Sistem "One man one vote" baru akan berjalan ideal bila syarat yang satu ini terpenuhi. Sikap Kritis membuat masyarakat tidak mudah dimobilisasi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, masyarakat tidak mudah percaya dengan isu-isu yang belum terverifikasi, malah sebaliknya turut mengoreksi setiap informasi yang bergentayangan meresahkan.
Berkaitan dengan politik, masyarakat turut berperan aktif karena sadar akan dampak dan kesempatannya.
Kekosongan Pengawas TPS di banyak tempat memanglah masalah serius. Tapi bila berkaitan dengan fungsi pengawasan, civil society/masyarakat tetap memiliki tempat dalam Pengawasan partisipatif. Merekalah orang-orang yang sudah berada dalam Lapisan Kritis itu.
Masyarakat sebagai jawaban -- bukan alternatif. Walaupun warga tidak dilantik dan dalam bertugas juga tidak dapat memasuki TPS dalam kegiatan Penghitungan Suara, namun keberadaannya masih dapat diperhitungkan.
Misalnya saja biila warga tidak dapat melihat dengan jelas surat suara yang dihitung, mereka dapat melaporkan itu kepada Pengawas Pemilu untuk diproses.Â
Dalam masa-masa kampanye ini dan menyongsong hari Pemungutan Suara juga, masyarakat dapat berperan sebagai mata dan telinga bagi Pengawas Pemilu.
Masyarakat dapat melaporkan bila ada dugaan money politics, black campaign, APK yang melanggar tempat, dan sebagainya. Masyarakat menjadi garda terdepan bersama Pengawas Pemilu.
Sebagai penutup, indikator suatu negara demokrasi sehat atau tidak dapat dilihat dari keterlibatan masyarakatnya.
Pertanyaannya, bagaimana membentuk masyarakat yang Kritis? (mencoba naif)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H