Misirin, meski gerakannya lambat, tapi masih bisa berinteraksi dengan baik. Sebaliknya Asmujiono, meski bergerak lebih cepat, tapi gerakannya sudah menyerupai zombie dan kesadarannya seperti berada jauh di dalam lubuk hatinya.
Sedangkan Iwan, gerakannya lambat dan koordinasinya mulai goyah, tapi mentalnya masih berfungsi dengan baik. Dari ketiganya, saya pikir Misirin adalah yang paling mungkin berhasil mencapai puncak.
Karena kemerosotan mental Asmujiono yang semakin mengkhawatirkan, saya lalu minta Dr. Vinogradski untuk mengawalnya. Saya minta dia untuk secara medis terus mengawasi kondisi Asmujiono.
Bashkirov dan Misirin berjalan paling depan, saya bersama Iwan mengikuti dan paling belakang adalah Asmujiono yang terus dikawal Dr. Vinogradski.
Saya tahu ketiga pendaki ini semuanya ingin mencapai puncak. Tapi - demi suksesnya ekspedisi dan keselamatan team - satu pendaki saja yang akan saya pandu hingga puncak, yang lain kembali turun. Saya akan putuskan siapa yang ke puncak setelah sampai di bagian atas Hillary Step.
Kondisi punggungan menjelang Hillary Step ini terlihat berbeda dengan tahun lalu. Sekarang terlihat salju jauh lebih tebal, membuat jalur tampak seperti lebih curam.
Saat melewati jalur ini, Iwan salah menapakkan kaki dan hampir terjatuh, secara reflek meraih tali pengaman yang sudah usang untuk berpegangan. Ini jelas berbahaya.
Saya lalu menunjukkan cara menggunakan kapak es dengan benar. Di sini saya baru sadar bahwa saya sedang berhadapan dengan orang yang belum pernah melihat salju sampai 4 bulan yang lalu.
Sebenarnya kami sudah merencanakan pemasangan tali baru di bagian jalur ini, sehingga tidak perlu menggunakan kapak es saat melewatinya. Sekarang, saat anak muda pemberani ini berusaha untuk berdiri, saya harus memberikan kursus kilat teknik pemakaian kapak es. Perlahan, Iwan akhirnya bisa berdiri dan kembali ke jalur pendakian.