Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelanggaran terhadap Privasi yang Dapat Dibenarkan

4 Februari 2020   13:05 Diperbarui: 5 April 2020   09:11 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengintip (sumber: jambi.tribunews.com)

"Ingin tahu" adalah hal yang baik. Orang yang selalu ingin tahu pasti punya wawasan, pergaulan dan pengalaman yang lebih luas daripada mereka yang hanya sekedar ingin tahu atau tidak ingin tahu sama sekali (masa bodoh). Namun, apabila yang ingin diketahui adalah seputar privasi orang lain, apakah itu termasuk "rasa ingin tahu yang baik?"

Berani jawab?

Kita menganggap orang yang selalu ingin tahu privasi orang lain itu orang yang usil. Apabila ingin tahunya sudah sampai pada tindakan-tindakan agresif, mereka menjadi orang yang sangat mengganggu. 

Kita tidak nyaman, kita mengumpat kepada mereka dengan kata sekasar-kasarnya karena mereka melanggar batasan privasi kita. Mungkin dibenak kita akan bilang "Usilnya orang ini, ga ada kerjaan apa? Nganggur sampai gimana coba sampai sibuk ngurusin urusan orang segala!"

Orang yang selalu ingin tahu seperti kalimat di atas keberadaannya ada di mana-mana. Yang paling dekat dapat kita temukan di rumah kita sendiri---yaitu orang tua dan saudara-saudari kita.

Mereka penuh pertanyaan-pernyataan yang harus kita jawab. Mereka kadang mematai-matai kita saat di luar rumah. Mereka juga mengintip isi android kita, membaca pesan WhatsApp kita, melihat gallery, history browser web, dan sebagainya---contoh kecil.

Satu cerita

Pernah suatu ketika terjadi pertengkaran yang hebat antara kakak-adik. Sang adik ingin meninju wajah kakak perempuannya lantaran si kakak ini mencuri lihat isi pesan sang adik laki-lakinya saat tidur. 

Ditemukanlah foto-foto pesta pora di sana dan sang kakak membaca percakapan sang adik dengan seorang bapak rohaninya yang berisi tentang sang adik ini sudah melakukan hubungan suami istri dengan pacarnya.

Kalimat sang adik itu bernada menyesal dan putus asa, karena uang yang dikeluarkan oleh sang adik ini sudah sangat banyak untuk membiayai hubungan keduanya, makan-minum, tinggal, dan keperluan lainnya. 

Selama hubungan asmara itu, mereka sudah sangat sering berhubungan badan, dia telah memperlakukan pacarnya bak ratu di kerajaan cintanya. Apapun yang diinginkan sang pacar selalu dipenuhi oleh sang adik. 

Namun, perempuan yang dia perlakukan sebagai ratu ini telah mengkhianatinya dengan pergi ke lain hati. Merasa dikhianati, sang adik ini sangat galau. Galau pacarnya sekaligus uang tabungannya yang kini tak bersisa.

Singkatnya, sang adik telah menyesal dengan kelakuannya. Bapak rohaninya pun telah menasihatinya, menjadi teman curhat, berbagi renungan, motivasi dan sering mendoakan dia.

Percakapan sang adik dengan bapak rohaninya ini ternyata lupa dihapus. Semua curhatan itu kemudian terbaca oleh sang kakak yang penasaran mengapa adiknya galau sekali setelah putus dari pacarnya---Dugaan sang kakak menjadi kenyataan yang terungkap.

Dengan peristiwa ini, maka meletuslah pertengkaran yang sangat hebat.

Sang adik merasa bejatnya telah terungkap, hilang harga dirinya dan merasa direndahkan dengan peristiwa itu oleh sang kakak. Sang kakak yang menjadi sasaran amarah itu hanya beralasan bahwa wajar-wajar saja, "Kakak mana yang tidak boleh tahu urusan adiknya? Tanyalah seluruh orang di sini," ucap sang kakak.

editorji.com
editorji.com
Memang sang adik memiliki perangai yang keras kepala dan cepat marah. Apakah tindakannya yang ingin memukul kakaknya dapat dibenarkan? Dia mau memberi hajaran supaya si kakak kapok. Apakah kakak yang mencuri lihat isi android-nya juga dapat dibenarkan?

Cerita di atas hanyalah satu contoh. Mungkin dikejadian lain (rumah tangga lain) ada adik yang menyimpan video porno, memiliki history situs-situs dewasa, terlibat persengkokolan kejahatan, jual beli obat-obatan terlarang, pengguna narkotika, mengidap penyakit mematikan dan sebagainya. Atau orang tua yang selingkuh---main gila sama orang lain, jual diri dan sebagainya. 

Semua rahasia ini akan disimpan rapat-rapat dan tidak ingin seorang pun mengetahuinya baik masalah dan rahasianya. Privasi ini sangat dijaga karena berkaitan dengan harga diri. Rekam jejak akan berimbas pada kehidupan sosial seseorang di dalam masyarakat.

Mengutip pernyataan dari konselor, psikolog dan ahli terapis San Jose, Sharon Martin, LCSW, mereka menyatakan dalam PsychCentral bahwa orang yang sering melanggar batasan privasi orang lain cenderung manipulatif, narsistik, dan punya kesadaran diri yang rendah.

Seorang narsistik akan menganggap sekitarnya lebih tak berharga darinya dan tidak merasa bersalah ketika berlaku tidak baik kepada orang lain.

Masih sama dengan pendapat di atas, Michael Stocker dan Elizabeth Hegeman yang menulis buku Valuing Emotions (1996), menyatakan bahwa pelanggaran privasi berkaitan dengan minimnya rasa empati dan apresiasi kepada orang lain.

Sering kali, karena meresa punya ikatan daerah atau menyandang status sebagai pasangan, seseorang merasa sah-sah saja menguak sebanyak-banyaknya informasi terkait orang lain. Padahal, selain menjadi mahluk sosial, manusia juga merupakan mahluk individu yang membutuhkan ruang pribadi yang tidak terjamah pihak luar.

(Dilansir dari sini.)

Pendapat di atas menyimpulkan bahwa orang yang ingin tahu privasi orang lain adalah orang berperangai buruk. Walau sudah jadi pasangan atau memiliki darah yang sama (saudara-saudari atau orang tua) juga tetap buruk. Setujukah pembaca dengan pendapat di atas?

Lantas, siapakah yang salah dalam kejadian ini? pemilik privasi atau pengintip? Siapa yang mau kita bela bila kita menjadi orang yang menyaksikan perkelahian itu? Kita di tengah.

Penulis berpendapat bahwa dua-duanya memiliki kesalahan dalam hal ini, yang satu bersalah karena perbuatannya dan yang satunya bersalah karena usil. Misalnya sang kakak ini rupanya memiliki sakit kulit di kelaminnya dan sang adik mengintip, apakah dapat dibenarkan?

Atau orang tua yang "jajan" di luar kota ketika melakukan perjalanan dinas? Jual diri juga. Pastinya yang memiliki privasi juga akan malu dan dengan demikian dugaan sang adik atau pengintip tadi menjadi kenyataan. Ini lebih adil, betul?

"Marah karena merasa malu---Malu dan kemudian marah". Itulah inti dari masalah privasi ini. Kebobrokan selalu bersifat memalukan.

Untuk mengakhiri tulisan ini, adakah batas-batas yang bisa dibenarkan bila kita ingin "kepo" tentang diri orang lain?

Jawabannya ada, yaitu kasih.

Seseorang yang "ingin tahu" memiliki motivasi yang bermacam-macam. Apakah dia mau menolong atau mau menguak kejelekan orang lain yang nantinya akan dia gunakan untuk mempermalukan atau menjatuhkan orang itu. 

Dalam Pemilu banyak contohnya, calon yang kita tahu baik ternyata punya banyak skandal. Untuk apa skandal itu dibuka? Pasti untuk menurunkan tingkat kepercayaan pemilih. Yang diharapkan adalah ratingnya menurun, calon itu tidak dipilih, calon itu gagal, uangnya habis, stress, dan calon itu kapok untuk maju lagi!

Begitukah motivasi ingin tahu kita?

Rasa ingin tahu yang dilandasi motivasi ingin menolong (motivasi berlandaskan kasih) dapat penulis benarkan dalam praktiknya. Karena kasih tidak akan memanfaatkan sebuah kebobrokan untuk kemudian dieksploitasi. Kebobrokan harus dibenahi. Orang yang ada di dalamnya harus ditolong untuk keluar dari keadaan itu karena kita tahu itu tidak baik bagi dia, tidak baik bagi keluarganya dan sebagainya.

Kasih melihat apa yang tidak dilihat oleh kebanyakan manusia. Banyak orang hanya ingin keuntungan dan membuang semua hal yang berpotensi merugikannya. Kasih sebaliknya, mereka siap rugi demi suatu nilai kemanusiaan. 

Lihatlah bapak-bapak pendiri bangsa kita, mereka berjuang dan rugi terus, masuk keluar penjara, hidup dalam pelarian, dicari untuk dipenggal kepalanya, ada yang sampai tidak menikah karena lebih mengutamakan nation dari pada diri sendiri. 

Kalau mereka mau enak, bisa saja mereka berpihak pada penjajah, nanti jabatan tinggi akan diberikan oleh penjajah. Hidup mewah dan sejahtera akan dinikmati mereka. Mereka tidak mengambil kesempatan itu.

Orang tua dan saudara-saudari kita seperti cerita sebelumnya, selama mereka memiliki motivasi ingin menolong maka rasa ingin tahunya yang agresif dapat penulis benarkan. Mereka ingin membantu, menyelamatkan dan menyelesaikan masalah kita karena mereka punya nurani yang mengatakan bahwa kita tidak mampu menghadapi keadaan itu sendiri. 

Kita butuh dukungan mereka. Mereka pun siap rugi dan lelah membantu kita karena apa? Karena mereka memiliki kasih. Kasih itu ikhlas. Tidak karena keluarga kemudian seseorang bisa ikhlas, yang benar-benar ikhlas adalah ikhlas itu sendiri, dan itu bisa datang dari luar keluarga kita.

Namun kita perlu melihat dengan lebih mendalam, karena banyak pelecehan terhadap privasi itu mengatasnamakan persaudaraan dan kekeluargaan. Mereka tidak benar-benar ingin membantu, tetapi ingin menjatuhkan! Motivasi yang palsu seperti itu tidak dapat dibenarkan. Mereka adalah domba (dulunya) yang bermutasi menjadi srigala (sekarang).

Ada orang yang memeras saudaranya sendiri karena tahu rahasia terdalamnya. Supaya tidak tersebar, maka dia minta bayaran. Apakah bayaran murah atau mahal, percayalah ini terjadi.

Kembali kepada kasih, "Kasih hanya dapat dibuktikan dengan perbuatan". Lewat perbuatan, nyatalah motivasi kita, apakah murni kasih atau ada yang lain.

Orang yang marah karena privasinya diketahui oleh kita sangatlah wajar. Karena mereka malu, "Mau ditaruh ke mana mukanya?" Namun ketika mereka sadar bahwa kita berniat menolong mereka, percayalah bahwa hati mereka akan luluh. Pertengkaran mungkin tidak akan terjadi, karena semuanya dilandasi niat baik. 

Pembelaan diri, dan kalimat kita pun tidak bernada menjatuhkan dia, kita tidak marah, tidak terlusut untuk berdebat tapi berkata lembut dan menawarkan penyelesaian masalah. Suatu saat mereka akan berterima kasih kepada kita karena ikut campur kita tersebut. Hidup mereka terselamatkan karena kepedulian kita.

Bagaimana pembaca?

Pertanyaannya, apakah pembaca ingin tahu untuk "menolong" atau untuk "menjatuhkan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun