Mohon tunggu...
Hendy Kusmarian
Hendy Kusmarian Mohon Tunggu... Administrasi - pemandu medan perang bisnis

http://terobosan.biz.id/pemandu-perang-bisnis/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menciptakan Revolusi Rohani Indonesia dari Pernikahan

2 September 2015   15:54 Diperbarui: 2 September 2015   16:04 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hal perselisihan antara suami dan istri, suami tidak berhak menghukum istri kecuali karena kebejatan yang nyata. Dalam hal itu empat warga terhormat di lingkungannya harus memberi kesaksian bahwa sang istri telah benar-benar bersalah karena perbuatan asusila. Namun, suami harus mulai dengan menegurnya. Jika istri tetap dalam perbuatannya, suami harus berpisah darinya selama jangka waktu yang tidak boleh melebihi empat bulan. Ini berarti penghentian hubungan suami-istri tetapi suami masih akan terikat untuk menghidupi istri.

Jika masa pisah-ranjang melebihi empat bulan, suami akan dipaksa oleh hukum untuk melanjutkan hubungan suami-istri dengan istri. Jika penghentian hubungan itu juga tidak mempunyai efek perbaikan atas perilaku istri dan kesaksian empat orang bertakwa di lingkungannya tersedia, istri boleh dihukum oleh suami tetapi tulang-tulangnya tidak boleh dilukai dan tidak boleh tertinggal memar atau bekas pada tubuhnya. Namun, semua ini ditentukan hanya dalam kasus-kasus perbuatan yang nyata-nyata asusila. Suami tidak berhak menghukum istri untuk kesalahan-kesalahan lain atau pelalaian tugas/tanggung jawab.

Suami wajib menafkahi istrinya, sekalipun si istri kaya dan si suami miskin. Suami diperintahkan untuk berlaku baik dan sayang dengan istri. Allah berfirman bahwa bahkan dalam hal-hal perselisihan perlakuan suami terhadap istri harus baik dan penuh kasih sayang. Rasulullah saw. bersabda, ‘Ingatlah bahwa aku memerintahkanmu untuk berlaku baik dengan wanita.’ Beliau juga bersabda, ‘Suami tidak boleh membenci istrinya. Bila ia tidak menyukai satu hal padanya, tentulah ada banyak hal baik padanya yang dia sukai.’

Lagi beliau bersabda, ‘Suami harus memberi pakaian istrinya seperti dia memberi pakaian dirinya dan memberinya makan seperti dia memberi makan dirinya, dan tidak boleh mengasarinya atau menjauhinya.’ Beliau juga bersabda, ‘Tidak bisa diizinkan seorang laki-laki menghabiskan seluruh waktunya dalam ibadah atau kegiatan-kegiatan lain sehingga menelantarkan istrinya.’ Dia harus menyisihkan sebagian waktunya bagi istrinya. Kemudian beliau bersabda, ‘Yang terbaik dari antara kalian adalah yang terbaik memperlakukan istrinya.’ Di sisi lain, istri disuruh untuk menaati suaminya, menjaga harta bendanya dan kehormatannya, serta merawat dan mengasuh anak-anaknya.

Dalam hal perselisihan antara suami dan istri, keduanya disuruh untuk mencoba menyingkirkan sebab-sebab percekcokan dan kembali ke hubungan yang harmonis. Jika percekcokannya serius, perkaranya harus diserahkan kepada dua penengah, satu dipilih oleh si suami dari antara para kerabat atau kawannya, dan satunya dipilih oleh si istri dari antara para kerabat atau pembelanya.

Para penengah itu lalu perlu menelaah perkaranya dan mencoba menemukan sebab-sebab perselisihan, dan perlu mencoba menghasilkan rujuk atau perdamaian antara pasangan itu. Jika ini tidak mungkin atau upaya mereka ke arah rujuk terbukti sia-sia, si suami akan diizinkan untuk menalak atau menceraikan si istri, yaitu, mengumumkan pemutusan pernikahan itu. Ini pun tunduk pada beberapa syarat. Misalnya, pengumuman itu harus terbuka dan tidak rahasia, dan ia harus diulangi tiga kali, dengan selang waktu satu bulan antara dua pengumuman. Sebelum pengumuman terakhir, terbuka bagi pihak-pihak itu untuk mengadakan rujuk dan melanjutkan hubungan suami-istri.

Bila istri mempunyai keluhan terhadap suami dan istri menginginkan perceraian, dia bisa memintanya melalui hakim seperti halnya perkawinan itu sendiri tunduk pada persetujuan walinya atau wali hakim. Jika hakim berpendapat bahwa keluhannya adil atau pantas, dia akan menyatakan suatu perceraian dan dalam kasus macam ini sang suami tidak akan berhak mendapatkan kembali dari sang istri segala harta yang suami mungkin telah bayarkan padanya.

Jika perceraian itu diarahkan oleh para penengah itu atau oleh hakim tetapi si istri diketahui gagal, istri bisa disuruh mengembalikan sebagian dari harta yang suaminya mungkin telah bayarkan padanya dan yang masih dimiliki istri. Selama jalannya sidang-sidang itu dan sampai perceraian itu tuntas, si suami wajib menafkahi istri.

Perlindungan lain yang diberikan oleh hukum Islam bagi istri adalah bahwa, walinya untuk perkawinan dilarang menerima uang atau harta apa pun sebagai pertimbangan untuk perkawinan itu. Ini dirancang untuk mencegah si wali dari menyalahgunakan kewenangannya untuk menyetujui perkawinan orang yang di bawah perwaliannya.

------

Sumber [Ahmadiyah Islam Sejati oleh Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra.]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun