Mohon tunggu...
Hendri Teja
Hendri Teja Mohon Tunggu... Novelis - pengarang

Pengarang, pengemar narasi sejarah. Telah menerbitkan sejumlah buku diantaranya: Suara Rakyat, Suara Tuhan (2020), Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017), Tan: Sebuah Novel (2016) dan lain-lain. Untuk narasi sejarah bisa salin tempel tautan ini: Youtube: https://www.youtube.com/@hendriteja45

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Catatan Pengalaman Tanggap Darurat Gempa dan Tsunami Meulaboh

26 Desember 2017   15:35 Diperbarui: 29 September 2018   00:38 4603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya makan banyak waktu itu, sayangnya waktu minta nambah, si penjual menolaknya. "Buat relawan yang lain," kata ibu penjual. Sependek pengalaman saya makan di kedai nasi, itu adalah penolakan nasi tambah pertama yang saya alami.

Di sela-sela aktivitas tanggap darurat itu saya juga menyitir rumor truk logistik yang dibajak para pengungsi yang kelaparan. Para relawan yang hampir-hampir dipukuli warga kota karena terlalu sibuk berswafoto ria. Juga perihal para anggota GAM yang mati kecemasan--ingin turun dari hutan-gunung untuk menolong sanak-keluarganya--tetapi cemas akan berkonflik dengan TNI. Siapa sangka, dari kehancuran besar itulah proses perdamaian Aceh tumbuh menjulang. Konflik berakhir sejak penandatanganan Perjanjian Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Belakangan, pengalaman di Aceh mendorong saya buat menuliskan cerpen; saya beri judul "Ketika Dua Boneka Perang Bertemu". Berkisah tentang persahabatan terpaksa antara TNI dan GAM paska Aceh diguncang gempa dan tsunami. Cerpen ini diganjar Juara Utama Sayembara Menulis Cerpen Lustrum V Fakultas Sastra Universitas Andalas. Hadiahnya berupa uang tunai yang kemudian saya belikan cincin emas buat kado ulang tahun Ibu saya.

Sejak hari itu, sudah tiga kali saya menjejak Meulaboh kembali. Ketiganya, urusan pekerjaan. Dan setiap kali datang, saya saksikan perubahan menyeluruh di Meulaboh. Infrastruktur yang terbangun, perekonomian yang berputar, serta masyarakatnya yang ramah senyum. Kedai-kedai kopi tumbuh menjamur, terang-benderang, dan buka hingga tengah malam. Satu dua insiden masih terdengar---biasanya urusan politik---tapi sependek pandangan saya, semua sudah jauh lebih baik.

Ini pertanda bahwa konflik telah berhasil diselesaikan secara damai dan bermartabat. Aceh kembali hidup tenang bersama keluarga besar bangsa Indonesia. Aceh telah berada dalam keadaan yang makin aman dan damai, maka jangan sia-siakan pencapaian ini untuk membangun Aceh sekali lagi, menuju masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun