Senin sore yang tenang pada bulan September 2012, di pinggiran kota Medellin - Kolumbia, sebuah sepeda motor berhenti di depan ‘grocery store’. Pengendaranya, dua orang lelaki, tetap duduk di sadel dengan mesin tetap menyala seolah menunggu seseorang.
Pintu ‘grocery store’ terbuka, seorang perempuan keluar dengan menjinjing tas belanjaan. Sontak lelaki yang membonceng mengeluarkan pistol, menembak dua kali ke arah perempuan tersebut, yang langsung roboh bersimbah darah, kemudian tancap gas pergi menghilang begitu saja.
Kepanikan segera terjadi. Orang-orang mengira telah terjadi perampokan. Beberapa pengunjung segera menghampiri dan berusaha menolong.
Menyadari perempuan tersebut telah meninggal, seorang penolong yang tampaknya mengenali wajah perempuan malang tersebut kemudian berlutut sambil menggumamkan doa. Dia tahu bahwa itu bukan perampokan. Itu adalah pembunuhan. Perempuan itu adalah Griselda Blanco, dia telah dibunuh oleh salah satu musuh bisnisnya.
Kolumbia tidak akan pernah bisa lepas dari nama Pablo Escobar, pemimpin kartel Medellin yang melegenda sekaligus penguasa bisnis narkoba yang mengontrol 80% jaringan pasar global kokain pada tahun 1980-an hingga awal 1990. Escobar tewas di tangan polisi khusus Kolumbia pada 2 Desember 1993, meninggalkan kekayaan belasan milyar dolar.
Selain Escobar, ada beberapa gembong narkoba lain yang juga berasal dari Kolumbia namun reputasi mereka tidak 'semendunia' Escobar. Salah satu diantaranya adalah Griselda Blanco. Keunikan Blanco adalah bahwa dia seorang perempuan. Perempuan yang menjadi bos kartel, dunia hitam penuh kekerasan yang didominasi laki-laki.
Blanco juga sering disebut sebagai pembuka jalan bagi 'kesuksesan' Escobar, meski pada akhirnya nanti keduanya justru saling bersaing. Saat Escobar masih berprofesi sebagai pencuri mobil di Medellin, Blanco sudah sukses dengan bisnis kokainnya di New York.
Blanco yang bernama lengkap Griselda Blanco Restrepo - yang di kalangan para pebisnis narkoba pada masanya dijuluki sebagai ‘La Madrina’ (‘The Godmother’ dalam bahasa Spanyol) ataupun ‘The Black Widow’ - sejak kecil ternyata sudah terbiasa hidup di lingkungan yang penuh dengan kekerasan.
Masa Kecil yang Suram
Lahir tahun 1943 dari kalangan bawah yang tinggal di permukiman kumuh Cartagena, wilayah utara Kolumbia, keluarganya pindah ke Medellin saat umurnya baru tiga tahun.
Tempat tinggal yang baru ternyata tidak membuat ekonomi keluarganya bertambah baik. Blanco dan keluarganya bahkan harus tinggal di Barrio Trinidad, daerah paling kumuh di Medellin. Lingkungan sosial yang tidak sehat itu membuat Blanco sudah terlibat kejahatan serius sejak masih remaja.
"Saat masih 11 tahun, Blanco dan geng remajanya sudah berani menculik anak tetangga mereka yang tergolong kaya dan minta uang tebusan" cerita Charles Cosby, bekas pacar Blanco. "Ketika orang tua si anak menolak memberi tebusan, Blanco menembak anak tersebut" ujarnya lagi.
Blanco ditangkap polisi dan - karena masih dibawah umur - dimasukkan panti rehabilitasi.
Teman masa remaja Blanco yang lain juga menceritakan bahwa sejak umur 13 tahun, Blanco sudah jarang pulang ke rumah dan beberapa kali ditangkap polisi karena mencopet. Umur 16 tahun, Blanco kabur dari rumah dan menghidupi dirinya dari mencopet dan menjajakan diri.
Perkawinan pertamanya dengan Carlos Trujillo, seorang penyelundup pekerja illegal ke AS, menghasilkan tiga anak laki-laki dan bercerai pada 1970. Ketiga anaknya sempat bekerja di AS sebelum dideportasi karena masalah ke-imigrasian. Ketiganya bernasib buruk, terbunuh dalam kerusuhan antar geng di Kolumbia.
Suami keduanya Alberto Bravo, seorang penyelundup kokain, yang memperkenalkan Blanco dengan bisnis narkoba. Mereka kemudian ber-emigrasi ke New York pada awal 1970-an dan memulai jaringan bisnis kokain sendiri.
‘The Black Widow’
Tidak butuh waktu lama bagi pasangan Blanco dan Bravo untuk sukses menjadi pebisnis kokain Kolumbia pertama di AS, jauh sebelum Pablo Escobar melakukannya. Kontak langsung dengan para bos kartel Kolumbia yang mereka miliki membuat bisnis mereka berkembang pesat.
Daftar pelanggannya termasuk para bintang Hollywood dan atlet papan atas. Mereka bahkan sukses merebut pangsa pasar dari jaringan mafia Italia yang waktu itu mengendalikan distribusi narkoba di kota New York.
Untuk kelancaran bisnisnya, setiap bulan Blanco perlu mendatangkan 1,5 ton kokain dari Kolumbia, dan itu bukan pekerjaan mudah. Blanco kemudian berinovasi dengan mengembangkan pakaian dalam perempuan yang mempunyai kompartemen rahasia untuk menyimpan kokain selundupan.
Di Medellin, Blanco membuka fasilitas manufaktur sendiri yang mengembangkan BH dan ikat pinggang khusus untuk penyelundupan kokain. Orang-orang kepercayaanya banyak merekrut perempuan untuk dijadikan kurir.
Namun tidak semua kurir mereka sukses, beberapa diantaranya tertangkap. Mariela Zapata misalnya, tertangkap petugas bea cukai di bandara dengan 2 kg kokain terselip di pakaian dalamnya.
Dengan semakin seringnya kurir perempuan mereka tertangkap, NYPD dan DEA kemudian melancarkan Operasi ‘Banshee’, operasi gabungan untuk memutus jaringan kokain Kolumbia-AS dan menangkap para gembongnya.
Merasa terancam, pertengahan 1975 Blanco melarikan diri ke Kolumbia sebelum NYPD dan DEA berhasil meringkusnya. Dengan nilai bisnis yang waktu itu ditaksir mencapai 80 juta dolar perbulan, Blanco memutuskan untuk menjalankan bisnisnya dari Medellin, di mana dia aman dari penuntutan hukum AS.
Lolos dari incaran DEA tidak membuat bisnis Blanco menjadi lebih mudah. Waktu itu bisnis kokain di Kolumbia sedang mulai marak. Persaingan antar bos kartel sering diwarnai dengan kekerasan dan Blanco segera terlibat di dalamnya
Dia mendapat informasi bahwa Bravo, suaminya, diam-diam bekerja sama dengan Escobar dan sedang merencanakan perlawanan terhadap dirinya. Selain itu, Bravo juga dicurigai beberapa kali menggelapkan uang bisnis.
Blanco menyelesaikan urusan ini bukan sebagaimana layaknya suami-istri, tetapi dengan dikawal beberapa orang kepercayaannya, dia mendatangi Bravo yang sedang berada di klub malam di Bogota. Mereka terlibat baku tembak di halaman parkir. Hasilnya, Bravo dan ke-enam pengawalnya mati terbunuh, sedang Blanco 'hanya' mengalami luka tembak di perut.
Setelah peristiwa itu, Blanco mendapat julukan ‘The Black Widow’. Karena saat masih tinggal di New York, diduga dia juga telah memerintahkan anak buahnya untuk membunuh suami pertamanya, Carlos Trujillo.
Kembali ke AS
Tahun 1978 Blanco menikah lagi untuk ketiga kalinya dengan Dario Sepulvuda, seorang perampok bank. Pada tahun yang sama, anak ke-empatnya lahir. Diberi nama Michael Corleone, diambil dari nama tokoh favoritnya dalam film The Godfather.
Awal 1979, Blanco memutuskan untuk kembali ke AS bersama suami dan anaknya. Kali ini tujuannya adalah Miami, Florida, salah satu pangsa pasar utama kokain bagi kartel Kolumbia. Dengan memakai paspor 'aspal' Venezuela, Blanco berhasil masuk AS lewat Meksiko.
Di Miami, Blanco hidup mewah dan tinggal di penthouse di kawasan eksklusif Biscayne Bay. Koleksinya mulai dari mobil sport mahal, jet pribadi, berlian yang pernah dipakai Eva Peron hingga senapan mesin berlapis emas.
Dikabarkan dia sering mengundang para bos narkoba untuk pesta mewah di rumahnya. Tapi bagaimanapun Blanco berbisnis di dunia yang berbahaya, persaingan antar kartel hanya masalah waktu.
Dan benar, akhir 1979 kartel Medellin pimpinan Escobar, yang merupakan rival utamanya sejak di Kolumbia, mulai merambah Miami. Meski sejak awal sudah diberi pijakan, Escobar terus merangsek dan konflik besar akhirnya berkobar. Pertengahan 1980 hingga akhir 1984, kawasan Florida Selatan berubah menjadi zona perang.
"Orang kepercayaan Blanco yang paling ditakuti adalah Jorge Rivi Ayala" kata Raul Diaz, mantan detektif bagian pembunuhan di distrik Dade, Florida. "Anak buah Ayala selalu menembak korbannya dengan berondongan dari sepeda motor yang melaju. Akibatnya orang tak bersalah disekitarnya ikut menjadi korban" lanjut Diaz.
Teknik berondongan dari sepeda motor ini kemudian menjadi 'trade mark' pasukan Blanco. Barangkali itu sebabnya kenapa pada akhirnya Blanco juga mati ditembak oleh pengendara sepeda motor. Pembunuhnya jelas ingin mengirimkan pesan balas dendam.
Ditengah kecamuk perang antar kartel, pada November 1983, tanpa seijin Blanco, Sepulvuda melarikan Michael Corleone, anak mereka, kembali ke Kolumbia. Blanco segera mengutus Ayala untuk membawa kembali anak mereka ke Miami dan menembak mati Sepulvuda.
Terbunuhnya Sepulvuda menambah jumlah musuh Blanco. Paco, adik Dario Sepulvuda, kemudian membelot dan bergabung dengan musuh Blanco. Sementara itu Jaime Bravo, keponakan dari suami keduanya, juga sudah lama selalu 'berpatroli' di mal-mal favoritnya menunggu kesempatan untuk membunuhnya.
Tidak kuasa menahan gempuran kartel Medellin pimpinan Escobar, juga karena semakin banyaknya musuh di Miami yang selalu mengintai menunggu kelengahannya, termasuk kepolisian Miami dan DEA, pada akhir 1984 Blanco pindah ke California untuk menata kembali bisnisnya.
Akhir Petualangan Blanco
Belum sempat berbuat banyak di tempat barunya, Februari 1985 Blanco keburu diringkus DEA di Irvine, California, dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena perdagangan narkoba.
Meski Blanco telah berada di penjara, bukan berarti penyelidikan terhadap dirinya berakhir. Kantor Kejaksaan Distrik Miami menginginkan dia dituntut karena pembunuhan. Selama ini dia diduga bertanggung jawab terhadap lebih dari 200 pembunuhan.
Pada waktu yang bersamaan, Blanco juga mendapat kabar bahwa anak ketiganya, Osvaldo, ditembak mati oleh anak buah Escobar dalam suatu kerusuhan di Kolumbia. Sebelumnya, kedua anaknya yang lain dari suami pertama, Dixon dan Uber, juga terbunuh dalam kerusuhan antar geng.
Tahun 1994, setelah Blanco menghuni penjara hampir satu dekade, barulah kepolisian Miami berhasil menuntut Blanco atas tiga pembunuhan tingkat pertama. Dalam persidangan, Jaksa berhasil menghadirkan Jorge Rivi Ayala sebagai saksi utama. Jika terbukti, hukumannya adalah hukuman mati (!!!).
Beruntung bagi Blanco, kesaksian Ayala dalam persidangan dianggap tidak kredibel karena dia terlibat dalam affair pribadi dengan sekretaris Kantor Kejaksaan Distrik Miami. Hukuman Blanco tidak berubah. Dia bebas pada 2004 dan langsung di deportasi ke Kolumbia. Saat itu umurnya sudah 61 tahun.
Tiba kembali di Medellin, Blanco memutuskan pensiun dari bisnis narkoba. Bisnis penuh kekerasan itu sekarang berada di tangan geng-geng yang lebih muda, lebih agresif dan lebih ambisius.
Michael Corleone Blanco, anaknya yang masih tersisa, menetap di AS dan memanfaatkan nama serta reputasi Blanco untuk melanjutkan bisnis yang dulu dia rintis.
Pada akhirnya, semua kekuatan dan kekayaan yang pernah dimilikinya hilang begitu saja dan hanya menyisakan banyak musuh yang menunggu. Salah satunya adalah yang menembaknya di ‘grocery store’ pada Senin sore di bulan September itu.
Siapa yang membunuh Blanco ? Sulit untuk menduga. Blanco mempunyai terlalu banyak musuh.
Griselda Blanco dimakamkan di pemakaman Jardins Montesacro, Medellin. Kompleks pemakaman yang sama dengan Pablo Escobar, bekas ‘protégé’ sekaligus salah satu musuh besarnya.
Selesai -
** Disarikan dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H