Pilkada serentak merupakan hal yang baru dalam sistem ketatanegaraan RI. Pagelaran pilkada serentak gelombang pertama telah berakhir pada Desember 2015. Sekarang, pagelaran pilkada serentak gelombang kedua pun hampir segera berakhir yang kini menyisakkan DKI Jakarta yang akan segera tayang pada 19 April nanti. Laga Pemilihan Kepala Daerah menyisakkan paslon petahana Basuki-Djarot dan lawannya Anies-Sandi.
Berbagai survei dan lembaga-lembaganya kini membanjiri media massa, mereka tidak mau tinggal diam saja, dan malah sebaliknya turut meramaikan pesta demokrasi. Seperti survei yang baru saja di lakukan oleh Lembaga Media Survei Nasional (Median) terkait dengan elektabilitas paslon cagub dan cawagub DKI Jakarta dengan mengambil sampel seluruh warga DKI yang memiliki hak pilih.
Hasil survei menunjukkan bahwa elektabilitas paslon Anies-Sandi unggul atas paslon petahana Basuki-Djarot dengan perolehan suara 49,0% banding 47,1%. Perolehan suara yang berbanding tipis memang, tetapi membuktikan bahwa pilkada yang saat ini walaupun sedang masa tenang dan dingin, tetapi di dalamnya sangat panas, dan akan semakin memanas dalam 3 hari ke depan sampai pada puncaknya tanggal 19 April 2017, karena surveinya saja antara lembaga yang satu dengan yang lainnya selalu ganti-gantian memenangkan paslon lain.
Bagi para pemilih khususnya warga Kota Jakarta, saat inilah harus membulatkan suara hati. Memasuki saat tenang tidaklah mudah, karena pergolakan hati dan pikiran mencampur menjadi satu. Ditambah rentang waktu untuk bergumul menentukan pilihan tidaklah lama, ketika deadline tiba tanggal 19 April, maka harus memilih.
Tidak ada lagi debat publik, karena acara itu sudah berakhir. Pertanyaan yang selama ini masih tersimpan di dalam hati dan belum terjawab juga tidak akan dapat dijawab oleh masing-masing paslon. Masih menjadi misteri.
Tidak ada lagi sosialisasi program kerja, pemilih yang masih penasaran dengan program kerja masing-masing paslon juga tidak bisa bertanya pada mereka. Kejelasan dan kesimpangsiuran menjadi PR bagi pemilih sendiri. Tinggallah memikirkan dengan rasional setiap program kerja yang menjadi unggulan masing-masing paslon.
Tidak ada lagi pamflet dan atribut-atribut bertuliskan kata-kata indah yang menghiasi sudut-sudut kota yang mana selalu menggoda dan menggugah setiap pemilih. Sehingga menjadi PR kembali bagi pemilih untuk menilai akhlak dan sepak terjang masing-masing paslon, jangan sampai jatuh hati pada orang yang salah.
Masa tenang memang tidak mudah, yang hatinya masih apatis harus disadarkan, yang pilihannya belum mantap harus dimantapkan. Yang belum siap menerima kekalahan harus berdoa agar ikhlas menerima kenyataan yang pasti terjadi, karena kemungkinannya hanya ada dua, “MENANG” atau “KALAH.”
Berikut 3 alasan mengapa warga DKI harus berpartisipasi dalam memilih kepala daerah:
1. BerTuhan dan Bersatu
Sebagai warga negara yang tahu diri, sudah seharusnya kita ikut dalam perjuangan bangsa Indonesia. Perjuangan yang mana? Perjuangan dalam melawan penjajah yang masih menggerogoti bangsa Indonesia setelah Kemerdekaan dari negara kolonial. Penjajah yang tiada lain adalah kemiskinan, buta huruf, diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), Narkotika dan Terorisme. Semua musuh negara ini merupakan hal yang harus diperangi dan dihancurkan.