Tanduk-tanduknya jadi kursi untuk anak sulungnya.
Tukang kayu yang dulu dikira cupu,
Kini berkamuflase sebagai suhu.
Aturan diganti demi si sulung berkuasa,
Tak cukup sampai situ, si bungsu juga minta jabatan,
Aturan dibongkar pasang demi nafsu berkuasa.
Beringin ditebang si tukang kayu,
Dijadikan tangga keluarga berkuasa.
Tapi semua ini bukan tentang tukang kayu.
Ahh sudahlah, tak perlu lanjutkan puisi ini.
Prittt... Prittt... Pritt... Kaburrr...
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!