Pada konteks ini, Otorita IKN tidak ubahnya seperti sebuah perusahaan pengembang yang sedang menggarap proyek pengembangan kawasan menjadi sebuah kota baru.
Juga dengan luas wilayah seperti dijabarkan diatas, Otorita IKN tiba-tiba menjadi setara bahkan melebihi level para pengembang besar tier 1 yang sudah terlebih dahulu eksis karena mereka akan mengelola proyek urban terbesar yang pernah dilaksanakan di Indonesia, bahkan bisa jadi yang terbesar di Asia.
Pada tahap awal pengembangan sampai 2024, Otorita IKN akan membangun KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan) seluas 6.671 hektar yang dibagi kedalam 3 kluster yaitu pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk diketahui, status tanah di wilayah IKN berdasarkan ketentuan UU IKN terdiri dari 2 macam, yaitu Barang Milik Negara dan Aset Dalam Penguasaan Otorita IKN. Aku cenderung menginterpretasikan bahwa lahan 6.671 hektar untuk membangun KIPP memuat kedua status tanah tersebut.
Kementerian PUPR lebih lanjut akan mempriotitaskan pembangunan gedung-gedung kantor yang terkait secara langsung dengan penyelenggaraan pemerintahan yang kesemuanya nanti berstatus Barang Milik Negara, mulai dari Istana Presiden dan Wakil Presiden, Gedung DPR MPR dan DPD, beserta kantor-kantor kementerian.Â
Pembangunan gedung-gedung ini juga dilengkap dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya yang kesemuanya ini akan didanai oleh APBN.
Bagian yang menjadi menarik adalah pihak Otorita IKN secara paralel juga wajib membangun ekosistem perkotaan untuk menciptakan daya dukung lingkungan yang dibutuhkan bagi populasi awal yang menghuni kawasan IKN pada tahun 2024 nanti, di mana pembiayaannya bukan diperoleh dari APBN.
Terus, darimana dananya? UU IKN menyebutkan frasa "sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" untuk sumber dana yang berasal dari luar APBN.
Frasa tersebut bisa diartikan sebagai dana investor, kerja sama pemerintah dengan swasta, partisipasi swasta, dan lain sebagainya. Namun, aku akan coba menguraikan penjelasan paling logis bagi sumber kebutuhan dana diluar APBN ini berdasarkan perspektif land development yang biasa dilaksanakan oleh pengembang.
Berdasarkan kacamata pengembang, tanah yang berstatus "asset dalam pengelolaan" yang dimiliki Otorita IKN harus segera dimatangkan sehingga bisa dijadikan sebagai "objek" sumber dana bagi badan otorita.
Ketentuan-ketentuan pengelolaan berdasarkan rencana induk pengembangan kawasan, rencana detail tata ruang, dan lain-lain, akan menghasilkan petak-petak (kavling) untuk dijual, disewakan, atau dikerjasamakan, dengan beragam peruntukan mulai dari area pemukiman (residensial), area komersial, area perkantoran, dan/atau kawasan industrial.