Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Akademik Adalah Budaya Tulisan

21 Oktober 2019   14:44 Diperbarui: 21 Oktober 2019   14:55 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu momok paling menakutkan selama menjadi mahasiswa adalah membuat skripsi. Hal lain seperti senioritas, dosen killer, paper/makalah, presentasi, keadaan tidak ada uang selama perantauan, semuanya itu mungkin mempersulit tapi tidak sebanding dengan masalah skripsi yang dihadapi oleh mahasiswa yang sudah putus asa oleh revisi-revisi dan kemauan dosen pembimbing.

Karena skripsi yang tidak selesai, mau pulang kampung pun juga tidak jadi lantaran takut ditanya oleh orang sekampung "Sudah selesai belum kuliahnya? Sudah semester berapa? Pertanyaan paling mengerikan yang untuk menjawabnya pun kita akan lemah.

Apakah pembaca pernah mengalaminya?

Kesulitan membuat skripsi, bukan karena kita tidak mampu. Budaya akademik merupakan budaya tulisan, berbeda dengan budaya kita selama ini yang lisan. Bagi masyarakat, tulis menulis hanya diperuntukkan untuk hal-hal sekedarnya misalnya chating dengan menggunakan media sosial, komentar status/foto dan sebagainya. Tulis menulis jarang dilakukan untuk sesuatu yang bersifat keilmuan kecuali bagi mereka yang diwajibkan oleh profesinya yang mengharuskan untuk melakukan tulis menulis.

Sebagian besar kita tidak terbiasa menulis, jarang membaca buku-buku keilmuan dan lebih banyak berbicara/beropini dengan orang sejenis. Tempat yang paling sering dikunjungi adalah warung kopi di mana banyak orang-orang yang mendadak menjadi ahli/pakar dalam membahas berbagai topik.

Salahkah seseorang bila tidak melakukan tulis menulis tetapi masuk ke dunia akademik? Sulit menjawabnya. Namun bila kita tidak terbiasa dengan budaya tulisan, kita akan mati di sana. Membuat skripsi, tesis dan disertasi, hanyalah beberapa tahapan yang harus diselesaikan. Apabila kita menginginkan lebih lama di sana, karya dalam bentuk tulisan yang lain telah menunggu kita, misalnya membuat artikel, jurnal, buku, serta opini-opini di media cetak.

Dengan dua alasan, kita harus masuk ke dunia akademik atau budaya tulisan.

Pertama, Tulisan Bernilai Kekal

Umur biologis tidak akan melampaui umur sebuah karya. Tulisan seseorang yang telah mati mungkin salah satu karya yang dapat dinikmati oleh mereka yang masih hidup. Dan sebuah tulisan dapat bertahan lama sekali bila isinya bagus. Tulisan tidak akan lekang oleh waktu dan zaman.

Lihat saja karya pada filsuf terkenal yang dengan gagasan luar biasanya telah mempengaruhi zaman selama berabad-abad. Mereka dikenal dengan pikirannya dan sumbangsihnya pada dunia. Walaupun mereka telah tiada orang masih mengenal mereka.

Kedua, Tulisan Memiliki Daya Jangkau Yang Luas

Pasti melelahkan apabila kita harus membicarakan sesuatu yang sama kepada beberapa orang. Selain menghabiskan waktu, menghabiskan tenaga, gerak kita juga menjadi terbatas. Dengan menulis, kita bisa membagikan buah pikiran kita kepada banyak orang tanpa harus bertemu dengan mereka satu persatu.

Tinggal bagikan saja tulisan itu, biarkan banyak orang membacanya, biarkan mereka membagikannya kepada komunitasnya bahkan kepada masyarakat dunia dengan menerjemahkan karya kita. Kita bisa lebih banyak bergerak dan berkarya untuk hal yang lain.

Saat ini berkarya lewat video telah banyak diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan harus membaca buku-buku yang tebal. Namun bagaimana bagusnya sebuah video, tulisan tidak pernah sepi peminat. Mereka yang menonton video, banyak kehilangan pesan-pesan atau detil-detil yang tidak dapat disampaikan lewat sebuah gambar bersuara.

Pesan Prof. Satjipto Rahardjo kepada anak didiknya di program S3,"Seorang doktor itu hanya ada 2 pilihan, perish or publish, menulis atau binasa! Menjadi doktor itu dilihat dari seberapa banyak dia bermanfaat di dalam masyarakat, bukan seberapa banyak harta yang dimilikinya".

Dua alasan di atas setidaknya menggerakkan kepada setiap pembaca untuk lebih giat lagi menulis. Menuliskan sesuatu yang bermutu dan bermanfaat walau sederhana. Walau tidak mudah, namun hasilnya setimpal dan kita pasti akan puas bila tulisan kita bermanfaat.

Sekali lagi, budaya akademik adalah budaya tulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun