3. Perbedaan PendapatÂ
Namun sebenarnya para ulama berbeda pendapat tentang hal ini, apakah hadits di atas itu menjadi dasar masyru'iyah atau tidak? Dan kalau menjadi dasar masyru'iyah, mereka berbeda apakah hukumnya memang sunnah atau kewajiban?
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Al-Majmu' bahwa setidaknya adalah lima pendapat yang berbeda, yaitu makruh (karahah tanzih), haram (karahah tahrim), makruh cukur rambut tapi tidak makruh potong kuku, bukan makruh tapi khilaful aula, dan tidak makruh kecuali bila telah masuk sepuluh hari dan berniat untuk menyembelih.
a. Mazhab Al-HanafiyahÂ
Dalam hal ini mazhab Al-Hanafiyah tegas mengatakan bahwa tidak ada dasar kesunnahannya untuk melarang orang yang menyembelih hewan udhiyah itu memotong rambut dan kuku.
Alasannya karena orang yang ingin menyembelih hewan qurban tidak diharamkan untuk berpakaian biasa dan berjima'. Adapun hadits di atas, menurut mazhab ini merupakan ketentuan bagi mereka yang berihram saja, baik ihram karena haji atau umrah.
Sedangkan mereka yang tidak dalam keadaan berihram, tidak ada ketentuan untuk meninggalkan cukup rambut dan potong kuku.
b. Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyahÂ
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa hukumnya sunnah, maksudnya disunnahkan untuk tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku sampai selesai penyembelihan.
Asy-Syairazi (w. 476 H) dari kalangan mazhab Asy-syafi'iyah dalam matan Al-Muhazzab menyebutkan :
Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku.[1]