Mohon tunggu...
Hendrika
Hendrika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

A lifelong learner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dutertenomics: Dinamika Kebijakan Ekonomi Filipina di Masa Pemerintahan Presiden Duterte

8 Oktober 2022   18:58 Diperbarui: 9 Oktober 2022   00:08 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rapat kabinet Duterte pada 25 April 2017 (malacanang/abs-cbn.com)

Berbicara soal negara Filipina, sulit rasanya untuk tidak menyinggung soal Presiden Duterte. Meskipun sekarang Filipina telah memiliki seorang Presiden yang baru, pribadinya yang eksentrik ditambah kebijakan-kebijakannya yang kontroversial membuat 6 tahun masa kepemimpinannya sulit untuk dilupakan.

Salah satu yang menjadi highlight dari kebijakan beliau adalah Dutertenomics. Dutertenomics merupakan sebuah istilah yang merujuk pada segala macam kebijakan sosio-ekonomi Filipina di masa pemerintahan Presiden Duterte.

Terdapat sepuluh poin utama dalam Dutertenomics sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Duterte di Forum Bisnis Davao Juni 2016. Sepuluh poin tersebut meliputi:

1. Melanjutkan serta mempertahankan kebijakan makroekonomi, baik itu kebijakan fiskal, moneter, maupun perdagangan.

2. Mereformasi pajak progresif dan mengefektifkan pengumpulan pajak swasta.

3. Meningkatkan daya saing dan kemudahan berusaha.

4. Meningkatkan pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur tahunan mencapai 5% dari PDB, dengan mengutamakan kerja sama pemerintah dan swasta.

5. Membangun serta meningkatkan produktivitas ekonomi pedesaan.

6. Mempermudah investasi asing.

7. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

8. Meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi.

9. Meningkatkan program bantuan sosial.

10. Memperkuat implementasi Undang-Undang Kesehatan Reproduksi dan Orang Tua yang Bertanggung Jawab.

Sepuluh poin di atas-lah yang menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Duterte dalam membuat kebijakan ekonominya. Lalu pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana hasil dari Dutertenomics tersebut?

Mengingat Presiden Duterte sudah tidak lagi menjabat sebagai Presiden terhitung sejak 30 Juni 2022 kemarin. Penilaian kebijakan ekonomi tersebut bisa kita lihat secara menyeluruh, dimulai dari dampak awal sampai dinamikanya dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Awal

Dutertenomics memiliki awal yang sangat menjanjikan, meskipun banyak pengamat menilai hal ini terjadi karena kebijakan pemerintahan presiden sebelumnya. Pada tahun 2016, Otoritas Statistik Filipina melaporkan pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7%. Setahun setelahnya, pertumbuhan ekonomi menurun meskipun masih berada di angka yang sangat tinggi, yaitu 6,7%. Hal ini membuat Filipina sempat menjadi negara di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat pada tahun 2018.

Melalui program "build, build, build" (bangun, bangun, bangun), pemerintahan Presiden Duterte telah mengeluarkan dana mencapai 180 milyar dolar AS untuk membangun infrastruktur demi menarik investor asing masuk ke negaranya.

Pada tahun 2019, Filipina juga sempat hampir mendapat status Negara Berpenghasilan Menengah ke Atas sebelum Pandemi Covid-19 terjadi.  Data dari World Bank menunjukan bahwa Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita Filipina pada saat itu mencapai 3.850 dolar AS. Patut diketahui bahwa untuk mendapatkan status tersebut, sebuah negara minimal harus memiliki PNB per kapita sebesar 4.046 dolar AS. Itu artinya, Filipina hanya kurang beberapa dolar saja untuk menjadi Negara Berpenghasilan Menengah ke Atas.

Kemerosotan

Prestasi-prestasi yang disebutkan sebelumnya kemudian harus tercoreng setelah Pandemi Covid-19 terjadi. Patut dicatat bahwa bahkan sebelum Pandemi Covid-19 terjadi, kemerosotan ekonomi Filipina sudah diprediksikan oleh banyak pengamat. 

Kemerosotan diawali dengan tidak seimbangnya ekspor-impor yang disebabkan oleh salah satu agenda Dutertenomics yang mempermudah investasi asing masuk. Hal ini membuat privilese yang sebelumnya dimiliki oleh perusahaan lokal hilang dan membuat daya saing mereka berkurang, baik di pasar domestik maupun luar negeri.

Pada tahun 2018, defisit ekspor-impor Filipina mencapai 50 milyar dolar AS kemudian menurun setahun setelahnya ke angka 41,98 milyar dolar AS. Selama periode 2016-2019, persentase impor Filipina rata-rata mencapai 14% per tahun dengan persentase ekspor hanya mencapai 5% per tahun. Meskipun sebenarnya mayoritas impor merupakan bahan baku bangunan untuk proyek infrastruktur, impor barang konsumsi juga dinilai masih di angka yang cukup tinggi.

Harapan untuk mendatangkan banyak investasi asing juga tidak sesuai ekspektasi. Penerimaan investasi asing secara konsisten mengalami penurunan sejak 2017 sampai 2020. Pada tahun 2017, Filipina berhasil mendatangkan investasi asing sebesar 10,26 milyar dolar AS, kemudian menurun ke angka 9,95 milyar dolar AS pada tahun 2018, kemudian menurun lagi ke angka 8,7 milyar dolar AS pada tahun 2019, lalu terjun bebas ke angka 6,4 milyar dolar AS pada tahun 2020. Sebagai perbandingan, Vietnam mendapatkan investasi asing nyaris dua kali lebih besar daripada yang didapatkan oleh Filipina.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan angka investasi asing terus mengalami penurunan. Pertama, kecenderungan Presiden Duterte yang anti-barat membuat investor asal Amerika, Eropa, dan Australia secara bertahap pergi dari Filipina. Pada tahun pertama kepemimpinan Presiden Duterte (pertengahan 2016-pertengahan 2017), investasi dari AS menurun sebesar 62% dari tahun sebelumnya. Di periode yang sama, investasi dari Korea Selatan juga turun jauh sebesar 92,61% karena mayoritas dari investor mereka lebih suka berinvestasi di Vietnam yang menjanjikan politik yang lebih stabil dan biaya buruh yang lebih murah. Kedua, Penurunan investasi asing dari barat membuat Filipina hanya bergantung pada investor China dan Jepang. Celakanya, kedekatan Cina dengan Indonesia di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo juga membuat China lebih memilih berinvestasi di Indonesia.

Kesimpulan

Presiden Filipina yang sekarang, Bongbong Marcos Jr, dapat belajar banyak dari Dutertenomics untuk memperbaiki perekonomian negaranya pasca Pandemi Covid-19. Salah satunya adalah dengan memperbaiki kembali hubungan diplomatik Filipina dengan negara-negara barat selaku investor "alami" bagi Filipina. Selain itu, sebagai negara yang kaya akan sumber daya, Filipina juga harus lebih berdikari dengan tidak menggantungkan perekonomiannya pada investasi asing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun