Mohon tunggu...
Jendry Kremilo
Jendry Kremilo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stres Digital Manifestasi Sindrom Media Sosial di Kalangan Remaja

10 Mei 2022   12:32 Diperbarui: 11 Mei 2022   13:52 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gangguan mental pada galibnya tidak saja disebabkan oleh persoalan yang timbul dalam realitas sosial di dunia nyata, tetapi realitas virtual melalui bingkisan berbagai macam platform media sosial juga dapat mengakibatkan gangguan mental terutama stress di kalangan remaja dan kaum muda.

Tsunami informasi dan kebebasan akses beraneka platform media sosial di satu sisi membuka cakrawala berpikir dan tumbuhnya literasi terhadap nilai-nilai pedagogik.Namun persoalannya adalah tak semua platform di media sosial menyediakan informasi yang  selayaknya  dapat dikonsumsi untuk kepentingan literasi dan pedagogik, melainkan timbulnya gangguan mental khususnya stress terutama dikalangan remaja dan kaum muda yang rentan didikte oleh arus informasi yang beraneka ragam.

Oleh karena itu, sebagai generasi muda perlu adanya langkah solutif yang mampu membuat kita terlepas dari stress digital di media sosial, perihal itu, remaja dapat dimulai dari dirinya sendiri perlu membenahi diri agar tidak terus berlama-lama scroll lini masa Facebook, Twitter, atau Instagram yang memang asyik. Namun Jika berlebihan bisa bikin kecanduan.

Agar kita tidak terus-terusan terpapar konten negatif yang malah membuat stres, maka membatasi diri untuk mengakses media sosial juga dapat meminimalisir hal tersebut. Makin hari makin banyak saja berita kejahatan atau isu-isu politik yang bikin gerah.

Dikutip dari CNN, Susanne Babbel, seorang psikoterapis khusus pemulihan trauma, memaparkan otak manusia yang terus menerus "dirasuki" hal-hal buruk dan traumatis tanpa henti (dalam hal ini konten-konten sosmed yang negatif) dapat memperlambat kerjanya untuk mengatasi stres.

Pada akhirnya, mengakses konten-konten negatif terlalu sering dapat menyebabkan kita terus merasa stres sehingga tanpa sadar memunculkan respon kecemasan dan takut tak beralasan yang terlalu berlebihan (paranoid).

Tak hanya dari remaja itu sendiri, kontribusi dari pihak lain seperti orangtua dan institusi pendidikan juga perlu digalakkan lagi, mengingat dengan memberikan pembatasan akses bagi remaja terhadap konten-konten negatif.

Sudah selayaknya semua pihak baik dari remaja,orangtua, pemerintah,hingga Lembaga perlindungan konten terhadap anak berpartisipasi dalam mengatasi hal ini, mengingat gangguan mental terutama stress akibat konten-konten media sosial yang buruk dapat Merusak mental dari remaja bersangkutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun