Siang itu, kontingen kami tersisa 5 orang. Menyusul insiden kesalah informasi. Lima utusan siswa kelas dua mesti meninggalkan arena seleksi. Hanya siswa kelas satu yang berhak lolos administrasi. Kami tersisa yang tersisa, ada aku, Lutfi, Samsi, Iyat dan Ayu. Berangkat tanpa target dan ekspektasi, kami 'nothing to loose'. Tanpa beban namun berjuang angkat senjata sampai titik darah penghabisan. Ah, lebay bin alay...
Semua tahapan kami lalui. Ada wawancara dan motivasi, keterampilan dan pengetahuan baris-berbaris, postur dan tinggi badan, komunikasi berbahasa Inggris, dan kesehatan. Tentu aku kecewa karena tidak ada bidang andalanku yaitu tes ketampanan. Yah, aku kehilangan kesempatan. Haha...
Baris-berbaris di lapangan adalah materi yang mendominasi. Dipimpin oleh Sersan Aidal dari Kodim. Beliau pelatih kharismatik dan legendaris Kota Payakumbuh selama belasan tahun.
Bang Dika, pada kesempatan itu didaulat memberikan contoh aba-aba. Ia mantan komandan kelompok tujuh belas di Istana Merdeka.
"Siaaap... grak"
"Istirahat di tempaaat... grak"
Aba-aba panjangnya membuat kami terhenyak. Seketika tepuk tangan peserta membahana. Suaranya luar biasa.
"Ternyata Paskibraka Nasional mesti bisa teriak seperti ini", pikirku. "Nah... aku bisa apa?"
(bersambung...)
*bukan nama sebenarnya karena penulis tidak ingat guru yang sedang mengajar saat itu
Silakan simak cerita berseri lengkapnya di: