Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Muda, Berprestasi, dan Bermahakarya

12 September 2019   01:00 Diperbarui: 12 September 2019   14:16 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masih Belajar"

Dua minggu lalu, saya sama sekali tak kenal perihal anak muda ini. Padahal karyanya luar biasa. Ada dua kemungkinan. Pertama, dia nggak terkenal. Atau kedua, justru "wawasan terbarukan" saya jatuh pada kondisi mengkuatirkan. 

Saya nggak cukup update informasi. Kemungkinan terakhir itu lebih kuat. Beberapa tahun belakangan, benak saya memang lebih cenderung dicekoki kabar-kabar viral di sosial media dan berita perpolitikan yang ujungnya tak jauh dari sajian sindir dan bully. 

Ketimbang hal-hal tersebut, saya putuskan menggeser fokus pada cerita-cerita bermutu dan penuh makna.

Sampai akhirnya, dua minggu lalu, saat menjelajah salah satu pojok buku best seller pada sebuah cabang Gramedia, saya bertemu dengan buku bertajuk "Masih Belajar" bersampul eye catching berwarna sedikit norak, merah jambu. Namun bukan warna ini yang menarik perhatian saya. Melainkan sejumput ulasan dan biografi singkat penulis di sampul bagian belakangnya.

Penulisnya seorang anak muda kelahiran tahun 1991, beberapa tahun di bawah saya. Ah... masih muda. Justru itu poin khususnya.

Ulasan tersebut menggambarkan bahwa anak muda ini telah meraih berbagai penghargaan internasional dan telah menginisiasi beragam organisasi tingkat daerah dan nasional. 

Ia bahkan pernah didaulat sebagai pembacara di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat berusia belum genap 20 tahun. "Kurang ajar" nggak tuh anak!?

Saat ini, ia bersama sahabatnya, memimpin ribuan karyawan Ruangguru, sebuah bimbingan belajar online nomor satu di Indonesia, yang mereka gagas dan besut bersama.

Namanya, IMAN USMAN. Melihat rekam jejaknya, patut saya duga bahwa dia tumbuh dan berkembang di luar negeri, bukan asli produk didikan Indonesia. 

Saya prediksi juga bahwa berasal dari keluarga terpandang dan berada, yang apa-apa kebutuhan pengembangan dirinya bisa dipenuhi kedua orang tua. Seketika, saya baca beberapa lembar bagian awal buku itu. Lantas saya stalking halaman facebook-nya. Maaf, bukan stalking urusan asmara. Amit-amit.

Ternyata... saya salah, salah besar. Dia lahir dan mengenyam pendidikan dasar sampai SMA di Kota Padang. Cukup dekat dari tempat saya dibesarkan. Hanya jarak beberapa milimeter saja kalau diukur pada peta Indonesia.

Pun juga kenyataannya, Iman lahir dan berkembang dari keluarga yang punya keterbatasan secara ekonomi. Ayahnya berprofesi sebagai penjual minyak tanah, sedang ibunya fokus mengurus rumah tangga.

"Lantas bagaimana bisa, apa rahasia, dan dorongan apa yang membuat Iman untuk bisa berkarya sejak usia sangat muda...?"

Sebuah kejadian menjengkelkan dalam hidup Iman, di usia 13 tahun saat SMP, dia mencalonkan diri sebagai kadidat ketua OSIS. Iman penuh percaya diri bahwa ia akan terpilih dan sanggup menjalankan ide-ode dengan cemerlang.

Namun, kenyataan berbeda. Saat orasi penyampaian visi dan misi, ia di-bully oleh sekelompok siswa. Di kala orasi, seseorang melempar sampah di hadapannya. 

Meskipun Iman tetap melanjutkan orasi, namun setelahnya, ia langsung berlalu menuju toilet. Menangis, sedih perasaannya tersayat luka. Ia tak mengerti, apa sebab gerombolan siswa itu menghinanya, tak sedikitpun menghargainya.

Hasil pemungutan suarapun tak berpihak pada Iman. Ia memperoleh hanya memperoleh suara sedikit dan urutan paling buncit. Rekan-rekan sekolah sepertinya tak percaya kemampuannya. Iman, merasa minder. 

Sejak saat itu, ia merasa tak berani lagi tampil berbicara di depan. Trauma akibat bully-an teman-temannya. Dan ia merasa bahwa public speaking sama sekali bukan bakatnya.

Namun... siapa menduga tak sampai tujuh tahun kemudian, Iman memoles dirinya menjadi pribadi yang benar-benar berubah istimewa. Iman didaulat menjadi pembicara di depan sebuah forum dunia. Tak tanggung-tanggung, Majelis Umum PBB.

Salah satu cuplikan kegagalan pada kisah ini, justru menjadi titik balik bagi Iman untuk tidak terus jatuh dan larut dalam kesedihan mendalam.

Kiat apa yang dilakukan Iman?

Bagaimana orang tua mendidiknya menjadi luar biasa?

Bagaimana Iman mendirikan dan mengelola bermacam organisasi, namun tetap lulus dengan nilai cum laude dan tepat waktu?

Bagaimana bisa sosok Harry Potter justru memberi Iman muda banyak ide-ide luar biasa? Bahkan kelak menjadi memunculkan "Ruangguru" sebagai sebuah mahakarya?

Apa saja nilai-nilai yang dipegang Iman dan bisa ditularkan?

Saya tak pantas dan tak kompeten menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Silakan kamu temukan langsung dalam buku Iman, "Masih Belajar".

Bagi saya, mengapa Iman spesial?

Sejak beranjak remaja sampai menjadi mahasiswa, senyatanya banyak juga kolega-kolega saya yang luar biasa. Beberapa kolega, fokus belajar dan punya prestasi akademik dengan IPK mentereng. Sebagian lain punya andil hebat dalam organisasi dan gerakan sosial kemasyarakatan. 

Sebagai lain mandiri secara ekonomi dan pintar berwirausaha. Namun, jarang yang bisa berhasil mengelola sekaligus ketiga-tiganya - akademik, kegiatan organisasi, dan wirausaha - dalam waktu bersamaan. Bahkan tidak hanya sebagai follower, namun Iman tampil sebagai penggerak di depan. Dia punya andil pada setiap aktivitas yang dia geluti.

Sejak remaja, ia sudah punya prinsip, rencana, ambisi, dan obsesi terukur. Tidak serta merta dan serba kebetuln kalau ia menemukan passion di usia yang masih sangat muda.

Tak berlebihan kalau Iman menjadi salah satu role model remaja masa kini. Bahkan tetap relevan untuk semua usia yang membaca bukunya. Khususnya jiwa-jiwa yang masih terus belajar.

Satu pesan untuk Iman, "Wa'ang lua biaso, Man. Gas taruih, jan agiah rem...!!!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun