Mohon tunggu...
Hendri saputra
Hendri saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas jambi

Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Fiskal pada Masa Utsman bin Affan

29 November 2022   23:33 Diperbarui: 29 November 2022   23:37 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan 

kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia.  Kesejahteraan hidup manusia dapat dilihat dari ekonominya. Islam sebagai agama yang lengkap telah mengatur dalam Quran, Sunnah, Ijma dan pengalaman empiris terkait nilai-nilai dalam ekonomi.

Pemikiran Ekonomi Islam sudah berkembang sejak zaman Rasulullah SAW, kemudian di teruskan oleh para sahabat dan pengikutnya hingga hari ini. Salah satu tokoh islam yang mengembangkan negara dengan ekonomi adalah Utsman bin Affan. Beliau mampu menerapkan kebijakan fiskal pada masa pemerintahannya sehingga menjadikan masyarakatnya sejahtera.

Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murah bin Khuzaimah bin Mudrika bin ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'addu  bin Adnan. Utsman lahir pada tahun 573 M di kota Makkah yang merupakan tahun kelima sesudah peristiwa penyerangan Ka'bah oleh raja Abrahah yang dikenal dengan Tahun Gajah. 

Kebijakan fiskal merupakan lamgkah- langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaan dengan tujuan untuk mengatasi masalah ekonomi suatu negara.

Pembahasan

Kebijkan Ekonomi Utsman bin Affan pada rana fiskal  adalah mengatur zakat, kharaj, jizyah dan kebijakan kontrol harga.

1. Zakat 

Zakat memiliki tujuan untuk membersihkan jiwa dari sifat kikir bagi orang kaya dan menghilangkan perasaan iri hati dari orang miskin, selain itu zakat juga dapat dijadikan solusi untuk mengatasi ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin. Islam menjadikan zakat sebagai ibadah harta yang menyasar pada ranah sosial guna membangun satu sistem ekonomi yang adil dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat.

Utsman bin Affan memiliki kebijakan kaitannya dengan pengelolaan zakat, dimana Utsman mendelegasikan menaksir harta yang dizakati kepada masing-masing muzakki. Langkah tersebut memiliki tujuan untuk mengamankan zakat dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh oknum pengumpul zakat.

Selain itu,  Utsman juga memiliki pendapat bahwa  harta yang di zakati oleh kaum muslimin dikenakan setelah dikurangi dari seluruh utang-utang yang dimiliki muzakki.

2. Kharaj dan Jizyah

Kharaj merupakan sesuatu yang dimiliki oleh hamba tanah dan terdapat hak untuk diambil. Kharaj adalah sistem pemungutan pajak yang dikenakan atas hasil pertanian yang efektif dilakukan pada masa Umar bin Khattab.

Jizyah memiliki arti mencukupi dan menghubung. Secara istilah jjizyah adalah sejumlah harta yang dibebankan pada orang yang berada dibawah tanggungan kaum muslimin dan melakukan perjanjian dengan kaum muslimin dari ahlul kitab. Ketika kaum kafir sudah membayar jizyah, maka kaum muslimin wajib melindungi jiwa dan harta mereka. 

Utsman bin Affan memiliki kebijakan perubahan administrasi dan pergantian gubernur pada masa kepemimpinannya. Hal tersebut menghasilkan pemasukan kas negara dari kharaj dan jizyah meningkat dua kali lipat. Kemudian Utsman melakukan kebijakan membagikan tanah negra kepada individu-individu dengan tujuan reklamasi. Hasilnya, negara mendapatkan pemasukan sebesar 50 juta dirham yang nilai ini naik 41 juta dirham di bandingkan dengan masa Umar bin Khattab.

3.Usyur 

Usyur merupakan hak kaum muslim yang diberikan oleh Allah SWT dari harta perdagangan dari kaum Kafir, yaitu kafir harbi (orang kafir yang memerangi kaum muslimin) dan kafir mu'ahid (orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin). 

Penerapan usyur ketika mereka melewati batas dari negara Islam. Besar pembayaran usyur dibagi menjadi dua, pertama, bagi kafir mu'ahid yang melewati batas negara islam maka besarnya adalah 1/2 usyur yang sebelumnya ada kesepakatan antara mereka dan pimpinan negara. 

Besaran tersebut tidak mutlak seperti yang berlaku pada zaman Umar bin Khattab. Kedua, bagi kafir harbi dikenakan usyur sebesar usyur itu sendiri yaitu 1/10 dari harta perdagangannya. Hal ini dinilai adil karena mereka kaum kafir harbi juga memberlakukan usyur bagi pedagang muslim yang melintasi kawasan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun