Mohon tunggu...
Hendrik Kurniawan Wibowo
Hendrik Kurniawan Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Biasa, Pembelajar Yang Terbiasa, Orang Bodoh yang Luar Biasa

Ayah yang selalu berusaha belajar menjadi manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bisakah Keadilan Tercipta? Refleksi Etika Pancasila tentang Korupsi

24 Oktober 2023   21:57 Diperbarui: 24 Oktober 2023   21:57 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hakikatnya korupsi merupakan bagian dari kejahatan yang ada dalam diri setiap manusia. Semua manusia memiliki potensi untuk melakukan korupsi. Berbagai kecurangan dengan memanfaatkan wewenang dalam posisi yang ada untuk kepentingan sendiri dan golongan sangat mungkin dilakukan oleh setiap orang. Begitupun diri kita, maka kita tak bisa merasa suci dan selamat dari tindakan ini. 

Setidaknya korupsi dapat dipahami ke dalam dua aspek dimensi yaitu aspek personal dan aspek struktural. Aspek personal meliputi berbagai kondisi mental yang membuat manusia terdorong melakukan tindak kecurangan. Ini adalah bibit yang tidak sehat yang dapat menjadikan manusia terjerumus dalam lubang hitamnya sendiri. Hal ini sangat kuat dipengaruhi oleh ego dan kurangnya pengendalian diri. 

Selanjutnya adalah aspek struktural, meliputi kondisi lingkungan, regulasi dan sistem yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tindakan korup. Aspek struktural ini biasanya dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak sehat. Lingkungan yang korup akan membentuk kebiasaan yang buruk jika mentalitas dan integritas tidak dikuatkan.  

Gambaran Korupsi di Indonesia

Korupsi erat kaitannya dengan tindakan yang merugikan negara dengan menyalahgunakan wewenangnya. Dalam UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana  Korupsi dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999, tindakan  korupsi meliputi beberapa hal yaitu merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengaduan dan gratifikasi. 

Sedangkan Kolusi adalah kerja sama berbagai elemen untuk melawan hukum yang merugikan orang lain, masyarakat, dan negara. Beda lagi dengan Nepotisme yang merupakan setiap perbuatan aparatur dan penyelenggara negara yang melawan hukum serta menguntungkan kepentingan keluarganya dan golongannya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 

Menurut lembaga Transparency International  Indonesia berada di rangking 98 dari 180 dan nilai 38 dari 100 menurut Indeks Persepsi Korupsi tahun 2021. Nilai ini naik satu digit daripada tahun 2020. Sebenarnya tahun 2019 nilai Indeks Persepsi Korupsi Indonesia cukup menunjukkan nilai yang baik, yaitu 40. Selama 7 tahun terakhir nilai ini terus naik. Namun pada tahun 2020, terdapat penurunan dikarenakan banyak faktor. 

ICW mencatat kerugian negara karena korupsi sebesar 68,5 triliun rupiah. Kerugian negara tahun 2017 sebesar 6,5 triliun rupiah, 2018 sebesar 5,6 triliun rupiah, 2019 sebesar 8,4 triliun rupiah, 2020 sebesar 18,6 triliun rupiah dan 29,4 triliun rupiah pada 2021.  Ini setara dengan nilai APBD 35 Kabupaten/Kota yang dapat digunakan untuk mensejahterakan masyarakat di berbagai pelosok daerah. Sayangnya yang diganti dari kerugian ini hanya sebesar 8,9 Triliun saja.  

Selain itu ICW mencatat dalam periode 2017-2021 terjadi tren penindakan kasus korupsi yang fluktuatif: 576 kasus & 1.298 tersangka pada 2017, 454 kasus & 1.085 tersangka pada 2018, 271 kasus & 580 tersangka pada 2019, 444 kasus & 875 tersangka pada 2020, dan 533 kasus & 1173 tersangka pada 2021. Total ada 5011 tersangka yang menjadi pelaku korupsi. Bisa dikatakan 5011 orang ini yang menjadi salah satu penyebab 10,9 juta jiwa masyarakat Indonesia masih terjebak dalam kemiskinan ekstrim. 

Korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja. Kita tak dapat menjamin diri kita benar-benar selamat dari perbuatan ini, langsung maupun tidak langsung bahkan sengaja maupun tidak sengaja. Potensialitas manusia ini perlu diatur sedemikian rupa sehingga kondisi manusia yang korup tidak terakomodir. Regulasi diri diperlukan dalam mengatur hal ini. Moralitas yang juga merupakan potensialitas manusia tidak hanya dijadikan sebagai pajangan dalam diri semata. 

Filsafat Moral dan Dinamika Pancasila

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun