Di sini menariknya. Pada saat pemerintah bicara perekonomian Indonesia sudah tangguh; AHY malah berfokus pada kesejahteraan. Bukankah pemerintah kerap bicara bahwa perekonomian berkembang pesat, pendapatan perkapita meningkat hampir empat kali lipat, daya beli masyarakat cuma shiftingbukan menurun, dan pesatnya pertumbuhan kelas menengah, dan lain sebagainya?
Kesimpulan saya: gerilya AHY ke seantero tanah air itu, berdiskusi dengan banyak kalangan itu, bukan buat tebar pesona semata. AHY menangkap aspirasi masyarakat. Indonesia yang seperti apa yang dibutuhkan dan bisa menjawab aspirasi masyarakat hari ini.
Terkait aspirasi masyarakat terkait pentingnya isu kesejahteraan ini saya pikir usah diperdebatkan. Sudah banyak pakar yang bicara. Survei-survei persepsi publik menjelang pilpres pun kompak menyebut bahwa kelemahan utama pemerintah saat ini adalah perekonomian yang kurang berkorespondensi dengan kesejahteraan rakyat.
Agaknya, AHY sudah memiliki jawabannya. Pidato AHY pada Rapimnas Partai Demokrat bisa disebut tahap 1 menuju mimpi Indonesia Emas 2045 yang perdana dicuatkannya di Djakarta Theater.
Sekonyong-konyong saya pun teringat survei alumni UI terkait Pilpres 2019--pemeringkatan yang dirilis Quacquarelli Symonds (QS) Graduate Employability Rankings 2018 menyebut lulusan UI terbilang paling kompeten, inovatif dan efektif di dunia kerja; agaknya ini sesuai karakter kelas menengah zaman now. Â
Jadi survei alumni kampus yang memproduksi kelas menengah ini meletakan AHY di urutan kedua setelah Jokowi sebagai capres 2019. Selisih nol koma sekian,--33,98 persen Jokowi dan 33,25 persen AHY. Meski tak dipublikasikan alasannya, saya yakin salah satunya terkait sosok AHY yang dinilai cendikia, yang smart.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H