Berita-berita yang berseliweran di media massa itu seperti masih menampilkan siluet abu-abu, belum menampilkan gambaran-gambaran utuh tentang pembangunan Kota Nusantara.
Seperti yang telah kusampaikan pada tulisan sebelumnya, pernyataan-pernyataan pimpinan K/L, politisi, dan pengamat yang mengisi permberitaan media yang biasa kita konsumsi, masih berisikan potongan-potongan informasi yang menyisakan pertanyaan lanjutan, beragam spekulasi, dan analisa yang belum terlalu tajam membedah pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam membangun Kota Nusantara.
Begitu juga yang kurasakan. Tadinya aku sempat ragu-ragu menulis lagi tentang IKN Nusantara; bagaimana bisa menuliskan sesuatu yang lebih banyak dilandasi pada ketidaktahuan?
Kalaupun aku mengupasnya dari sudut pandang yang kupahami, aku sama sekali tidak punya bayangan apakah pemerintah juga menggunakan perspektif yang sama atau tidak.
Aku memutuskan kembali ke laptop dan menulis hanya sebagai ungkapan kegelisahan saja, siapa tahu bisa menjadi bahan perenungan kita tentang pembangunan Kota Nusantara pasca pengunduran diri Softbank.
***
Sebagai orang yang mendukung pemindahan ibukota negara dan mendukung rencana pembangunan Kota Nusantara, apalagi setelah UU IKN dan Rencana Induk Pembangunannya disahkan, aku mulai merasa gelisah ketika berbicara di tataran yang lebih operasional terkait dengan rencana pembangunannya.Â
Banyak tanda tanya tak terjawab pada saat dan setelah pengunduran diri Softbank sebagai investor pembangunan Kota Nusantara.
Pertanyaan mendasarnya adalah untuk apa (item-item pembangunannya) dana sebesar 100 milyar dollar dalam pembangunan Kota Nusantara? Kalau pertanyaan ini sulit dijawab, pertanyaan lainnya mengapa kita butuh investasi yang nilainya hampir menyamai besaran nilai APBN 2021 dalam pembangunan sebuah kota?
Aku lanjut dulu. Pasca pengunduran diri Softbank, pemerintah melalui kementrian yang dikepalai LBP langsung gerak cepat mencari investor utama (major investor) pengganti Softbank.