Mohon tunggu...
Hendri Kurniawan
Hendri Kurniawan Mohon Tunggu... Operator - Karyawan Swasta/operator sekolah swasta

Hobi menulis, melukis, menggambar, desain komunikasi visual. editing video.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Kesunyian Abadi

28 Juni 2024   04:57 Diperbarui: 28 Juni 2024   05:24 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kucoba membuka mataku yang terasa berat, badanku terasa kaku seperti habis bekerja keras sepanjang hari. Aku berusaha keras untuk itu dan akhirnya aku berhasil membuka mataku dan bangkit mengangkat tubuhku untuk bangun. Samar-samar aku melihat lampu-lampu yang banyak mengelilingiku, alat infus dan beberapa alat-alat yang aku tidak tahu namanya.  Segera aku sadari bahwa aku berada di sebuah ruangan rumah sakit dan terduduk di kasur rumah sakit yang bewarna putih serta terlihat aku memakai baju tidur khas rumah sakit bewarna biru muda. Susah payah aku berdiri akhirnya berhasil juga dan berusaha berjalan keluar ruangan untuk mencari tahu apa yang telah terjadi pada diriku ini hingga sampai di sebuah rumah sakit yang aku tidak tahun namanya. Ku mulai menelusuri ruangan koridor rumah sakit yang diterangi lampu-lampu temaram. Sudah cukup jauh aku berjalan dan tidak satupun orang yang aku temui untuk dapat bertanya dan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya pada diriku. Sepi dan sunyi yang terasa di setiap sudut rumah sakit aku mulai berpikir apakah ini hari libur rumah sakit sehingga tidak ada satu orangpun? Aku segera menepis pikiran itu, rumah sakit tidak akan libur walaupun tanggal merah, mereka akan selalu melayani orang sakit yang datang setiap waktu dan walaupun malam hari seperti ini seharusnya terdapat  perawat jaga dan satpam yang bertugas berjaga.

Sumber: Dibuat dengan AI
Sumber: Dibuat dengan AI

Aku akhirnya dapat mengingat bahwa namaku adalah Rendy, usiaku 16 tahun, aku anak tunggal dari ayahku yang bekerja sebagai karyawan swasta dan ibuku seorang ibu rumah tangga. Tak terasa akhirnya aku sampai di pintu keluar rumah sakit dan terlihat masih saja sepi tidak ada satpam penjaga dan juga perawat satu orangpun yang kutemui. Kubuka pintu keluar rumah sakit dan mulai berjalan keluar dengan masih memakai baju tidur berupa hem dan celana tipis warna biru muda dengan sandal tidur khas rumah sakit. Suasana gelap malam terlihat tetapi jalanan masih terlihat karena disinari lampu-lampu jalanan yang walapun tidak begitu terang. Kumelihat papan nama rumah sakit terlihat sebuah nama "RS. dr. Hardjito". Ya.. aku mengenali rumah sakit ini, jaraknya sekitar satu kilo meter dari rumahku. Aku mulai berjalan ke arah rumahku untuk menemui orang tuaku. Pasti mereka sangat cemas akan keadaanku. Jalanan tampak sepi lengang tidak ada satupun kendaraan yang melintas dan tidak ada seseorangpun yang dapat aku temui. Setelah beberapa puluh meter aku berjalan aku mulai merasakan ada yang mengawasi aku dan aku tidak tahu siapakah gerangan orang yang mengawasiku. Kuberpaling ke kananan dan ke kiri, serta berputar untuk mengetahuinya. Ya.. benar sekali dari sudut gedung yang gelap itu terlihat sepasang mata yang terus mengawasiku, dia memakai pakaian serba hitam dan wajahnya tidak terlihat begtitu jelas tetapi aku tahu dia seorang dewasa dengan umur sekitar 40 tahunan. Dia diam dan terus mengawasiku dari jauh seperti patung, membuat diriku jadi merinding ketakutan. Siapakah gerangan dia? Kenapa hanya dia yang kutemui selama ini mulai dari rumah sakit? Apakah dia baik atau bermaksud jahat kepadaku? Beribu pertanyaan muncul di benakku. Aku ingin menghampiri tapi ada rasa takut dalam diriku untuk menemui orang tersebut. Akhirnya aku memutuskan untuk meneruskan perjalananku menuju arah rumahku walaupun masih jauh aku terus berusaha berjalan melampauinya dan aku tidak sabar lagi untuk bertemu orang tuaku tercinta.

Sampai beberapa meter aku berjalan aku menengok ke belakang untuk melihat orang yang mengawasi aku tadi apakah dia masih ada. Oh.. ternyata sudah menghilang. Sampai di sebuah gang sempit dan gelap aku mulai agak merinding dan berjalan dengan hati-hati. Aku memilih jalan ini karena aku tahu jalan sempit ini dapat mempersingkat waktuku untuk sampai ke rumahku. Aku menghentikan langkahku sejenak karena aku mendengar sesuatu yang aneh. Benar sekali.. aku mendengar seseorang menangis tersedu, seperti suara tangisan perempuan yang menyayat hati. Aku merasa suara itu tidak jauh di depanku dari tempatku berdiri. Pelan-pelan aku berjalan menghampirinya dengan rasa takut dan penasaran berkecamuk dalam diriku. Oh.. benar juga.. di ujung lorong di bawah lampu temaram terlihat seorang perempuan duduk dengan posisi meringkuk dengan kepala tertunduk dan rambutnya terlihat terurai menutupi wajahnya sehingga aku tidak dapat melihat wajahnya. Bajunya terusan rok putih agak kumal dan duduk  di tanah mendekap kakinya yang ditekuk dan terus merunduk serta terus terdengar isak tangisnya yang menyayat hati. Rasa takut dan kasihan terus berkecamuk dalam hatiku. Kuberusaha memberanikan diri untuk mendekat dan bertanya padanya apa yang terjadi padanya hingga dia sendirian menangis dalam lorong yang gelap ini. Aku tahu usianya sekitar 28 tahunan jauh lebih tua dariku dan aku memberanikan diri untuk menyapanya saat diriku sampai didekatnya.

"Maaf mbak... Mbak kenapa?" Tanyaku lirih kepadanya.

Sejenak tangisnya berhenti karena mendengar suaraku dan pelan-pelan dia mulai mengangkat kepalanya untuk melihatku. Jantungku mulai berdetak kencang karena takut. Oh... Jantungku terasa copot saat melihat wajah perempuan tersebut. Wajahnya rusak, darah terlihat mengalir pada luka-luka di wajahnya, tak terlihat kecantikan sedikitpun yang kutemui. "Hancur.. wajahnya hancur dan menakutkan", aku berkata dalam hati.

 "Dik.. tolong aku dik.." dia mulai berbicara dengan suaranya yang sedikit parau.

Aku mundur ketakutan dan terasa badanku kaku tidak dapat bergerak karena ketakutan. Setelah beberapa detik aku terpaku ketakutan, akhirnya aku dapat menggerakkan kakiku. Segera aku berlari menjauh dari perempuan itu. Dari belakang aku masih mendengar dia hendak mengejar aku dan terus berteriak parau.

"Dik.. tunggu, tolong aku... tolong aku...", teriaknya padaku.

Aku sangat ketakutan dan terus berlari sekencang-kencangnya tidak perduli walau badanku masih terasa lemas. Sambil berlari pikiranku masih berkecamuk dan berpikir, siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? Apa dia manusia ataukah....? Hi.. aku jadi merinding jika mengingatnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun