#
Pada segelondong gamang
aku mendengar desir empedu tentang tepi hatimu
yang tak menyisakan ruang untukku
Adakah setitik liang agar cairan asaku
menderus relungmu
Adakah iga-iga kering yang bisa kupanjat
Untuk meniup fibra jantungmu
Adakah air kolagen yang memandikan tulangku
Agar cukup kuat meraihmu
Lalu menyematkanmu pada bingkai hidupku
#
Ilalang malang melayang-layang ke belakang tubuhmu
Dan kau masih saja berjalan menyusur gang-gang mimpimu
Lalu saat berdiri sejajar tiang di atas bukit bawang,
Dari bawah aku melihat sisa-sisa kenangan berhamburan
Bersama serbuk-sebuk kuning yang mencari sang putik
Memeluk angin
#
Turunlah,dik
dari balik bukitmu
Meski aku tak mengenal letih
menanti paras yang tak remaja lagi
pun sampai beribu awan memerah jingga
#
kalau kau hendak menatap turunmu
kuncup-kuncup tulip bermekaran
atau pucuk hibiskus mengelus sayu
lalu mahkota kembang merak akan kusematkan
tepat di kepalamu
pertanda kau menyahutku
ketika nadi ini menyapa limfamu
dan nadi kita menyatu menjadi aorta lalu bermuara ria
mengaliri delta-delta pembuluh
menuju dermaga yang sama
.
Bandarlampung, April 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H