Mohon tunggu...
Hendy Kusmarian
Hendy Kusmarian Mohon Tunggu... Administrasi - pemandu medan perang bisnis

http://terobosan.biz.id/pemandu-perang-bisnis/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menciptakan Revolusi Rohani Indonesia dari Pernikahan

2 September 2015   15:54 Diperbarui: 2 September 2015   16:04 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita sudah menerima prinsip bahwa kesejahteraan suatu bangsa tercipta dari kesejahteraan keluarga-keluarga yang membentuk bangsa itu. Dan kesejahteraan suatu keluarga tercipta ketika hubungan-hubungan antar anggota keluarga itu berjalan sesuai hukum-hukum yang ditetapkan Tuhan maupun hukum-hukum sosial yang berkembang menurut keadaan zaman.

Nah, menyangkut hubungan antar anggota keluarga, hubungan terpenting adalah hubungan antara suami dan istri, karena pada inilah bergantung kesejahteraan seluruh keluarga dan dalam jangka panjang kesejahteraan seluruh bangsa. Kaidah pertama yang ditetapkan Allah dalam kaitan ini adalah: dasarkan hubungan ini terutama pada pertimbangan-pertimbangan akhlak, bukan pada pertimbangan-pertimbangan kecantikan, kekayaan, atau keturunan.

Allah memperingatkan anda yang hendak menikah untuk mempertimbangkan pengaruh apa akan dimiliki perkawinan tersebut atas kesucian hidup anda, dan warisan macam apa dalam bentuk anak yang mungkin ditinggalkannya. Rasulullah saw. bersabda, ‘Sebagian orang menikah karena kecantikan, lainnya karena keturunan, dan lainnya karena kekayaan, tetapi kamu harus menikahi wanita saleh dan bertakwa.’ (Bukhari, Kitab-al-Nikah)

Ini saja seharusnya menjadi dasar sejati dari perkawinan, dan jika ini tidak diingat dalam pemilihan jodoh, hubungan suami-istri tidak mungkin berjalan mulus dan anak-anak dari perkawinan itu bisa menderita. Kualitas-kualitas akhlak dan intelektual dari kedua orangtua membekas pada anak-anaknya. Ini telah banyak dilukiskan oleh kajian eugenics. Meskipun kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh para peneliti eugenics tidak selalu bebas dari pembesar-besaran, tidak mungkin ada keraguan bahwa mutu-mutu akhlak dan intelektual orangtua sedikit banyak tecermin pada anak-anak mereka.

Karena itu, pemilihan suami atau istri menjadi suatu perkara amat penting. Karena itu, kaidah pertama yang ditetapkan Allah adalah: dalam pemilihan jodoh beri bobot yang lebih besar pada kualitas kepala (otak) dan hati daripada pada keadaan-keadaan luar yaitu penampilan, kekayaan atau keturunan. Allah tidak mencela tiga faktor terakhir ini, tetapi mereka tidak boleh menjadi dasar utama perkawinan. Bila anda tertarik kepada lawan jenis karena ketakwaan, akhlak-akhlak, dan kecerdasannya dan, pada saat yang sama, dia tidak kekurangan dalam penampilan, kekayaan, dan pangkat, perkawinan anda berdua akan teberkati berlipat ganda; namun kecantikan, kekayaan, dan keturunan, dalam sendirinya, bukanlah jaminan kebahagiaan yang langgeng.

Seandainya semua perkawinan didasarkan pada prinsip ini, akan segera ada suatu revolusi akhlak di dunia, dan keturunan dari perkawinan-perkawinan macam ini akan jauh lebih terbuka pada disiplin dan pengembangan akhlak dan rohani.

Suatu tindak pencegahan lebih lanjut yang diperintahkan Allah adalah bahwa, bukan hanya pihak-pihak pada suatu rencana perkawinan perlu saling memuaskan dalam hal kebaikan-kebaikan mereka masing-masing, tapi kerabat dari pengantin wanita harus juga memuaskan diri bahwa calon pengantin pria akan merupakan suami yang tepat bagi si pengantin wanita dan ayah yang baik dari anak-anaknya.

