Mohon tunggu...
Hendry Sianturi
Hendry Sianturi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang miskin wawasan.\r\n"corgito, ergo sum; Aku berpikir maka aku ada"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tiga Gadis Pianis Menghipnotis Jakarta

28 April 2014   07:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga gadis remaja, menyayat indera pendengaran ratusan penonton di gedung teater kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta (27/04). Jemari mereka menari-nari di atas tuts Steinway & Son hitam, di antara pancaran sorot lampu panggung. Mereka berhasil membuat jiwa-jiwa luruh sejenak.

Pertunjukkan itu berjudul The Sound of Clavier yang dibawakan oleh Clavier Music Academy. Dengan sentuhan artistik yang syahdu, Henoch Kristanto sebagai Artistic Director, mampu menampilkan pertunjukkan selama satu setengah jam dengan apik, tanpa menjenuhkan.

Acara dimulai sekitar jam 4 sore. Alunan harmoni piano Josephine Alexandra mulai menggema. Baju terusan merah yang dikenakannya saat itu tampak sederhana menutup badan hingga lututnya, sehingga sepatu bot hitamnya terlihat mencolok. Apalagi saat berjalan terdengar ketuk-ketuk lantai panggung.

Sisi kanan rambut gelombangnya melekat penjepit rambut dan ikat rambut di belakang, menyimpul rambutnya. Remaja berkcamata ini memainkan instrument pertamanya berjudul Prelude and Fugue No.19 in A Major BWW 888 karya J. S. Bach. Mukanya minim eskpresi. Baru saat nada tinggi dan nada rendah raut wajahnya berubah. Mungkin karena terlalu mengikuti harmonisasi instrumen. Namun, tak ada wajah penonton yang berkedip saat itu, bahkan tak sempat untuk sekedar mengusap pipi dingin karena AC gedung. Gadis kelahiran 2001 ini berhasil menghipnotis para penonton di tengah kegelapan.

Gbr.1:  Josephine Alexandra
my doc.

Selanjutnya, Hanna Anindita. Gadis imut yang juga lahir tahun 2001 ini, tampak dewasa ketika mengenakan gaun merah jambu. Jari-jarinya asyik saja melompat-lompat dari pangkal sampai ujung tuts Steinway & Sons. Kacamata gagang merah sangat jelas karena rambut belakang terikat rapi. Lagu instrumen Etude Op.25, No.12 (ocean) menjadi instrument pertamanya. Instrumen karya F. Chopin itu seirama dengan gaunnya yang tipis, meliuk-liuk, menutup mata kaki. Sepasang sepatu hak pendek corak emas bergoyang-goyang dan pinggulnya yang gemuk masih nyaman di bangku sofa tanpa sandaran.

Habis Hanna dilanjutkan dengan Angelica Liviana. Wajahnya terhapit geraian rambut panjangnya yang hitam. Ada sebatang kep yang terselip di rambut belakang, sehingga tak seluruh rambutnya menjulur ke depan meskipun kepalanya meliak-liuk, mengikuti alunan tuts-tuts piano yang dimainkannya. Instrument pertamnya pada pertunjukkan itu adalah Sonata no.17. Op.31,no 2 in D minor (tempest) karya L.V.Beethoven

Saat tu pakaiannya anggun. Baju terusan merah jambu. Ada juga manik-manik melingkar di pinggangnya. Saat tertangkap lampu panggung, tampak cahaya memantul bak berlian.

Steinway & Sons itu menyatu dengan jiwanya dan instrumen itu. Suara hardik bangku oleh ulah penonton, tak mempengaruhi jari-jari Angelica memainkan piano hitam itu.

1398620751442480064
1398620751442480064
Gbr. 2: Penyerahan bunga kepada 3 Pianis (dari kanan ke kiri: Josephine Alexandra, Hanna Anindita, Angelica Liviana dan Henoch Kristianto)
My doc.

Tujuan kegiatan yang diadakan oleh Clavier Music Academy (CMA) ini merupakan rangkaian ujian kenaikan tingkat dari ketiga pianis muda ini. CMA adalah sekolah music yang berdiri tahun 2004 yang memiliki motto "Cultivating the Process of Music Learning and Refining the Art of Music Performance".  Dengan show ini CMA membuktian bahwa  akademi musik ini berhasil mengembangkan potensi seni musik sejak dini khususnya dalam bidang piano.

Adapun Josephine membawa 3 instrumen, yaitu: Prelude and Figure No.19 in A major BMW 888 karya J.S.bach, Etude OP.10, No.12 karya F. Chopin, Danzas Argentinas, OP.2, No.2: Danza de la Moza Donosa karya A. Ginastera.

Hanna Anindita sendiri membawa 4 judul instrument, yaitu: Little Variations karya A. Sukarlan, Etude OP.25 No. 12 karya F. Chopin, Rondo Capriccioso OP.14 in E Major karya F. Mendelssohn, dan Prelude from Suite Bergamasque karya C. Debussy.

Sedangkan Angelica Liviana membawa cukup banyak judul instrument. Remaja yang juga mengajar di Clavier Academy ini setidaknya memainkan instrument, Sonata No.17 OP.31 dan No.2 in D Minor karya Beethoven, Concert Etude No.3 in D-flat Major karya F. Liszt serta Partita no.5 in G Major BWW 829 karya J.S.Bach.

Selain alunan yang indah, kecepatan tangan-tangan gadis remaja ini patut diapresiasi. Tentunya ini bukan seperti sulap. Mereka sudah melewati proses latihan yang panjang dan konsisten. Selain itu, mereka telah mendapat dukungan yang tinggi khususnya dari keluarga. Permasalahannya sekarang, apakah setiap keluarga akan merelakan buah hatinya menjadi pianis? Apalagi di Indonesia, paradigma masyarakat terhadap musisi seakan hanya profesi sekunder yang tak menjanjikan kesejahteraan hidup. Paling tidak, tiga pianis remaja ini, telah membuktikan bahwa kebahagian hidup bukan pada kenikmatan materi. Lebih penting lagi adalah, bagaimana kita bisa melakukan sesuatu yang kita senangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun