Karena keterbatasan waktu, program latihan akan langsung dilakukan di Pegunungan Himalaya. Musim dingin yang sebentar lagi tiba akan kami manfaatkan untuk latihan 'bertahan dalam kondisi udara sangat dingin disertai tiupan angin kuat untuk waktu yang lama'.
Ini merupakan uji ketahanan dan disiplin mental pertama untuk menghadapi kondisi sulit yang nanti akan dihadapi di Everest.
Latihan akan dilakukan di salah satu gunung Himalaya yang ketinggian puncaknya sekitar 6,000-an meter. Latihan akan segera dimulai pada 15 Desember.
Tiga puluh empat pendaki, terdiri dari personil militer dan non-militer, akan menjadi team awal. Semua personil non-militer mempunyai pengalaman mendaki, meski bukan sekelas Himalaya. Sedangkan personil militer, umumnya tidak memiliki pengalaman mendaki, tetapi secara fisik sangat bugar dan sangat disiplin.
Dari 34 pendaki ini, nantinya yang terbaik saja yang akan dipilih untuk team ekspedisi. Kami akan memakai kriteria aspek kesehatan, daya tahan, kemampuan dan sikap sebagai point utama dalam seleksi nanti.
Dalam program latihan, team dilatih untuk mengembangkan keterampilan teknis yang diperlukan, misalnya tali-temali, penggunaan tangga untuk menyeberang serta ketrampilan dasar pendakian di gunung es seperti pemakaian crampon, penggunaan kapak-es, ascender dan semacamnya.
Komunikasi adalah masalah besar saat pendakian saya pada musim semi yang lalu. Masalah yang gagal saya antisipasi sepenuhnya sampai semuanya sudah terlambat.
Saat itu bukan hanya kendala bahasa yang menjadi sumber frustrasi, tetapi sistem komunikasi radio juga tidak dipersiapkan dengan baik.
Kali ini, radio akan disediakan untuk setiap anggota team. Saya merekomendasikan supaya kami memiliki kontak radio langsung dari base camp ke pusat dukungan logistik di Kathmandu.
Saya juga meminta setiap hari kami mendapat laporan cuaca dari pusat layanan meteorologi dari bandara Kathmandu. Dalam hal ini koneksi militer ternyata sangat membantu. Pengaturan semua itu dibuat dengan bantuan Angkatan Darat Nepal di Kathmandu.
Petugas ekspedisi kami, Monty Sorongan, dapat berbicara bahasa Inggris dengan baik. Dia adalah kontak utama kami di Kathmandu. Tugas utamanya adalah mengkoordinasikan komunikasi antara team pendaki di gunung dengan layanan dukungan di Kathmandu.
Bahasa Inggris disepakati sebagai bahasa yang dipakai selama ekspedisi. Saya tidak ingin ada kesalah pahaman atau kesalahan lain yang tidak perlu, yang diakibatkan karena kendala bahasa.
Team Pelatih Rusia
Sebagai pimpinan team ekspedisi, saya menginginkan staf pelatih yang solid dan secara teknis dapat diandalkan. Selain itu, juga musti memiliki pengalaman serta paham mengenai dukungan medis dalam operasi penyelamatan di gunung.
Mereka harus dapat bekerja sama tanpa mengorbankan tingkat keahliannya. Kekuatan dan fleksibilitasnya dapat diandalkan, kalau perlu dapat bekerja di ketinggian tanpa bantuan oksigen serta bisa menghormati dan tidak membantah apapun pendapat serta keputusan saya dalam situasi kritis.
Satu hal lagi yang tidak kalah penting adalah, mereka harus dapat menjadi penyeimbang bagi kepribadian saya yang relatif cukup sulit.
Untuk itu semua, saya merekrut 2 pendaki gunung Rusia yang cukup tangguh, sarat pengalaman dan dihormati di komunitas pendaki, Dr. Evgeny Vinogradski dan Vladimir Bashkirov, sebagai staf pelatih dan pemandu team pendaki Indonesia.
Dr. Evgeny Vinogradski, 55 tahun, di masa mudanya pernah 7 kali juara panjat tebing nasional Uni Soviet. Punya pengalaman selama lebih dari 25 tahun sebagai instruktur pendakian sekaligus sebagai dokter olah raga. Pengalaman hebatnya ini membuat dirinya selalu dibutuhkan oleh team pendaki manapun.
Vinogradski pernah mendaki lebih dari 20 gunung dengan ketinggian di atas 7,000 m dan 8 gunung di atas 8,000 m. Dua kali mencapai puncak Everest, dengan salah satunya sebagai pemandu pribadi. Kami berdua juga pernah melakukan traverse di Kanchenjunga (8,586 m, tertinggi ke-tiga di dunia).
Sangat tenang dalam menghadapi situasi sulit dan punya selera humor yang baik. Saya selalu menganggap Vinogradski sebagai salah satu teman terbaik saya. Saya menjulukinya si Elang Tua.
Vladimir Bashkirov, berumur 45 tahun. Punya pengalaman lebih dari 15 tahun dalam pendakian di Pamir dan Kaukasus. Pengalaman Himalaya-nya adalah 6 kali mencapai puncak gunung dengan ketinggian di atas 8,000 meter. Dua kali diantaranya adalah puncak Everest.
Bashkirov adalah seorang yang pandai berdiplomasi, gaya bicaranya lembut dan mampu berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Saya akan sangat mengandalkan kepribadian dan keterampilan komunikasinya selama ekspedisi.
Selain itu, Bashkirov adalah seorang juru kamera dan pembuat film 'outdoor' terkemuka di Rusia. Selama ekspedisi nanti, dia akan mendokumentasikan seluruh kegiatan pendakian team Indonesia.
Teman lama saya Ang Tshering dari perusahaan pemandu Asian Trekking di Kathmandu, akan mempersiapkan semua keperluan logistik, termasuk menyediakan jasa para Sherpa untuk membantu dalam pendakian.
Kami beruntung karena Apa Sherpa, 37 tahun, termasuk dalam team Sherpa yang akan membantu kami. Apa Sherpa pernah 7 kali mencapai puncak Everest. Dia akan menjadi Sirdar atau 'komandan' Sherpa pendaki team Indonesia.
Para Sherpa ini nantinya akan menyiapkan semua keperluan logistik di base camp, pemasangan tali pengaman dan tangga-tangga aluminium di sepanjang Khumbu 'ice-fall', mempersiapkan tenda dan logistik di camp-1, 2, 3 dan 4, serta menyiapkan tabung oksigen tambahan saat 'summit push'.
Pembagian kerja ini, secara teori, akan membuat saya bisa lebih berkonsentrasi dengan pekerjaan sebagai pemandu team pendaki. Tanpa harus dibuat pusing dengan urusan logistik, pemasangan tali pengaman dan hal-hal semacam itu.
Selesai pertemuan dengan para penggagas ekspedisi, saya kemudian meninggalkan Jakarta menuju AS pada 6 Desember. Saya punya janji bertemu dokter di sana untuk pengobatan cedera yang saya alami beberapa bulan sebelumnya.
Program Latihan Dimulai
Sementara saya ke AS, Bashkirov dan Vinogradski yang akan mengawasi sesi latihan di Paldor Peak, Himalaya, yang dimulai pada 15 Desember.
Tiga puluh empat pendaki kemudian menjalani proses aklimatisasi selama 21 hari, dalam kondisi musim dingin bulan Desember di Nepal.
Kemudian 34 pendaki ini, yang beberapa diantaranya tidak mempunyai pengalaman pendakian, kami minta untuk mendaki ke puncak Paldor (5,896 m). Hasilnya, hanya 17 pendaki yang berhasil mencapai puncak.
10 Januari 1997, Ang Tshering, Bashkirov, Vinogradski dan saya mengadakan rapat untuk perencanaan pendakian dan seleksi anggota team. Bashkirov dan Vinogradski mengatakan bahwa dari 34 anggota team, sebaiknya hanya 17 pendaki yang sampai di puncak Paldor saja yang diseleksi lebih lanjut untuk team pendaki Everest. Saya sepenuhnya setuju dengan rekomendasi Bashkirov dan Vinogradski.
Selanjutnya kami membahas masalah peralatan pendakian. Dari pengamatan kami, ternyata tidak satupun anggota team yang mengenakan pakaian pendakian yang memadai. Sehingga, sekarang kami memerlukan peralatan dan pakaian pendakian baru untuk team secepatnya.
Monty Sorongan dan Kapten Rochadi, atase militer RI, langsung berangkat ke Salt Lake City, AS, untuk belanja peralatan dan pakaian pendakian sesuai dengan daftar kebutuhan yang sudah kami buat.
Simone Moro, pendaki Italia yang saya kenal baik, juga saya hubungi untuk minta bantuannya dalam pembelian sepatu gunung berkualitas terbaik. Saya minta team pendaki dibelikan sepatu gunung terbaik, karena saya ingin semuanya bisa pulang dengan jari kaki yang lengkap, tidak ada yang terkena 'frostbite'.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan perusahaan untuk membuat pakaian dan sepatu pendaki yang jauh lebih aman untuk menahan suhu ekstrem.
Saya melihat perbedaan yang bisa dibuat oleh peralatan dengan kualitas terbaik saat pendakian tahun lalu. Kami membutuhkan setiap margin keamanan untuk team ini.
Untungnya, koordinator ekspedisi sangat kooperatif dan selalu berusaha untuk memenuhi permintaan ataupun rekomendasi kami. Perlengkapan kami tiba di Kathmandu tepat waktu. Rencana keberangkatan ke base camp adalah 12 Maret, peralatan tiba 6 Maret.
Next : Program Latihan Kedua
** Terjemahan bebas dari 'The Return to Everest' yang dimuat dalam 'The Climb' karya Anatoli Boukreev dan Weston deWalt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H