"Itu tidak berhasil..," kata Musk, lalu menambahkan, ".. (menjadi) ruang untuk perbaikan."
Elon Musk masih sangat percaya diri walaupun peristiwa itu "memalukan" bagi sebagian orang. Dia tau persis bahwa kesalahan-kesalahan seperti itu tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap penjualan Tesla Cybertruck.
Publik sepertinya sudah mengenal Elon dengan baik dan mereka kemudian membalasnya dengan memberi sebuah pemakluman.
Ini sudah beberapa kali terjadi. Sejak awal produk-produk Tesla sebenarnya gagal memenuhi apa yang Elon janjikan di beberapa bagian terutama tentang kapasitas produksi dan kualitas produk.
Produk-produk awal Tesla banyak mengandung bug (cacat) yang sebenarnya menjadi tidak sepadan jika dibandingkan dengan harga yang telah dibayarkan konsumen.
Tapi sikap permisif pasar terhadap produk-produk Tesla terus saja terjadi dengan beralaskan pada argumen bahwa Elon terbukti serius merespon semua complaint dan terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan produk.
Karakter ini kemudian dipersepsikan melekat dalam diri Elon dan melahirkan "trust"Â yang kuat dari konsumen.
Tidak hanya itu, Elon Musk berhasil menampilkan dirinya sebagai seorang yang jenius, memiliki visi yang brillian, seorang yang sangat inovatif, pekerja keras, memiliki keyakinan diri yang tinggi, di mana ke semua itu dipresentasikan lewat perilaku narsis.
Aku ingin menampilkan 2 wajah narsisme dalam diri Elon yang menurut para pakar memiliki banyak kelemahan tapi menjadi kekuatan bagi Elon Musk.
"Jika saya seorang yang narsis (yang mungkin saja benar), paling tidak saya orang yang berguna," ujar Elon di salah satu twit-nya.
Latar belakangnya memperkuat hal itu. Elon adalah korban bully pada masa kanak-kanak dan memiliki sosok seorang ayah yang kasar. Dia bisa jadi penderita inferiority complex yang akut dan karena itu narsisme yang tumbuh di dirinya adalah bentuk pembuktian diri serta mekanisme pertahanan terhadap rasa tidak aman yang mendalam.