Saat itu tim Bunga, tim yang kunaungi sejak awal, mendapat giliran latihan pengibaran. Aku hadapi santai tanpa beban, meskipun tak cukup yakin dengan kualitas suaraku sendiri. Sering gemetar saat suara aba-aba panjang. Tak jarang juga tercekat di tenggorokan. Haha... Dasar penasaran.
Dari awal, memang aku tak berniat mengambil posisi Danpok 17 itu. Ambisi utamaku menjadi komandan kelompok 8. Bukan apa-apa, Danpok 17 mengharuskan suara yang sangat stabil dan teriakan panjang. Olah vokalku tak cukup mumpuni. Sedang Danpok 8, meski juga harus lantang dan keras, beruntung tak ada aba-aba panjang.
Namun, tantangan pelatih kujawab sudah. Kamusku, tak ada pilihan mundur apalagi menyerah. Aku tak mau kalah.Kukerahkan semua kemampuan.
Belakangan, aku menyesal juga memaksa ambil posisi itu. Akibat teknik vokal yang tidak pas, aku mengalami radang tenggorokan. Satu hari berikutnya, suaraku hilang. Bicara keras keluarkan suara susah luar biasa. Ah kawan..., itu berlangsung seminggu lamanya.
Ambisi menjadi Danpok 8 pun mesti kukubur dalam-dalam. Aku mesti pasang strategi lain pilih posisi. Aku beralih ke samping, sebelah kanan memantapkan posisi sebagai pembentang.
Nah, bagaimana proses pencarian posisi itu berlangsung?
Di minggu-minggu awal kami diberikan kebebasan mencari pasangan tim pengibaran masing-masing. Bebas mengajukan diri. Sehingga semua punya kans yang sama. Tidak ada anak emas. Pelatih sangat objektif. Yang punya performa paling bagus, mereka akan diberi kesempatan berikutnya untuk membuktikan.
Proses itu berjalan sangat dinamis. Aku tak ingat persis, setelah beberapa kali gonta-ganti personil, mengantarku tergabung dalam salah satu tim handal. Gilang utusan Jakarta sebagai Danpok 8, Chris asal Manado Sulawesi Utara sebagai Penggerek dan aku sebagai pembentang. Sampai minggu kedua latihan, tim kami bersaing ketat dengan satu tim lain. Indra utusan Pontianak Kalimantan Barat sebagai Danpok 8, Dewa asal Bangli Provinsi Bali, dan Ar asal Baubau Sulawesi Tenggara.
Nama terakhir, Ar, sahabatku satu ini adalah pesaing menjadi pembentang. Kami selalu bertukar posisi. Saat Ar jadi pembentang, aku menempati posisi penjuru kanan kelompok 17. Begitupun sebaliknya, saat aku ditunjuk sebagai pembentang, Ar lah yang menempati posisiku.
Meski demikian, persaingan kami seru dan positif. Menjadikan kami masing-masing tampil dengan performa terbaik. Sama sekali tidak seperti saingan politik saling jegal. Apalagi menusuk teman dari belakang. Kami benar-benar menikmati menjadi satu tim solid.
"Kamu pasti bisa, Ko!" kalimat itu beberapa kali dilontarkan Ar saat tim kami gantian mendapatkan kesempatan latihan formasi mengibar di tiang. Dan akupun sangat mendukung Ar. "Mendukung Kau untuk jadi Penjuru 17 saja, Ar, bukan pembentang!" hahaha...