Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menjawab Polemik Perpanjangan Jabatan Kapolri di Hadapan Aturan Abu-abu

12 Juni 2016   16:50 Diperbarui: 14 Juni 2016   08:05 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenderal (Pol) Badrodin Haiti usai dilantik sebagai Kapolri di Istana Negara, Jumat (17/4/2015). Dokumen Setkab

"Dunia politik adalah dunianya dewa-dewa langit yang tak menentu dan kadang tak dimengerti oleh awam pengikutnya. Berbagai permasalahan yang hanya didiskusikan oleh para dewa menjadikan manusia hanya mampu menebak-nebak karena memang bukan untuknya. Lewat dimensi lain yang hanya beda kamar, tugas para dewa adalah mensejahterakan kehidupan dunia manusia yang ada di luar  kamarnya. Pekerjaan dan proyek yang dilakukan oleh dewa hanya bisa diketahui setelah buah dihasilkan. Oh... itu rupanya yang selama ini dikerjakan para dewa kita di dalam kamar, betapa tak mampu diselami arah pikirnya"

***

"Trunojoyo heboh, media massa gencar sana-sini, elit banteng ngotot, dewa langit geleng-geleng, kepolisian berkubu-kubu, Yang terhormat menafsir-nafsir dan carut marut yang akan segera berlalu ini gara-gara ketidaksempurnaan beberapa pasal yang akhirnya menjadi celah dan berwarna abu-abu"

Setelah setahun lebih ini bekerja, memang dapat dikatakan Jendral Badrodin berhasil mengatasi masalah-masalah keamanan. Publik menilai sendiri kinerja Bapak Badrodin ini.

Kepada Bapak Jendral, kegiatan politik besar-besaran dilebih dari 300 daerah dalam rangka pemilihan kepala daerah pada Desember 2015 lalu dapat diacungi dua jempol. Aman terkendali pak dan berjalan tanpa gejolak, meskipun pada awal tahun 2016 terjadi teror bom di dekat jantung kekuasaan RI, untung tidak sampai Istana yakni di Jl Thamrin, Jakarta Pusat. Istilahnya kecolongan gitu. Catatan lainnya mengenai kinerja Kepolisian masih banyak, dari yang baik sampai yang dapat dibilang bobrok tidak di uraikan dalam tulisan ini.

Dunia Kepolisian RI Memasuki Babak Baru 

Kabar rencana perpanjangan tugas Jendral Badrodin Haiti dari Istana sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) menyulut pro dan kontra.

Sebagian berpendapat bahwa perpanjangan tugas Badrodin itu tidak melanggar undang-undang dan didapati bahwa kinerja Badrodin selama ini sudah bagus. Sebagian lagi menentang karena dinilai menghambat regenerasi di tubuh Kepolisian. Yang mana yang benar?

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Jendral Badrodin telah memimpin Polri sejak awal 2015 dan pada akhir Juli nanti (beberapa minggu mendatang) beliau telah masuk dalam usia pensiunnya sehingga harus mengakhiri profesinya sebagai anggota aktif Kepolisian begitu juga dengan jabatannya sebagai Kepala Polri harus beliau tanggalkan pada saat itu juga.

Sebaliknya apabila Istana masih menghendaki dan dengan persetujuan yang terhormat maka Jendral Badrodin akan kembali bertugas.

Siapa yang harus dicalonkan? Pertanyaan yang sampai saat ini belum dapat dijawab karena pasti akan menyulut api, biarkan dulu suasana tenang dan stabil terkendali.

Daripada sibuk memikirkan siapa calon Kapolri itu, ada beberapa hal yang sangat menjadi perhatian kita semua. Ya, aturan mengenai Jabatan Kapolri yang menimbulkan perdebatan.

Indonesia adalah negara hukum itu pasti, yang tidak pasti adalah warna abu-abu pada hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum yang artinya segala usaha dalam penyelenggaraan kebijakan dan ketatanegaraan harus berdasar dan berlandaskan hukum. Kepolisian RI diatur dalam Undang-undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian (UU Kepolisian).

Penulis mencoba mendekati inti-inti permasalahan ini, tafsir-menafsir saya suka, saya suka...

1. Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian RI

Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian adalah 58 tahun dan bisa diperpanjang sampai 60 tahun untuk anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan Kepolisian (Pasal 30 ayat (2) UU Kepolisian)

Memang Undang-Undang tidak menyebutkan bahwa yang diperpanjang adalah masa jabatan Kapolri, Undang-undang hanya menyebutkan bahwa yang diperpanjang adalah usia pensiun (anggota Kepolisian). Dengan dasar ini, pihak-pihak yang kontra berargumen bahwa masa jabatan Kepala Kepolisian tidak bisa diperpanjang, kalau masa keanggotaan Kepolisian bisa.

Menurut penulis bisa saja usia pensiun Badrodin diperpanjang sampai 60 tahun. Dengan diperpanjangnya masa pensiun Badrodin maka status beliau akan kembali menjadi anggota aktif Kepolisian. Dengan statusnya yang adalah anggota aktif maka beliau bisa kembali melanjutkan masa jabatannya sebagai Kepala Kepolisian apabila masih ditunjuk dan disetujui. Karena Jabatan Kapolri adalah hak prerogatif Presiden yang diajukan kepada DPR untuk disetujui. Jikalau keduanya setuju terus mau apa?

Lagi pula tidak ada yang salah dalam menjalankan Undang-undang. Undang-undang tidak mengatakan bahwa tidak boleh pada umur 58 tahun ke atas atau pada kondisi masa aktif keanggotaan Kepolisian yang sedang diperpanjang tidak boleh menjabat menduduki sebagai Kepala Kepolisian. Undang-undang tidak mengatur hal itu berarti boleh-boleh saja, Undang-undang pun tidak melarang berarti lebih boleh lagi, namanya juga politik. Kecuali Undang-undang melarang baru tidak boleh. Menurut hemat penulis demikian.

2. Kewenangan memperpanjang masa jabatan Kepala Polri

Undang-undang hanya mengatur tentang pemberhentian dan pengangkatan Kepala Kepolisian RI oleh Presiden (Pasal 11 UU Kepolisian) Tidak mengatur sama sekali boleh tidaknya Presiden memperpanjang jabatan Kepala Kepolisian RI.

Kembali masyarakat dihadapkan pada sebuah aturan abu-abu. Membuat bingung masyarakat awam yang menyimak apa yang terjadi sesungguhnya sehingga tafsir-tafsir pun kadang tidak tepat sasaran maksud aturan itu dibuat, manfaatnya pun kabur. Para akademisi dan mahasiswa hukum pun kadang ada yang dibuat bingung.

Memang aturan spesifik belum di atur, Undang-undang hanya mengatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kepala Kepolisian. Untuk wewenang memperpanjang masa jabatan Kapolri ini tidak dijelaskan siapa yang berwenang, sehingga tafsir-menafsir pun dilakukan. Bagi yang kontra berargumen bahwa Presiden tidak punya wewenang untuk memperpanjang masa jabatan Kapolri karena Undang-undang tidak memberikan wewenang itu. Tapi apakah Undang-undang melarang? Jawabannya juga tidak. Undang-undang tidak mengatur dan juga tidak melarang.

Menurut penulis, Presiden sebagai Kepala Pemerintah sekaligus Kepala Negara punya wewenang ini. Karena Presiden adalah jabatan yang untuk memperolehnya harus memperoleh suara mayoritas penduduk se-Indonesia dalam pemilu Presiden-Wakil Presiden. Presiden dalam hal ini punya pengaruh dalam memilih dan mengambil kebijakan politik karena Presiden dipilih mayoritas rakyat se-Indonesia, suka tidak suka mayoritas memilih dia, jadi Presiden juga representasi dari rakyat dalam kapasitasnya sebagai eksekutif. Kalau bukan Presiden siapa lagi yang lebih layak?

Kepolisian RI berada di bawah Presiden (Pasal 8 ayat (1) UU Kepolisian). Pasal ini menyebutkan bahwa Polri berada di bawah Presiden, bukan di bawah DPR, bukan pula di bawah partai politik atau sebagainya tapi di bawah Presiden. 

Kepolisian RI dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 8 ayat (2) UU Kepolisian). Dalam penjelasannya menyebutkan bahwa Kepolisian RI bertanggung jawab kepada Presiden baik dalam fungsi Kepolisian preventif dan represif yustisial.

Logika kedua ayat di atas menurut penulis adalah Kepolisian RI bertanggung jawab hanya kepada Presiden, tidak kepada pihak lain. Presiden punya wewenang melebihi semua Lembaga Tinggi Negara lainnya untuk soal Kepolisian.

Undang-undang tidak menyebutkan wewenang itu dan tidak melarang Presiden untuk memperpanjang masa jabatan Kapolri. Artinya Presiden boleh melakukan/memperpanjang masa jabatan Kapolri. Hemat penulis demikian.

3. Pemberhentian anggota Kepolisian RI

Batas usia pensiun anggota Kepolisian RI bisa diperpanjang dengan syarat punya keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas Kepolisian RI (Pasal 4 ayat (2) PP No.1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian) 

Keahlian itu meliputi:

  • Identifikasi 
  • Laboratorium forensik
  • Komunikasi elektronik
  • Sandi 
  • Penjinak bahan peledak
  • Kedokteran kehakiman
  • Pawang hewan
  • Penyidik kejahatan tertentu 
  • Navigasi laut atau penerbangan

Menurut penulis, Badrodin telah memiliki salah satu dari keahlian khusus di atas bahkan mungkin lebih.

Akan sangat kontradiksi bila ada yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki salah satu dari keahlian tersebut di atas, mengapa? Ketentuan Undang-undang itu memang untuk teknis di lapangan, misalnya saja perwira Laboratorium forensik. Perwira itu kan memiliki atasan, Kepala bagiannya. Apakah Kepala bagian ini tidak masuk kriteria punya keahlian khusus? Bukankah kepala bagian ini yang juga bertanggung jawab? Tafsiran memang bermacam-macam, tapi menurut penulis akan sangat kontradiktif apabila seorang calon Kapolri tidak memiliki salah satu dari keahlian khusus yang telah disebutkan. Apalagi beliau seorang Kapolri.

Senioritas (tahun masuk akpol/angkatan dan umur)

Undang-undang Kepolisian menyatakan bahwa calon Kapolri adalah Perwira Tinggi aktif dengan memperhatikan "jenjang kepangkatan" dan "karir" (Pasal 11 ayat (6) dan (7)).

Dalam penjelasan dikatakan "jenjang kepangkatan" adalah prinsip senioritas bahwa calon Kapolri adalah pangkat tertinggi di bawah Jendral (Komisaris Jendral). Sedangkan "jenjang karir" adalah pengalaman penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau dalam berbagai macam jabatan di Kepolisian.

Semua setuju bahwa syarat dasar untuk menjadi calon Kapolri adalah Perwira Tinggi (Komisaris Jendral) dengan status masih keanggotaan Kepolisian aktif. Menjadi permasalahan adalah jika sangat mengaitkan senioritas (tahun masuk akpol/angkatan dan umur)

Regenerasi Kapolri harusnya melampaui senioritas (tahun masuk akpol/angkatan dan umur) itu sendiri, karena bangsa Indonesia bukan lagi bangsa dengan mental inlander, semua sudah diberi kebebasan berdemokrasi.

Senior dan junior apalah artinya bila ternyata yang junior didapati lebih bersih dan lebih berintegritas? Lebih memilih A karena tahun masuk akpolnya lebih duluan atau lebih memilih B karena kerjaannya beres padahal tahun masuk akpolnya belakangan? Apakah esensi? Pangkat sama-sama sudah bintang tiga (Ini namanya teori senioritas melawan teori kualifikasi).

Untuk pangkat Komisaris Jendral menurut hemat penulis tidak perlu diragukan lagi, pasti siap untuk memimpin Kepolisian RI apalagi dengan pengalaman pernah memimpin Kepolisian Daerah tingkat A (pulau Jawa)

Jendral bintang tiga tidak hanya satu di pulau Jawa. Mengapa harus ngotot itu itu terus... Nampak sekali ada kepentingan lain? Kepentingan apa sih sampai segitunya? Buat penasaran publik saja. Kalau wajar-wajar saja biarkanlah yang lain memimpin atau situ kembali jadi Wakapolri? Kerja sama pun tidak buruk.

Penulis tidak membela dan mendukung pak Jendral manapun dalam tulisan ini. Independen saja, mengapa harus pusing? Presiden yang punya hak, Presiden bebas mau pilih siapa, "siapa saya?"

Hanya saat ini yang menjadi urgent adalah calon Kapolri haruslah seorang yang taat dan setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar'45. Tidak pernah terjerat perkara hukum atau setidaknya paling bersih dari semuanya. Tidak membawa kepentingan elit manapun, partai, golongan dan kelompok dan tidak untuk mengamankan sesuatu posisi dan status. Yang paling utama haruslah yang mengerti dan memahami betul visi dan misi Polri agar tidak malu-maluin, lebih parah lagi bila sesat dan bingung setelah menjabat, akhirnya berbagai pelarian pun ditempuh, narkoba dicoba (mirip Bupati mana gitu)

Kekayaan dan kehormatan adalah bonus yang mengikuti, jadikan jabatan dan profesi  sebagai berkah bagi banyak orang. Agar jalan menjadi lapang menuju surga.

Jangan kehilangan fokus, fungsi utama Kepolisian ada di pasal 14 UU Kepolisian, yaitu:

  1. Menjaga keamanan dan memelihara ketertiban masyarakat 
  2. Menegakkan hukum
  3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

Serahkan semua pada Presiden kita

Jokowi tidak perlu ragu mencoret nama-nama Jendral bintang tiga yang secara administratif layak tapi ke depan akan membebaninya secara politis, terutama jika Perwira Tinggi itu pernah tersangkut perkara hukum. Jokowi harus bebas dari kondisi yang jelas akan menyanderanya oleh kepentingan sejumlah elit partai politik yang hendak menyukseskan Jendral tertentu demi kepentingannya. Jokowi tidak boleh lupa pada calon yang pernah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan bagi Jendral yang pernah melakukan kriminalisasi sebaiknya juga dicoret.

"Siapapun calon nya kami sebagai rakyat akan terima, asalkan dapat dipertanggungjawabkan. Kami rakyat serahkan semuanya kepada bapak Presiden... Kerja kerja kerja"

 

Tulisan ini sebagai bentuk kepedulian rakyat yang menginginkan Kepolisian RI menjadi garda terdepan negara dalam memberi rasa aman, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayoman dan memberi pelayanan yang prima serta tidak cacat. Bukan sebaliknya...

Salam regenerasi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun