Ya, kalau hanya pukul-pukulan, lebih baik nonton pertandingan tinju.
Alasan mengapa tayangan yang bagus ini dibuat dengan gambar animasi (pengolahan gambar dengan tangan sehingga menjadi gambar bergerak), penulis beranggapan dikarenakan manusia itu kreatif.
Dalam pengambilan gambar itu tidak dapat dipungkiri ada sisi-sisi yang sulit untuk dibuat sehingga dengan menggambar maka akan lebih mudah menampilkan apa yang sebenarnya ingin ditampilkan. Tentunya menggambar pun tidak mudah karena butuh imajinasi dan kemampuan teknis yang mumpuni.
Tahukah pembaca bahwa penggarapan sebuah anime tidaklah murah? Dari data yang penulis dapat, untuk biaya pembuatan anime per episodenya itu bisa mencapai 1,5 miliar rupiah.
Biaya sebesar itu untuk apa saja? Pembuatan naskah, directing episode, produksi, intellectual property, supervicing key animation, process in betweening, pembuatan background/art, photography, sound effects, material, editing, finishing, printing, dan belum termasuk biaya marketing dan sebagainya.
Untuk satu serial dengan 12 episode bisa menghabiskan total 15,8 miliar rupiah.
Bayangkan, berapa banyak uang yang telah dikeluarkan untuk sebuah anime yang episodenya sudah mencapai 942 seperti One Piece?
Industri film bukan sekedar bisnis hiburan semata, tetapi juga investasi dengan nilai miliaran sampai triliun rupiah. Tentunya anggaran yang besar ini juga mengharapkan keuntungan yang limpah.
Industri perfilman Indonesia memang sedang berkembang. Penulis pun mengapresiasi film-film yang sarat akan nilai dan makna seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Laskar Pelangi, Susah Sinyal, Bumi Manusia, dan masih banyak lagi.
Lewat film-film itu, banyak pengajaran yang baik yang bisa diambil untuk mengubah hidup. Untuk animasi mungkin memang bukan ranahnya, seperti Jepang juga kalau buat film real itu kaku, tidak seperti kalau membuat animasi yang penggambarannya sangat lincah.
Ya, dengan film-film yang bagus rasanya bisa menegakkan kepala, dibanding dengan melihat acara-acara yang isinya "sampah". Itu mau membicarakannya saja malu.