Suatu obrolan di suatu sore hari yang melibatkan pedagang ayam goreng dengan beberapa pembeli yang sedang menunggu antrian.
"Kalau orang meninggal karena dibunuh atau tabrakan, masih dikuburkannya itu layak. Lah ini orang yang kena Corona matinya dibungkus plastik, udah kayak kucing. Habis itu ndak bisa dilihat. Kan ndak manusiawi". Kata pedagang ayam goreng dengan nada ketus yang disambut tawa geli orang-orang di situ.
"Pilih mana, meninggal karena Corona atau tabrakan?" tambah pedagang ayam goreng.
Adakah pembaca sekalian berpikir seperti kata pedagang ayam goreng di atas?
Tergelitik dengan percakapan abang pedagang itu akhirnya penulis membuat artikel ini.
Sebenarnya bagaimanakah Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penangananan pasien positif Covid-19? Â Penulis belum menemukan SOP dari pemerintah pusat terkait penanganan pasien ini. Maka masih terdengar berita tentang ketidakjelasan SOP yang disorot oleh berbagai media. SOP yang ada adalah strategi dari rumah sakit dalam merawat pasien.Â
Ini sebenarnya pun sudah merupakan SOP juga. Kabarnya pemerintah melalui Gugus Tugas Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dari BNPB sedang menyusun SOP tersebut (sumber). Hal yang sudah pasti adalah pasien diisolasi dan tenaga medis yang merawat menggunakan atribut-atribut keselamatan.
Untuk jenazah, penulis mengutip SOP Pemulasaran Jenazah Covid-19 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang bisa disimak di bawah ini (agama menyesuaikan):
Dalam hal persiapan:
- Seluruh petugas pemulasaran jenazah harus menjalankan kewaspadaan standar;
- Petugas menjelaskan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular;
- Jika ada yang ingin melihat jenazah, diizinkan dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap dengan catatan sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah;
- APD lengkap terdiri dari:
a. Gaun sekali pakai, lengan panjang dan kedap air;
b. Sarung tangan nonsteril (satu lapis) yang menutupi manset gaun;
c. Pelindung wajah atau kacamata/ google;
d. Masker bedah;
e. Celemek karet (apron); dan
f. Sepatu tertutup yang tahan air.
Perlakuan terhadap jenazah:
- Tidak dilakukan suntik pangawet dan tidak dibalsem;
- Jenazah dibungkus dengan menggunakan kain kafan kemudian dibungkus dengan bahan dari plastik (tidak tembus air), setelah itu diikat;
- Pastikan tidak ada kebocoran cairan tubuh yang dapat mencemari bagian luar kantong jenazah;
- Pastikan kantong jenazah disegel dan tidak boleh dibuka lagi;
- Lakukan disinfeksi bagian luar kantong jenazah menggunakan cairan disinfektan;
- Jenazah dibawa menggunakan brankar khusus ke ruangan pemulasaran jenazah/ kamar jenazah oleh petugas dengan memperhatikan kewaspadaan standar; dan
- Jika akan diautopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus, autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur RS.
Tambahan himbauan:
- Petugas membersihkan najis (jika ada sebelum menandikan jenazah);
- Petugas memandikan dengan cara mengelap;
- Petugas mengkafani; dan
- Jika setelah mengkafani keluar najis kembali maka diabaikan.
Ruangan Pemulasaran Jenazah
- Petugas memastikan kantong jenazah tetap dalam keadaan tersegel kemudian jenazah dimasukkan ke dalam peti kayu yang telah disiapkan, tutup dengan rapat, kemudian tutup kembali menggunakan bahan plastik (bungkus) lalu didesinfeksi sebelum masuk ambulan;
- Jenazah diletakkan di ruangan khusus, sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaran; dan
- Petugas memberikan penjelasan kepada keluarga untuk pelaksanaan pemakaman agar jenazah tidak keluar atau masuk dari pelabuhan, bandar udara, atau pos lintas batas darat negara.
Menuju Tempat Pemakaman/ Kremasi
- Setelah semua prosedur pemulasaran jenazah dilaksanakan dengan baik, maka pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah tersebut;
- Jenazah diantar oleh mobil khusus dari Dinas pertamanan dan Hutan Kota;
- Pastikan penguburan/ kremasi tanpa membuka peti jenazah; dan
- Penguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum.
Tambahan Himbauan:
- Petugas memastikan posisi tubuh mayat ke arah kiblat di sisi kanan tubuhnya; dan
- Sholat jenazah dilakukan di pemakaman sebelum dimasukkan ke dalam kubur.
SOP diperlukan agar penanganan tidak rancu. SOP menjadi keharusan yang apabila tidak diindahkan maka kemungkinan besar akan mendatangkan musibah (kita berhadapan dengan virus yang kasat mata). SOP bukan dibuat untuk gaya-gayaan, tapi untuk mengurangi risiko tertular Covid-19. Ini yang tidak dilihat oleh kebanyakan masyarakat kita.
