencari-cari apa saja yang mereka inginkan atau butuhkan. Konsumen itu sendiri sebetulnya tidak benar-benar mengetahui apa yang mereka ingin dan butuhkan, mereka ingin segalanya.Â
Pemasar harus jual mahal, jangan lagi mau diperbudak konsumen. Bertindaklah layaknya gadis perawan, semakin cantik akan semakin sulit didapatkan.Â
Bukan lagi zamannya pemasar selalu menyediakan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen, pemasar harusnya menciptakan itu semua. Tidak usah repot-repot mencari tahu apa yang konsumen ingin dan butuhkan, tawarkan saja kepada mereka pengalaman masa lalu. Siksa mereka dengan nostalgia, mereka tidak akan protes bahkan mereka akan terus meminta untuk disiksa seperti itu. Itulah apa yang disebut dengan strategi Retro-Marketing.
- Mengurangi ketersediaan produk,Â
- Menunda pemuasan konsumen,Â
- Meninggikan harapan konsumen, danÂ
- Menciptakan rasa penasaran konsumen.
Masih segar di ingatan kita dimana LINE Corp, sebuah perusahaan chatting asal Jepang membuat sebuah iklan yang bertema nostalgia tentang kisah asmara Rangga dan Cinta. Iklan yang berbalut story telling tersebut sukses menjadi viral di sosial media.
Para penggemar film "Ada Apa Dengan Cinta" (AADC) benar-benar dibuat tersiksa dengan rasa penasaran tak tertahankan. Siksaan nostalgia itu menjadi sebab dibuatnya film AADC yang sukses menyedot jutaan penonton. Popularitas film sequel AADC itu pun merambah sampai ke Negeri Jiran. Pemasar tidak menyediakan permintaan, tapi menciptakan permintaan itu sendiri.
Contoh lainnya adalah bagaimana film "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos". Alur cerita dan lawakannya padahal bukan sesuatu yang baru, tapi penonton menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Walhasil, film ini menjadi film Indonesia terlaris sepanjang sejarah di negara kita (lihat: filmindonesia.or.id).
Lihatlah, betapa dahsyat kekuatan nostalgia, bukan?!
Hal yang sama juga merambah pada industri musik tanah air. Di tengah jenuhnya para penikmat musik dengan genre yang membosankan, munculah beberapa Band yang dipelopori anak-anak muda yang menawarkan genre nostalgia masa lalu ala-ala The Beatles, Koes Ploes, Led Zeppelin, Rolling Stones dan lain sebagainya.
Anak-anak muda saat ini tentu tahu Band The S.I.G.I.T yang terkenal lewat pentas seni anak SMA. The S.I.G.I.T bisa terkenal karena mereka 'menyiksa' kuping penikmat musik dengan distorsi gitar ala Led Zeppelin. Masih banyak lagi contoh band yang sukses dengan ide nostalgia.
Begitupun dengan industri otomotif. Pada tahun 2012-an Volkswagen (VW) Belanda meluncurkan kampanye viral mereka untuk sebuah kontes yang bertajuk Fanwagen, yakni mobil Volkswagen yang dikawinkan dengan fitur sosial media ala Facebook yang diciptakan oleh para penggemar mobil VW. Dengan membawa tipe ikonik VW terdahulu, kontestan disuruh memilih antara model Beetle dan T1 Van. Ternyata model T1 Van lah yang paling digemari. Nostalgia yang segar dan mengasyikan bukan?
Strategi Retro-Marketing sendiri diakui oleh Professor Stephen Brown tidak akan bisa sukses pada setiap kasus, namun strategi pemasaran modern yang mengedepankan 'customer-centricity' saat ini pun juga tidak bisa sukses selamanya. Ada situasi dan kondisi di mana nostalgia dapat menjadi strategi yang efektif untuk menarik perhatian konsumen masa lalu dan masa sekarang.
Dalam perspektif pemasaran, menyiksa konsumen dengan nostalgia memang amat menyenangkan tapi hal tersebut tidaklah cukup tanpa diiriingi dengan inovasi dan ide-ide segar dibalik nuansa nostalgia. Siksalah konsumen dengan nostalgia, selipkan inovasi didalamnya dan buat mereka menerka-neka apa yang akan datang selanjutnya. Yang klasik memang lebih asik!
_______________
Referensi:
Brown, S. (2001). Torment Your Customers (They'll Love It), Harvard Business Review, October, 2001.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H