Adalah Rais Hi. Abdul Aziz, seorang fasilitator sebuah program pemberdayaan masyarakat yang pada masa itu bernama Program Pengembangan Kecamatan (PPK. Ia tak mudah menyerah dan tetap memfasilitasi masyarakat desa dampingannya meski bekerja di desa-desa kepulauan dengan kondisi geografis yang sulit dan minim transportasi.
Rais Hi. Abdul Aziz ditugaskan di Kecamatan Mangoli Barat pada tahun 2005. Mangoli Barat adalah satu dari enam kecamatan di wilayah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Pusat kecamatannya adalah Desa Dofa, yang berjarak 66,6 mile (107 km) dari Sanana ibukota kabupaten, yang dapat ditempuh menggunakan kapal laut selama 4 jam perjalanan dan 16 jam perjalanan dari Ternate ibukota Provinsi Maluku Utara.
Rais Hi. Abd. Aziz menuturkan, sebelum dimekarkan menjadi 2 kecamatan, Kecamatan Mangoli Barat bernama Taliabu Timur yang terdiri dari 22 desa yang tersebar di sepanjang pesisir Mangoli dan Pulau Taliabu. Delapan desa terdapat di Pulau Taliabu dan 14 desa tersebar di Pulau Mangoli. Kecamatan Taliabu Timur resmi dimekarkan tanggal 2 Mei 2002 menjadi 2 kecamatan yaitu; Kecamatan Taliabu Timur dan Kecamatan Mangoli Barat. Kecamatan Taliabu Timur terdiri dari 8 desa yaitu desa Loseng, Kabunu, Kawadang, Fotan, Waikadai, Samuya, Parigi dengan pusat kecamatannya Desa Loseng. Sementara Kecamatan Mangoli Barat terdiri 14 desa yaitu Desa Dofa, Wailab, Kaporo, Waikafia, Auponhia, Buya, Pelita, Pas Ipa, Lekokadai, Lekosula Pastabulu, Falabisahaya, Modapuhi dan Modapia, dengan pusat kecamatannya adalah Desa Dofa.
Sebagian besar desa-desa itu minim sarana prasarana dasar, baik sarana transportasi, air bersih, kesehatan maupun pendidikan. Akses antar desa sebagian besar menggunakan transportasi laut. Tak ada transportasi regular ke desa, yang ada hanya longboat sewaan. Faktor ini juga yang mendasari Kecamatan Taliabu Timur dan Mangoli Barat menjadi lokasi sasaran PPK, sebuah program pembangunan kewilayahan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, yang merupakan program kerjasama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selama difasilitasi PPK, warga desa pesisir Mangoli dan Taliabu telah membangun sejumlah sarana prasarana dasar desa seperti pembangunan pos kesehatan desa, rehabilitasi gedung sekolah, tambatan perahu, sarana air bersih dan sanitasi lingkungan. Para kader dan kelompok masyarakat juga memperoleh berbagai pelatihan mengenai perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan, pemantauan serta pelestarian hasil pembangunan. PPK juga memberikan pinjaman modal untuk kegiatan simpan pinjam dan usaha ekonomi produktif bagi kelompok masyarakat, semua kegiatan tersebut dikelola secara partisipatif.
-----------------
Diantara Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli terdapat sebuah selat, namanya selat “Capalulu”. Menurut warga setempat, selat ini punya pusaran air berarus deras yang sering memakan korban menenggelamkan kapal milik perusahaan kayu yang beroperasi di wilayah ini. Masih menurut warga, hingga sekarang tak satupun bangkai kapal yang naas itu ditemukan.
“Wilayah kepulauan ini memiliki 2 musim. Masyarakat setempat menyebutnya musim Selatan dan musim Utara. Jika salah satu musim ini tiba, gelombang dan ombak besar menjadi pemandangan yang sungguh manakutkan”, jelas Rais
Awal ia bertugas di Mangoli Barat, pelaksanaan PPK ketika itu bertepatan dengan kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan di 5 desa bagian Selatan Mangoli. Sebagai fasilitator, Rais Hi. Abd. Aziz bersama dua rekannya Ruslan Duwila dan Lutfi Saomoe bertugas memfasilitasi kegiatan itu. Setelah menyiapkan semua kebutuhan yang diperlukan selama berada di desa-desa yang akan difasilitasi, berangkatlah mereka bertiga menumpangi longboatsewaan.
“Meski berisiko, kami hanya bisa berharap sambil berdoa agar kami selamat sampai ke desa tujuan”
Ketika sampai di desa yang dituju, longboat yang ditumpangi tak bisa menepi karena gelombang dan ombak terlalu tinggi. Kondisi ini membuat mereka menunggu sambil berharap gelombang laut tenang.
“Kami menunggu sejenak, berharap laut akan tenang. Namun setelah lebih satu jam menunggu, malah gelombang semakin tinggi”
Khawatir karena sore mulai beranjak, akhirnya mereka bertiga melompat dan berenang sekuat tenaga menggapai bibir pantai.
“Kami putuskan untuk melompat dan berenang ke pantai, jika tetap di longboatbisalebih berisiko lagi, karena hari semakin gelap, gelombang laut dan ombak yang tinggi bisa membalikkan boat kami”
Sungguh luar biasa. Mereka mempertaruhkan nyawa berenang melawan gelombang yang siap menenggelamkannya. Manun gelombang besar itu ternyata tak menyurutkan semangat mereka untuk hadir di tengah masyarakat desa, mendampingi dan bekerja bersama di desa-desa pesisir itu.
“Ombak dan gelombang besar itu kadang juga membuat kami takut. Tapi kami berusaha untuk hadir ditengah masyarakat, memfasilitasi dan bekerja bersama mereka”
Begitulah hari-hari yang dilalui Rais bersama rekannya, setiapkali berkunjung ke desa-desa bagian Selatan Pulau Mangoli dan Pulau Taliabu, gelombang dan ombak besar itu kerap menghadang perjalanannya.
Sejak beberapa bulan yang lalu, Rais Hi Abd. Aziz tingal sendiri. Ia tidak lagi ditemani 2 rekannya itu, karena tidak tahan dengan kondisi geografis wilayah kepulauan ini Ruslan Duwila mengundurkan diri, sementara Lutfi Saomoe direlokasi ke kecamatan lain.
Kesendirian ditinggal 2 rekannya itu tidak membuat Rais berputus asa. Secara berkala bersama pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Mangoli Barat, ia tetap memfasilitasi masyarakat di desa-desa pesisir itu. UPK adalah unit kerja yang pengurusnya dipilih oleh masyarakat yang bertanggungjawab mengelola kegiatan PPK di tingkat kecamatan.
-----------------
Tidak mudah mencapai kedua desa ini. jika mengunakan jalur yang paling cepat adalah melalui Selat Capalulu, namun sangat berisiko. Sementara jalan alternatif yang aman melalui Desa Modapia tapi perjalanan lebih jauh dan waktunya lebih lama. Akhirnya Rais Hi.Abd Aziz dkk memutuskan menempuh jalan lebih aman melalui Desa Modapia meski lebih jauh.
Sesampai di Modapia, dari warga setempat mereka dapat informasi bahwa perjalanan ke Desa Wailab hanya bisa ditempuh berjalan kaki, menelusuri sungai, gunung dan hutan belantara, jaraknya sekitar 27 km, sekitar 9 jam perjalanan menembus arah Selatan Pulau Mangoli. Karena jalan yang ditempuh cukup jauh dengan medan yang sulit, mereka bersepakat berempat hanya Rais H. Abd Aziz dan A. Rahman Umaternate (sekretaris UPK) saja yang melanjutkan perjalanan ke Desa Wailab. Sementara Jahra Umaternate (ketua) dan Mulyati Batho (bendahara) bermalam di Desa Modapia.
------------------
Tak ada yang tahu, bahwa Rais dan Rahman membawa uang ratusan juta rupiah. Uang itu adalah dana PPK yang harus disalurkan untuk pembangunan Desa Wailab dan Waikafa. Rahman membungkusnya dengan kantong plastik hitam mirip bungkusan nasi bekal mereka diperjalanan dan disimpan dalam tas miliknya. Bisa dibayangkan jika ada yang tahu, bisa-bisa nyawa mereka taruhannya.
Berbekal secarik kertas berisi coretan peta penunjuk jalan yang dibuat warga Modapia menjadi pemandu mereka di perjalanan. Ditengah perjalanan, Rais selalu merasa was-was karena khawatir kalau-kalau mereka dihadang orang yang hendak merampas uang yang mereka bawa. Beberapakali mereka tersesat karena jalan setapak yang ditunjukkan dalam peta itu tertutup rumput dan belukar. Disaat lelah karena berjalan berjam-jam, merekapun istirahat sejenak dan segera melanjutkan perjalanan setelah rasa penat berangsur hilang, jika tidak mereka bisa bermalam di tengah hutan.
Sekitar pukul 17.10 WIT sampailah mereka di Desa Wailab. Karena Fasilitator Desa (FD) dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) tidak berada di desa, merekapun pamit pada warga melanjutkan perjalanan menuju Desa Waikafia dan berpesan esok hari mereka kembali ke Desa Wailab.
------------------
Di balai desa Waikafia warga telah berkumpul. Tampak laki-laki, wanita, tua-muda antusias menghadiri pertemuan itu. Tepat pukul 20.00 WIT pertemuan yang dihadiri FD, TPK serta perangkat desa yang membahas persiapan pelaksanaan pembangunan di desa itu dimulai dan dilanjutkan dengan penyaluran dana PPK kepada TPK desa. Pertemuan berakhir pukul 21.45 WIT.
Rais dan Rahman tak menyangka, di luar balai Desa Waikafia ternyata FD, TPK dan beberapa pemuda Desa Wailab telah menunggunya. Mereka bermaksud menjemput Rais dan Rahman agar malam itu juga kembali ke Desa Wailab memfasilitasi persiapan pelaksanaan kegiatan di desa mereka. Tak terlihat raut muka kelelahan meski seharian berjalan, Rais tetap tersenyum dan menyanggupinya. Tak lama, merekapun berpamitan berangkat menuju Desa Wailab.
Jarum jam menunjukkan pukul 23.20 WIT. Sudah larut memang. Balai desa Wailab sepi, hanya beberapa warga saja yang terlihat. Berulangkali Kepala Desa mengumumkan melalui pengeras suara mesjid, namun belum ada juga warga yang datang. Rais melihat kea rah sudut balai desa. Ada televisi dan VCD player, ia tak hilang akal. Iapun mengeluarkan sebuah CD film berjudul “Bangkit Untuk Esok Yang Cerah” dari dalam tas lusuhnya. Lalu meminta FD memutar film itu.
“Pak tolong diputar film ini, mudah-mudan bisa menarik perhatian warga untuk datang ke sini”
Benar, tak lama warga mulai berdatangan. Balai desa pun penuh sesak oleh warga yang menyaksikan film yang diputar itu. Lalu Rais pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Saat itu ia menyampaikan tujuan pertemuan diadakan dan meminta izin untuk mematikan film sementara waktu.
“Bapak-bapak dan Ibu-ibu, kami ke sini dalam rangka membantu bapak-bapak dan ibu-ibu mempersiapkan rencana pembangunan pos kesehatan desa kita. Sekaligus membicarakan pengelolaannya. Nantinya kita juga minta bantu puskesmas untuk petugasnya. Diakhir pertemuan nanti pengurus UPK menyerahkan dana PPK untuk pembangunannya”
Pertemuan itupun berjalan lancar. Selain membahas persiapan warga sebelum melaksanakan pembangunan, juga dilakukan penyerahan dana PPK untuk pembangunan desa oleh UPK kepada TPK desa. Rais juga menjelaskan penggunaan dana pembangunan itu harus sesuai rencana, didukung bukti pengeluaran dan disampaikan kepada warga secara berkala melalui musyawarah desa serta dipasang di papan informasi desa. (bersambung)
------------------
Rais yang rela berkorban tenaga, pikiran dan waktunya untuk menumbuhkan keberdayaan masyarakat dampingannya meski dihadapkan dengan kondisi geografis wilayah kepulauan yang sulit merupakan sebuah bentuk dedikasinya sebagai fasilitator. Dedikasi adalah suatu pengorbanan pikiran, tenaga, dan waktu demi keberhasilan suatu usaha yang memiliki tujuan mulia (Toto : 2014).
Semoga penggalan kisah usang fasilitator ini dapat mengingatkan kita tentang arti sebuah dedikasi dari profesi yang kita sandang.
(sumber: catatan lapangan Juli 2005)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI