Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kho Ping Hoo, Kitab Sakti Pancasila dan Ketidaksaktian Pancasila

1 Oktober 2019   15:25 Diperbarui: 1 Oktober 2019   15:41 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kho Ping Hoo adalah seorang sastrawan yang dikenal karyanya lewat cerita silat. Salah satu karya termasyurnya adalah serial Bukek Siansu. Bukek Siansu sendiri merupakan julukan seseorang bernama Kwa Sin Liong yang memiliki tingkat kesaktian yang dianggap nyaris sempurna.

Dikatakan bahwa Bukek Siansu adalah manusia stengah dewa, misterius dan tidak diketahui keberadaannya, seseorang yang sudah lepas dari nafsu-nafsu duniawi dan seorang gagah yang disegani oleh semua tokoh persilatan di dunia kang ouw (persilatan). Golonga putih atau hitam gentar ketika mendengar namanya apalagi harus menghadapinya. Pada intinya Bukek Siansu adalah orang sakti mandra guna (luas biasa).

Apa itu sakti dan bagaimana seseorang dapat dikatakan sakti? Seseorang dapat dikatakan sakti menurut KBBI apabila setidaknya ia memenuhi tiga syarat, diantaranya yaitu:

  • Mampu berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam;
  • Mempunyai kuasa gaib; dan
  • Keramat.

Tidak banyak orang bisa dikatakan sakti, karena orang dengan kriteria seperti di atas tidak banyak bahkan sangat langka. Kebanyakan orang hanya dikatakan hebat saja, tidak sakti.

Tidak hanya orang yang dapat katakan sakti, sebuah ideologi pun bisa digelari kalimat sakti. Hari ini bangsa Indonesia memperingati hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini dimaksudkan untuk mengingat kelamnya sejarah yang pernah terjadi sekaligus menyatakan bahwa Pancasila merupakan pedoman serta dasar negara yang tidak dapat dan tidak boleh diubah oleh siapapun.

Pancasila tempo dulu telah berhasil menenggelamkan paham Komunis yang mencoba menguasai negara dengan jalan politis dan militer.

Paham Pancasila waktu itu dapat disebut hebat. Namun itu kan dulu, yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah apakah Pancasila masih hebat?

Apakah Pancasila yang sekarang lebih hebat daripada Pancasila yang dulu? Ataukah Pancasila saat ini lebih lemah dari Pancasila terdahulu?  Pancasila sudah tua, usang termakan oleh zaman.

Problematika saat ini

Saat ini paham ekstrimis Islam bisa menjadi rival Pancasila. Penganutnya walaupun tidak mengangkat senjata terang-terangan di Indonesia seperti pengikut ideology Komunis dulu, paham ekstrimis ini memainkan peran yang mengerikan. Mereka piawai dalam hal bermain cantik di pemerintahan, lebih cerdik dalam hal strategi karena kader-kadernya ada di mana-mana dan sulit untuk dilacak, bergerak secara tertutup dan massif. Pancasila seperti terseok-seok menghadapi rival beratnya saat ini.

Pernyataan di atas penulis perkuat dengan pernyataan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu yang mengatakan bahwa ada empat paham yang berpotensi menggeser Pancasila, yaitu Ekstrimis Islam, Liberal, Komunis dan Sosialis. Tapi yang sangat mengancam dan tidak dapat ditolelir adalah Ekstrimis Islam.

Paham dan fenomena yang lain bagaimana?

Dewasa ini, kampanye menuntut legalisasi LGBT di sejumlah negara semakin giat, apakah Indonesia akan bergabung dengan negara-negara yang sudah terlebih dahulu melegalkan LGBT? Jika ya, maka Liberalisme lebih sakti dari Pancasila.

Di lain pihak, ada sekelompok orang yang menguasai tanah atau memiliki lahan yang luasan wilayahnya ribuan atau malah ratusan ribu hektar. Pertanyaannya apakah pantas demikian? Apakah harus ditindak mengingat Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 sendiri mengatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Bagaimana dengan aturan di bawah UUD 1945 yang mengatur perihal pembatasan kepemilikan atas lahan? Jika negara menguasai semua, maka Komunisme lebih sakti dari Pancasila.

Isu terkait mendirikan negara Islam di Indonesia bagaimana? Apakah Pancasila akan diganti dengan Syariat Islam? Kita tunggu saja kelanjutannya.

Demo mahasiswa yang menuntut Presiden mengeluarkan Perppu KPK di satu sisi mempertontonkan kepada kita pertarungan antara "kehendak Pemerintah" dan "kehendak rakyat". Kita tahu kedaulatan berada di tangah rakyat, namun kita juga berusaha memahami kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentang bagaimana KPK ini hendak dibawa ke mana ke depannya.

Masakan kebijakan pemerintah tidak berasal dari rakyat padahal pemerintah dipilih oleh rakyat. Masakan juga rakyat yang berdemo tidak menyuarakan kepentingan rakyat atau hanya menyuarakan kepentingan sekelompok orang yang ada di belakang demo itu? Sulit kita untuk menjawabnya.

Yang jelas nasib bangsa ini sangat dipertaruhkan. Pemerintah jangan tertipu dengan fenomena kehendak rakyat yang palsu, sebaliknya rakyat juga jangan mudah terbawa suasana yang dapat ditumpangi oleh berbagai kepentingan. Semoga pada akhirnya rakyat Indonesia sendirilah yang menang.

Di saat negeri ini masih bermasalah dengan ideologi sendiri yang katanya sudah final, masalah korupsi dan penegakan hukum, lingkungan hidup, diskriminasi/ intoleransi terhadap suku bangsa, dan masalah lainnya terus menggerogoti bangsa ini. Bila diibaratkan, Indonesia ini seperti pegulat yang sedang memiting musuhnya, tapi ada beberapa orang yang ikut masuk ke arena dan berusaha melepaskan pitingan itu. Mereka mencubit, menggelitiki dan menampar pegulat kita.

Kembali kepada topik awal, apakah Pancasila sakti?

Dalam cerita silat yang ditulis oleh Kho Ping Hoo, digambarkan bahwa jika seorang pendekar ingin memiliki kesaktian yang melebihi tokoh-tokoh terkemuka di dunia kang ouw, sang pendekar harus belajar silat dari kitab-kitab langka. Kitab tersebut pun hanya dimiliki oleh perguruan-perguruan besar dan masing-masing kitab berisikan teknik yang punya ciri khasnya tersendiri. Kitab itu berisi pengajaran, teknik melatih diri, dan jurus silat yang semuanya saling berhubungan.

Untuk menguasai secara sempurna apa yang ada di dalam kitab, seseorang harus sudah digembleng terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kitab tersebut berisi teknik tingkat tinggi yang tidak mudah untuk dipelajari oleh orang-orang biasa.

Tidak jarang banyak pendekar dari golongan hitam ingin memiliki kitab-kitab langka tersebut. Berbagai upaya mereka lakukan, bisa mencuri dengan menyusup diam-diam, bisa juga dengan menyamar dan belajar di sana hingga mahir atau bisa juga dengan datang terang-terangan untuk menaklukan pimpinan perguruan. Semuanya ditempuh demi satu hal yaitu menjadi jago silat tanpa banding di dunia kang ouw.

Bicara tentang kitab, Pancasila mungkin dapat diibaratkan sebagai sebuah kitab sakti. Pancasila merupakan sebuah kitab langka yang hanya dimiliki oleh perguruan yang bernama Indonesia. Kitab ini berisikan berbagai pengertian, berbagai teknik dan jurus untuk mempersatukan bangsa dalam keberagaman yang ada. Terangnya kitab ini mampu menaklukan berbagai kesukaran dan menjadi kendaraan bagi negara untuk merajai dunia.

Walau kitab ini bukan milik pribadi karena semua orang dapat mempelajarinya saat ini, tidak semua orang dapat menguasai apa yang ada di dalamnya.

Mengapa demikian dan apa yang sesungguhnya terjadi?

Seperti di atas, sebuah kitab langka di dalamnya terdapat pengertian dan pengajaran yang sangat dalam, kalimat yang ditulis dengan bahasa yang tidak mudah dimengerti, dan tubuh yang kurang terlatih untuk menerima teknik-teknik tingkat tinggi---tidak berbakat. Seorang pembaca bisa salah mengerti, bisa salah motivasi, bahkan bisa menggunakan isi kitab untuk kepentingannya menaklukkan sesamanya---menjadi tokoh sesat.

Kesulitan dalam mempelajari kitab seperti di atas bukan berarti menyebabkan kitab tersebut menjadi tidak sakti. Yang membuat kitab tersebut terlihat tidak sakti adalah orang yang belajar kitab itu sendiri.

Sebuah kelompok mempermasalahkan kitab yang tidak mampu mereka kuasainya. Mereka terlalu cepat menyimpulkan pengajaran yang ada di dalamnya tanpa membandingkan secara terang berbagai kitab, terlalu dangkal dalam mengerti teknik-teknik yang tak terselami, dan memiliki isi hati yang sebenarnya tidak murni sehingga Kitab Pancasila tidak berefek pada orang yang mempelajarinya.

Sebaliknya juga, orang terlampau percaya diri dengan kitab lain tanpa belajar kitab Pancasila. Hal ini tentu saja salah. Karena kitab lain diberikan di daerah yang tertentu saja. Tidak semua daerah cocok dengan kitab yang sama. Mereka yang perguruannya adalah menggunakan senjata pedang, tidak cocok untuk menggunakan busur.

Pancasila sebagai ideologi negara saat ini dirasakan oleh berbagai kalangan tidak sakti. Sejumlah pihak ingin membuangnya dan menggantinya dengan kitab lain. Alasannya satu, yaitu Pancasila tidak mampu untuk membawa bangsa ini merajai dunia. Pernyataan "Indonesia butuh khilafah, butuh komunisme, butuh liberalisme dan sebagainya". Apakah benar demikian?

Lebih baik kita tidak menyalahkan kitab sakti yang tidak mampu kita kuasai lantaran keterbatasan kita dalam menerapkannya. Sampai suatu ketika masyarakat terdidik semua, semua lembaga dan organ bekerja dengan semestinya, dan ada keinginan untuk menguasai intisari yang terkandung dalam Pancasila itu, maka dipastikan Pancasila sakti di tangan yang sakti.

Apakah pembaca yang sedang membaca tulisan ini sakti?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun