Ya sah-sah saja, semua orang bebas berpendapat. Namun sangat menggelikan bila menerima seseorang yang ingin kerja hanya karena alasan "ngebet kawin." Apa yang mau diberikan untuk negara?
Kalimat "Saya akan bekerja dengan baik," hanyalah jawaban biasa. Terlalu dangkal untuk dijadikan pertimbangan sedangkan jumlah pelamar itu begitu banyak. Pelamar lain mungkin memiliki alasan dan motivasi yang lebih mulia. Terlalu banyak amatiran yang telah melontarkan jawaban seperti di atas, dan ciri-ciri orang tanpa kualifikasi biasanya berkata seperti itu, terlalu abstrak dan di awan-awan.
Di samping kekesalan, ada kepuasan yang penulis rasakan ketika mendengar pendapat beberapa pelamar CPNS. Ada yang ingin mengubah wajah lama PNS, misalnya yang suka datang telat, suka pulang awal, seharian di depan komputer bermain game, mutu yang jauh di bawah swasta, pungli, ribet, lelet dan rasis menjadi wajah PNS yang baru.
Bukan sekedar berbicara, karena mereka yang melamar ini merupakan orang-orang yang lulus dari sekolah ternama di dunia, mereka rela pulang atau juga melepas pekerjaan mereka yang sekarang ini (sudah mapan) untuk menjadi abdi negara. Misalnya seorang perempuan lulusan S2 College London yang melamar menjadi guru SD.Â
Dapat dibayangkan apabila dunia pendidikan kita diisi oleh tenaga-tenaga professional dengan mutu yang tinggi yang memiliki motivasi untuk membangun dunia pendidikan, apa jadinya pelajar-pelajar kita 10 tahun ke depan?Â
Banyak orang berpendidikan tinggi tidak rela menjadi abdi negara karena di negeri banyak orang bermain, keadilan sukar didapati, mereka lebih memilih swasta, karena di swasta selain gajinya tinggi, ada penghargaan untuk mereka.Â
Dengan masuknya orang-orang yang memiliki kualifikasi dan punya visi, berarti dia telah sadar betul beban yang akan dipikulnya. Dia juga siap dengan segala kesukaran yang menanti di depan. Mendengar ini, penulis merasa hari depan bangsa ini lebih cerah.
Ada juga yang ingin menjadi abdi negara karena tidak ingin birokrasi negara diisi oleh orang-orang yang buruk. Seorang laki-laki lulusan S2 Tohoku University yang melamar sebagai pengawas farmasi dan makanan mengungkapkan hal ini. Dia berubah pikiran setelah percakapan singkatnya dengan PNS yang berkuliah di Jepang. Intinya kita ingin lebih banyak orang-orang baik yang memiliki kemampuan untuk menjadi PNS.
Di samping dua pelamar di atas, seorang perempuan Tionghoa hadir dalam acara Mata Najwa. Dia ingin mengubah streotip bahwa orang Tionghoa juga peduli dan ingin berkontribusi bagi negara, tidak melulu bisnis, ingin turun ke birokrasi dan memberikan contoh bagi kaumnya.
Selama ini isu cina dan aseng sering dijual dalam perpolitikan tanah air. Karena jualan ini, diskriminasi rasial terhadap orang Tionghoa terjadi, dalam porsi yang minimal yaitu rasa tidak suka.
Orang Tionghoa merasa tidak mendapat penerimaan di lingkungan yang multi etnis. Dahulu pun ada anggapan bahwa orang Tionghoa tidak bisa menjadi PNS, Polisi, Tentara (yang berkaitan dengan negeri), makanya mereka berdagang untuk hidup. Sampai saat ini mereka terus berdagang, memperkaya diri dan sebagian besarnya tidak mau pusing dengan urusan kesulitan masyarakat. Yang penting mereka bahagia, tidak kekurangan materi, bisa membeli dan menikmati apa saja, tidak mencurangi orang lain seperti PNS di birokrasi yang tidak bekerja kalau tidak diberi uang kopi.