Salah satu syarat perkawinan Islami adalah: dapatkan persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat dan juga persetujuan dari wali pengantin wanita. Jika dia tak mempunyai bapak atau saudara lelaki atau kerabat lelaki dekat lain yang masih hidup, yang bisa bertindak sebagai walinya untuk perkawinan itu, persetujuan dari wali hakim harus diperoleh, dan hakim ini harus meyakinkan diri bahwa tiada kecurangan atau penipuan sedang dilakukan atas pengantin wanita.

Wanita diberi perlindungan istimewa ini, sebab dia oleh fitrat dan tabiatnya lebih lembut dan emosional daripada pria dan tidak bisa sendiri melakukan penyelidikan tentang calon suaminya dengan kemudahan yang sama seperti si calon suami bisa mencari tahu segalanya tentang si wanita. Selain itu, karena wanita lebih bisa dibuat terkesan daripada pria, dia lebih rawan menjadi korban penipuan. Karena itu, hukum mengharuskan persetujuan walinya, atau wali hakim, terhadap perkawinannya. Seandainya persetujuan macam ini didesakkan dalam setiap kasus, kita tidak akan banyak mendengar para wanita yang terhormat dan tidak menaruh curiga dijadikan korban penipuan oleh para petualang jahat.

Walaupun Allah tidak mengizinkan pergaulan bebas antar-lawan jenis, Dia membolehkan sepasang tunangan untuk melihat satu sama lain, sehingga mereka bisa memuaskan diri tentang penampilan masing-masing. Jika mereka saling setuju, pernikahan bisa berlangsung.

Allah mensyaratkan suatu pembayaran perkawinan atas istri pada waktu pernikahan. Ini salah satu rukun/pilar perkawinan Islami. Pembayaran itu disebut Mahar atau maskawin. Tujuan Mahar adalah agar si istri memiliki posisi pemilikan mandiri, dan agar bebas untuk membelanjakan dalam derma atau memberi kado kepada para kenalannya, dll., dari harta miliknya sendiri. Lembaga Mahar adalah suatu pengakuan praktis oleh si suami atas posisi pemilikan mandiri dari si istri dan haknya untuk memelihara dan memperoleh harta milik terpisah yang atasnya si suami tidak berkuasa.

Dalam hal perselisihan antara suami dan istri, suami tidak berhak menghukum istri kecuali karena kebejatan yang nyata. Dalam hal itu empat warga terhormat di lingkungannya harus memberi kesaksian bahwa sang istri telah benar-benar bersalah karena perbuatan asusila. Namun, suami harus mulai dengan menegurnya. Jika istri tetap dalam perbuatannya, suami harus berpisah darinya selama jangka waktu yang tidak boleh melebihi empat bulan. Ini berarti penghentian hubungan suami-istri tetapi suami masih akan terikat untuk menghidupi istri.

Jika masa pisah-ranjang melebihi empat bulan, suami akan dipaksa oleh hukum untuk melanjutkan hubungan suami-istri dengan istri. Jika penghentian hubungan itu juga tidak mempunyai efek perbaikan atas perilaku istri dan kesaksian empat orang bertakwa di lingkungannya tersedia, istri boleh dihukum oleh suami tetapi tulang-tulangnya tidak boleh dilukai dan tidak boleh tertinggal memar atau bekas pada tubuhnya. Namun, semua ini ditentukan hanya dalam kasus-kasus perbuatan yang nyata-nyata asusila. Suami tidak berhak menghukum istri untuk kesalahan-kesalahan lain atau pelalaian tugas/tanggung jawab.

Suami wajib menafkahi istrinya, sekalipun si istri kaya dan si suami miskin. Suami diperintahkan untuk berlaku baik dan sayang dengan istri. Allah berfirman bahwa bahkan dalam hal-hal perselisihan perlakuan suami terhadap istri harus baik dan penuh kasih sayang. Rasulullah saw. bersabda, ‘Ingatlah bahwa aku memerintahkanmu untuk berlaku baik dengan wanita.’ Beliau juga bersabda, ‘Suami tidak boleh membenci istrinya. Bila ia tidak menyukai satu hal padanya, tentulah ada banyak hal baik padanya yang dia sukai.’

Lagi beliau bersabda, ‘Suami harus memberi pakaian istrinya seperti dia memberi pakaian dirinya dan memberinya makan seperti dia memberi makan dirinya, dan tidak boleh mengasarinya atau menjauhinya.’ Beliau juga bersabda, ‘Tidak bisa diizinkan seorang laki-laki menghabiskan seluruh waktunya dalam ibadah atau kegiatan-kegiatan lain sehingga menelantarkan istrinya.’ Dia harus menyisihkan sebagian waktunya bagi istrinya. Kemudian beliau bersabda, ‘Yang terbaik dari antara kalian adalah yang terbaik memperlakukan istrinya.’ Di sisi lain, istri disuruh untuk menaati suaminya, menjaga harta bendanya dan kehormatannya, serta merawat dan mengasuh anak-anaknya.

Dalam hal perselisihan antara suami dan istri, keduanya disuruh untuk mencoba menyingkirkan sebab-sebab percekcokan dan kembali ke hubungan yang harmonis. Jika percekcokannya serius, perkaranya harus diserahkan kepada dua penengah, satu dipilih oleh si suami dari antara para kerabat atau kawannya, dan satunya dipilih oleh si istri dari antara para kerabat atau pembelanya.

Para penengah itu lalu perlu menelaah perkaranya dan mencoba menemukan sebab-sebab perselisihan, dan perlu mencoba menghasilkan rujuk atau perdamaian antara pasangan itu. Jika ini tidak mungkin atau upaya mereka ke arah rujuk terbukti sia-sia, si suami akan diizinkan untuk menalak atau menceraikan si istri, yaitu, mengumumkan pemutusan pernikahan itu. Ini pun tunduk pada beberapa syarat. Misalnya, pengumuman itu harus terbuka dan tidak rahasia, dan ia harus diulangi tiga kali, dengan selang waktu satu bulan antara dua pengumuman. Sebelum pengumuman terakhir, terbuka bagi pihak-pihak itu untuk mengadakan rujuk dan melanjutkan hubungan suami-istri.

Bila istri mempunyai keluhan terhadap suami dan istri menginginkan perceraian, dia bisa memintanya melalui hakim seperti halnya perkawinan itu sendiri tunduk pada persetujuan walinya atau wali hakim. Jika hakim berpendapat bahwa keluhannya adil atau pantas, dia akan menyatakan suatu perceraian dan dalam kasus macam ini sang suami tidak akan berhak mendapatkan kembali dari sang istri segala harta yang suami mungkin telah bayarkan padanya.

Jika perceraian itu diarahkan oleh para penengah itu atau oleh hakim tetapi si istri diketahui gagal, istri bisa disuruh mengembalikan sebagian dari harta yang suaminya mungkin telah bayarkan padanya dan yang masih dimiliki istri. Selama jalannya sidang-sidang itu dan sampai perceraian itu tuntas, si suami wajib menafkahi istri.

Perlindungan lain yang diberikan oleh hukum Islam bagi istri adalah bahwa, walinya untuk perkawinan dilarang menerima uang atau harta apa pun sebagai pertimbangan untuk perkawinan itu. Ini dirancang untuk mencegah si wali dari menyalahgunakan kewenangannya untuk menyetujui perkawinan orang yang di bawah perwaliannya.

------

Sumber [Ahmadiyah Islam Sejati oleh Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra.]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun