Teruntuk semua fans anime seperti One Piece, Naruto, Boruto, Dragon Ball, Swords Art Online, dan lain-lain, sering kali kita disalah mengerti oleh mereka yang tidak pernah menonton anime. Sebut saja orang tua kita sendiri, atau teman yang lebih suka nonton drama Korea, drama Cina, atau film-film bioskop yang menampilkan "orang beneran".
Orang-orang di luar sana menganggap menonton anime itu sama dengan anak kecil. Silogismenya kira-kira begini:
Jika ... suka anime, maka ... anak kecil.
Jika Hendy suka anime, maka Hendy anak kecil.
Cibiran itu selalu terdengar, "Kayak anak kecil aja nonton begituan". Tentunya pemahaman di tiap tempat berbeda. Pembaca sendiri bagaimana?
Tayangan yang katanya adalah tontonan anak-anak ini sebenarnya kalau penulis boleh menilai, agak berat untuk ditonton oleh anak-anak di bawah usia 15 tahun. Anak-anak biasanya hanya tertarik untuk menonton 'adegan pertarungan' misalnya Tim Avengers vs Thanos yang isinya pukul dan tembak.
Adegan-adegan yang heroik itu sangat diminati karena ada kostum dan armor yang keren, senjata-senjata canggih yang menggambarkan masa depan, dan efek-efek yang memanjakan mata dan telinga. Orang dewasa juga banyak yang seperti ini.
Adegan pertarungan menjadi salah satu aspek di dalam film superhero, dan memang harus ada. Namun apabila penonton tidak dapat menangkap pesan yang lebih dalam dari sebuah adegan pertarungan, mereka adalah orang yang gagal menangkap pesan dari sebuah film.
Setiap karya pasti berangkat dari sebuah ide utama. Termasuklah setiap film yang dibuat, pasti ada satu ide utamanya.
Misalnya film Joker yang salah satu pesannya adalah tentang kesenjangan kelas-kelas di dalam masyarakat, The Wolverine yang memberi pesan tentang hidup abadi itu ada banyak hal yang menyedihkan karena selalu ada perpisahan.
Anime isinya bukan semata-mata tokoh, kostum, armor, senjata, dan efek-efek yang keren tadi. Lebih dari itu, ada filosofi hidup yang ingin disampaikan oleh si pembuat anime kepada penontonnya.
Lewat jalan ceritanya, ada hal tentang kepahlawanan, pengorbanan, kesetiakawanan, kepercayaan, pengharapan dan cinta, termasuk juga pengkhianatan, kebencian, balas dendam, keputusasaan, perseturuan, dan sebagainya.
Bagi penulis sendiri, anime masih jauh lebih baik daripada sinetron di FTV atau banyak acara reality show di Indonesia. Banyak acara di stasiun TV Indonesia yang isinya tidak mendidik atau kalau ada nilai pendidikannya pun minim.
Kembali ke pembahasan, apakah anak-anak dapat menanggap hal-hal yang bersifat filosofi seperti di atas? Penulis rasa itu terlalu berat.
Banyak anime mengajarkan tentang pentingnya bertanggung jawab dan tidak lari dari masalah. Tokoh-tokoh dalam anime pun memiliki impian setinggi langit dan mereka berjuang untuk mengapainya.
Saat ini berapa banyak dari kita yang lari dari idealisme kita sendiri? Adakah impian kita juga setinggi langit dan kita tetap berusaha keras menggapainya?
Kita tidak mampu menghadapi kenyataan dan terbawa arus. Di dunia pekerjaan maupun di dalam keluarga kita kalah memperjuangkan apa yang baik. Ketika impian kita juga tidak tercapai, kita putus asa, tidak sebaliknya tetap berusaha menggapai impian itu bagaimanapun caranya.
Tentu saja banyak inspirasi yang didapat dari menonton anime. Inspirasi itu dapat meningkatkan kualitas hidup para penontonnya.
Dari semua nilai di atas, yang paling utama adalah ajakan untuk 'melampaui batasan diri'. Anime selalu mengisahkan tokoh utamanya yang ingin tumbuh lebih kuat dan kuat lagi yang berarti melampaui batasan diri.
Cibiran dari orang-orang yang menganggap anime itu tontonan anak kecil dan tidak mendidik itu tidak lain tidak bukan adalah karena keterbatasan dan kebodohan mereka yang tidak mau membuka diri. Mereka perlu untuk menyelam beberapa saat di dunia anime, sehingga tahu bahwa anime itu bukanlah sesuatu yang buruk.
Ya, kalau hanya pukul-pukulan, lebih baik nonton pertandingan tinju.
Alasan mengapa tayangan yang bagus ini dibuat dengan gambar animasi (pengolahan gambar dengan tangan sehingga menjadi gambar bergerak), penulis beranggapan dikarenakan manusia itu kreatif.
Dalam pengambilan gambar itu tidak dapat dipungkiri ada sisi-sisi yang sulit untuk dibuat sehingga dengan menggambar maka akan lebih mudah menampilkan apa yang sebenarnya ingin ditampilkan. Tentunya menggambar pun tidak mudah karena butuh imajinasi dan kemampuan teknis yang mumpuni.
Tahukah pembaca bahwa penggarapan sebuah anime tidaklah murah? Dari data yang penulis dapat, untuk biaya pembuatan anime per episodenya itu bisa mencapai 1,5 miliar rupiah.
Biaya sebesar itu untuk apa saja? Pembuatan naskah, directing episode, produksi, intellectual property, supervicing key animation, process in betweening, pembuatan background/art, photography, sound effects, material, editing, finishing, printing, dan belum termasuk biaya marketing dan sebagainya.
Untuk satu serial dengan 12 episode bisa menghabiskan total 15,8 miliar rupiah.
Bayangkan, berapa banyak uang yang telah dikeluarkan untuk sebuah anime yang episodenya sudah mencapai 942 seperti One Piece?
Industri film bukan sekedar bisnis hiburan semata, tetapi juga investasi dengan nilai miliaran sampai triliun rupiah. Tentunya anggaran yang besar ini juga mengharapkan keuntungan yang limpah.
Industri perfilman Indonesia memang sedang berkembang. Penulis pun mengapresiasi film-film yang sarat akan nilai dan makna seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Laskar Pelangi, Susah Sinyal, Bumi Manusia, dan masih banyak lagi.
Lewat film-film itu, banyak pengajaran yang baik yang bisa diambil untuk mengubah hidup. Untuk animasi mungkin memang bukan ranahnya, seperti Jepang juga kalau buat film real itu kaku, tidak seperti kalau membuat animasi yang penggambarannya sangat lincah.
Ya, dengan film-film yang bagus rasanya bisa menegakkan kepala, dibanding dengan melihat acara-acara yang isinya "sampah". Itu mau membicarakannya saja malu.
Penulis berharap semoga banyak orang yang membuka dirinya kepada anime, minimal mengikuti satu judul cerita. Karena bagaimanapun itu adalah sebuah karya yang hebat.
Kembali ke topik. Jadi dari anggaran yang tidak sedikit, apakah anime layak ditonton? Tentu saja sangat layak.
Mau rekomendasi judul? HeheÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H