Pemerintah saat ini juga sedang membahas Peraturan Pemerintah (PP) untuk melakukan karantina wilayah terkait pandemi Covid-19 ini. Kita berharap SOP dan segala aturan segera rampung.
Kembali kepada abang penjual ayam goreng. Sebenarnya apa yang dipikirkan itu sangat keliru. Perlu dimengerti bahwa kita membungkus jenazah dengan plastik bukan karena kita tidak menghormati mereka.Â
Kita juga tidak menyamakan mereka dengan kucing yang biasa tertabrak di jalan, sebaliknya kita telah bertindak sangat manusiawi. baik kepada almarhum dan kepada orang-orang yang ditinggalkannya.Â
Manusiawi di sini maksudnya kita menjaga agar orang tetap sehat, tetap hidup, orang tidak menderita, jangan ada lagi yang menjadi korban. Kita terbatas tapi kita berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan sesuatu di tengah kondisi sekarang. Satu korban saja sangat berdampak pada sebuah keluarga, apalagi banyak korban?
Tidak ada yang melarang untuk melihat pasien atau jenazah, keduanya boleh tapi dengan syarat. Ini yang perlu diluruskan. yang jelas di sini, pasien yang meninggal tetap meninggal secara terhormat, diperlakkan terhormat, dimakamkan secara terhormat, bukan seperti kucing.
Betapa kasihannya mereka yang harus menderita karena virus ini. Mengalami sakit dan berhadapan dengan kematian tanpa di temani siapa pun di rumah sakit memang bukan hal yang enak. Belum mati tapi serasa sudah mati.
Yang namanya kematian itu tidak bisa diprediksi. Orang pun tidak tahu bagaimana cara dia akan mati, dan juga tidak bisa memilih. Ada yang kecelakaan tapi tidak mati, ada yang coba bunuh diri tidak mati, ada yang positif Corona juga tidak mati/sembuh. Kita mengamini bahwa hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Kita tidak akan bisa intervensi sedikit pun karena Tuhan berdaulat sepenuhnya atas hidup kita.
Dalam keadaan apapun seharusnya kita tetap puji Tuhan, sukses puji Tuhan, gagal juga puji Tuhan. Sehat puji Tuhan, sakit juga puji Tuhan. Karena keberadaan kita di dunia ini semua hanya karena anugrah-Nya semata. Hidup mati itu ada di tangan Tuhan. Kita hanya perlu siap kapanpun kita dipanggil, dengan cara apapun kita mati, bersama atau sendiri, dengan sakit atau tanpa sakit kita harus siap.
Yang sudah mati juga tidak akan tahu lagi apa yang menimpa tubuh fisiknya. Apakah tubuhnya dikremasi, dikubur massal, atau diberi makan buaya dia juga tidak merasakan apa-apa. Alamnya sudah berbeda dengan kita, jiwanya sudah ke atas, tidak lagi berada di dalam dunia. Jadi percuma juga bila kita terlalu melebih-lebihkan hal dengan mengatakan bahwa itu akan menyakiti dia.
Kita tidak boleh terjebak dengan fenomena yang tampak di mata saja. Kuburan yang dilabur putih luarnya dan ditananami bunga, di dalamnya ada kebusukan dan tulang belulang.
Kita tidak perlu berlebihan, karena sebelum wabah virus ini, kita juga sering menjaga jarak terhadap orang-orang yang berpenyakit menular, misalnya TBC, Hipatitis, HIV, dan lain-lain.Â
Kita takut tertular, yang kena juga mengisolasi diri atau diisolasi, dari yang hanya biasa-biasa saja sampai kepada yang kasihan (orang tidak berani jenguk dan dia sendiri di rumah diperlakukan dengan tidak baik). Ramai tapi rasa sendiri, bersama tapi serasa sepi, belum mati tapi serasa mati.
Dari pada ribut-ribut soal pemakaman yang seperti binatang, dibungkus plastik, tidak bermoral dan sebagainya, lebih baik kita mempersiapkan diri bertemu Tuhan, hidup suci dan jauhi dosa. Perbanyak amal ibadah dan mulailah ubah kebiasaan-kebiasaan buruk kita. Belajar hidup saleh, kerja benar-benar.
Meributkan orang mati tiada gunanya, lebih baik konsentrasi pada mereka yang masih hidup. Orang tua kita, saudara, anak, jemaat dan tetangga. Perlakukan orang lain seperti memperlakukan manusia. Jangan menjadikan barang mati atau binatang peliharaan (kucing, anjing, dst) lebih berharga daripada nyawa manusia. Nyawa itu tidak ternilai harganya.
Sudah berlaku seperti manusia kah kita pada sesama?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H