Skema ini hanya bisa dijalankan dengan menempatkan para PNS yang akan dipindahkan ke ibu kota baru sebagai objek "market"Â bagi perumahan yang akan di-supply. Atau jika menggunakan bahasa yang lebih sederhana, bagi pengembang ini hanya persoalan jualan rumah.
Ketua DPP REI Soelaeman Soemawinata mempertegas hal ini dengan mengatakan bahwa swasta khususnya pengembang tidak masalah bila diminta mendanai pembangunan fasilitas hunian dan komersial di ibu kota baru, karena setidaknya akan ada captive market sebanyak 1,5 juta orang di ibu kota baru tersebut yang dari sisi properti pasti membutuhkan rumah, kawasan komersil, hotel, ruang pertemuan, pusat perbelanjaan, sarana hiburan dan rekreasi, serta fasilitas kota lainnya.
Teknis pengembangan kawasan juga akan berbeda dengan gaya pengembangan kawasan di China yang meninggalkan cerita "kota hantu" sebagaimana uraian diatas. Proses konstruksi tidak dilaksanakan secara massive, sehingga pada tahun 2024 akan tersedia rumah-rumah ready stock yang tidak hanya siap dihuni oleh 100 ribu PNS yang akan dipindahkan, tapi juga estimasi 1,5 juta populasi yang akan tinggal di ibu kota baru tersebut.
Pengembangan kawasan hunian di ibu kota baru ini normalnya akan dilaksanakan secara bertahap oleh pengembang dan prosesnya baru bisa dimulai setelah perencanaan urban planning, masterplan kawasan, berikut regulasinya sudah disahkan pemerintah pada tahun ini.
Aku akan coba deskripsikan tahapan pengembangan secara umum untuk mendapatkan gambaran hitungan realistis rencana pemindahan seluruh PNS ke ibu kota baru di tahun 2024.
Pertama, tentang fase perencanaan dan penjualan
Pihak pengembang baru bisa memulai perencanaan pembangunan perumahan setelah masterplan kawasan selesai dan disahkan tahun ini. Efektif proses awal pengembangan kawasan baru bisa dilaksanakan di 2021.
Proses ini dimulai dari penunjukan siapa saja pengembang yang akan membangun cluster perumahan disana, lalu memulai proses perencanaan, perizinan, pembangunan infrastruktur dasar, lalu melaksanakan proses penjualan yang segmentasi pasarnya sudah jelas, yaitu lebih dari 100 ribu PNS yang akan dipindahkan kesana.
Kedua, tentang aspek pembiayaan
Pembiayaan perumahan lazimnya akan menggunakan skema pembiayaan perbankan yang tunduk pada aturan BI tentang ketentuan-ketentuan penyeluaran kredit perumahan oleh perbankan.
Aku akan jabarkan problem pembiayaan ini dengan pertanyaan-pertanyaan baru. Apakah semua PNS yang akan dipindahkan ke ibu kota baru akan membeli rumah-rumah yang ditawarkan pengembang? Bagi PNS yang memutuskan untuk membeli, apakah mereka memenuhi ketentuan perbankan terkait pesyaratan penyaluran kredit? Berapa lama waktu yang dibutuhkan bank untuk memproses aplikasi kredit lebih dari 100 ribu calon kreditur mereka ini? Berapa banyak yang ditolak dengan alasan tidak bankable?
Karena bagaimanapun, apa yang dikatakan Ketua DPP REI tentang captive market perumahan di ibu kota baru masih berdasarkan asumsi. Realitasnya belum tentu sesuai dengan angka-angka yang dibayangkan sehingga proyek ini masih mengandung resiko bagi pengembang.
Pertanyaan lain buat pemerintah, bagaimana dengan yang PNS yang "tidak mau" atau "tidak layak" untuk memperoleh hunian di ibu kota baru, apakah pemerintah juga akan menyiapkan rumah sewa, mess, atau asrama, untuk menampung mereka disana? Jika kemungkinan ini tidak diantasisipasi, akan timbul masalah-masalah yang lain lagi.