Dalam senyap kulantungkan kidung cinta Â
Di Gazebo  aku terlelap oleh nyanyian merdu yang terbang dari arah sekret Matepala , sedangkan di RKU ada rindu bergemuru
Kepakan senyum melayang, bidadari manis tanpa sayap kutatap Â
Perlahan melintas pelan kemudian menghilang lenyap ditelan gelap
Aku terkejut oleh langkah sepatu  dosen Â
Dengan beribu catatan kaki dan revisi Â
Yang melayang di rongga kepala membuatku hilang energi Â
Ahhhh... kapan drama ini selesai? Â
Kapan dengan bangga ku kenangkan toga sambil berjalan berlagak di depan rektorat lalu dilirik adik tingkat Â
Jangan sampai jadi donator kampus atau arca yang menemani mesin-mesin tua di lantai satu Â
Bukan begitu yang kalian pikirkan saat ini duhai anak teknik? Â
Di sisi lain segerombolan lelaki dan beberapa wanita sibuk duduk di pujasera, saling olah mengolah Â
Soal politik kampus, soal masalah bangsa, sesekali soal kisah cinta yang terus gagal
Segelas ekstrajos susu, kopi hangat, sebatang rokok dan sepiring pisang coklat melekat dengan pikiran-pikiran kritis yang terus beradu bersama dogma, drama dan buku-buku kiri.
Semua memang bisa kuliah, tapi tak semua bisa menjadi anak teknik Â
Energi dan cinta yang bergerak dalam nadi, menggerakkan gerigi-gerigi rindu Â
Mengejar akademik, melewati lorong waktu yang penuh elegi Â
Jangan ragukan nyali kami, kami tak ciut kalau soal menghadapi garangnya dosen Â
Kami tak takut kalau menghadapi terjangan kalkulus, fisika, statistika dan mesin-mesin yang kalang kabut pada isi kepala
Â
Dersik menyeret elegi Â
Perlahan ditelan arunika Â
Kadang harus bersenandika atau berbincang dengan laptop, tumpukan buku dan laporan praktik Â
Katanya cowok teknik itu buaya? Kata siapa, mungkin dia belum pernah dibuat romantis hingga terkulai lemas dengan kesetiaan kami
Â
Katanya cewek teknik itu tak setia, kata siapa? Â
Belum rasa kusumpal mulutnya dengan gumpalan revisi skripsi Â
Menanti dosen berjam-jam saja kami setia, apalagi untuk mencintaimu.
Â
Jika nanti anak PWK sakiti hatimu, tak mengapa masih ada sipil yang siap kuatkan konstruksi hatimu Â
Jika nanti industri menyakiti ragamu, masih ada mesin yang siap memperbaiki Â
Jika nanti TSP lukai hatimu, tenang saja! Ada perkapalan yang siap berlayar bersama cintamu Â
Jika nanti perminyakan patahkan harapanmu, tak mengapa, masih ada geologi yang siap menambang cinta dari dasar hatimu kembali Â
Jika geofisika nanti meninggalkanmu, ingat... masih ada teknik kimia yang siap mengoksidasi cinta dan kesetiaan di dadamu Â
Dan ingat juga... masih ada Transla yang siap mengarungi setiap kisah bersamamu melewati luasnya samudra
Bermandikan debu dan kelabu yang berpacu bersama senyuman yang candu dari kekasih Â
Terkadang harus patah oleh manisnya senyuman yang madu Â
Terkadang harus patah oleh janji manis sang kekasih  dan nilai C atau bahkan dipatahkan karena harus tawar ulang tahun depan
Tak mengapa kalau gagal soal cinta Â
Tapi jangan gagal mendapatkan sarjana teknik
Biar jua kugagal dapatkan cinta itu, asalkan jangan gelarku kutinggalkan Â
Karena bagiku Fatek itu cinta, Â
Maka akan terus kunaiki tangga demi tangga, kukejar tiap mimpi walaupun ranum tertelan ketidakpastian
Makariki, 14 September 2024
*Puisi ini dibuat untuk mengenang masa-masa kuliah di Fakultas Teknik Universitas Pattimura
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H