Mohon tunggu...
Hendra Wattimena
Hendra Wattimena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Puisi | Perencanaan Wilayah | Politik | Olahraga | Isu Terkini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beranikah Kampus Kalian Mewisudakan Mahasiswa Tanpa Skripsi?

15 Maret 2022   07:18 Diperbarui: 15 Maret 2022   07:23 3619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin jika mendengar mahasiswa yang lulus dengan IPK tinggi dan menyandang predikat cumlaude, sudah sangat biasa dan sering kita dengar di setiap acara wisuda di kampus-kampus. Tapi, bagaimana jika mahasiswa diwisudakan tanpa skripsi? 

Mungkin bagi sebagian besar orang, ini sangat mustahil karena mengingat skripsi merupakan syarat bagi seorang mahasiswa menyandang gelar S1. Tapi di zaman sekarang ini, wisuda tanpa skripsi bukan satu kemustahilan buktinya beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta berhasil wisuda tanpa skripsi. Kok bisa?

Sumber: Tangkap Layar Kompas.com
Sumber: Tangkap Layar Kompas.com
Athi' Nur Auliati Rahmah, Sarjana Pendidikan Fisika yang lulus cumlaude 3,4 tahun dengan bebas skripsi melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Ia merupakan salah satu wisudawan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mengikuti wisuda Februari 2022. 

Ia diwisudakan tanpa skipsi karena prestasi medali emas  yang didapatkannya di ajang LIDM (Lomba Inovasi Digital Mahasiswa) divisi poster digital yang diselenggarakan oleh Puspresnas (Pusat Prestasi Nasional) Kemdikbudristek RI, yang kemudian karena prestasi ini pihak kampus UNY mengapresiasinnya dalam bentuk RPL sehingga ia bisa wisuda tanpa skripsi.Hal yang sama juga dialami oleh Sukarno, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2017, berhasil lulus tanpa skripsi berkat medali emas yang ia raih dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-32 di Bali pada tahun 2019 lalu.

Fenomena ini sebenarnya sudah terjadi di beberapa kampus di luar sana yang dengan beraninya mewisudakan mahasiswa tanpa skripsi karena mahasiswa tersebut berhasil meraih gelar juara pada kompetisi-kompetisi nasional maupun internasional. Selain kedua mahasiswa di atas, masih ada mahasiswa lainnya juga yang berhasil wisuda bebas skripsi.

Sebagai salah satu mahasiswa, saya belum pernah mendengar kabar ada mahasiswa di kampus saya wisuda tanpa skripsi. Justru yang saya alami dan banyak keluhan dari para mahasiswa yang kebanyakan mengeluh soal sistem kurikulum kampus yang belum adaptif mengikuti perkembangan dunia pendidikan saat ini terutama dalam program Kampus Merdeka . Dan problem ini terjadi juga di beberapa perguruan tinggi di Indonesia.

Sumber:Its.ac.id
Sumber:Its.ac.id
Kebanyakan mahasiswa masih mengeluh karena tidak bisa mengkonversi SKS kegiatan Kampus Merdeka . Berbagai alasan mereka temui ketika berkomunikasi dengan program studi mulai kampus yang kesulitan mengkonversi SKS, kemudian prodi yang belum menerapkan kurikulum merdeka belajar dan berbagai alasan lainnya yang dijelaskan oleh pihak program studi dan ini sangat menyedihkan.

Jika kita mau wisuda tanpa skripsi maka kita harus cepat beradaptasi dengan kurikulum merdeka belajar karena ini saling berkaitan satu sama lain. Konsep Kampus Merdeka  dan merdeka belajar memberikan ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk berinovasi dan berkreasi dengan keilmuan serta kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut tanpa dibatas-batasi oleh pihak kampus.

Dalam praktiknya, perlu adanya banyak inovasi dan kreativitas dari perguruan tinggi dalam menjalankan konsep Kampus Merdeka . Jika misalnya skripsi atau tugas akhir yang menjadi momok menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir yang mana mahasiswa cenderung memiliki tendensi negatif terhadap skripsi maka melalui konsep Kampus Merdeka , diharapkan mahasiswa berkesempatan untuk mengambil atau tidak mengambil skripsi sebagai syarat lulus dan menggantikannya dengan tugas magang atau mata kuliah tambahan bahkan seperti contoh dua mahasiswa UNY yang wisuda karena prestasi. 

Dengan begitu mahasiswa tidak terlalu terbebani oleh syarat kelulusan berupa skripsi, malahan mahasiswa bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat lewat tugas akhir mereka.

Zaman sekarang, skripsi sudah tidak penting lagi. Kita sudah harus melangkah lebih maju. Skripsi hanyalah tulisan teori-teori semata dan hasil penelitian yang bisa saja dilakukan manipulasi oleh mahasiswa. Fungsi skripsi bagi mahasiswa sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan kualitas mahasiswa tersebut malah hanya membebani mental mahasiswa karena realitanya mahasiswa kebanyakan terlambat wisuda karena skripsi mereka diperhambat oleh dosen pembimbing, hingga ada mahasiswa yang mengakhiri hidupnya gara-gara persoalan skripsi.

Kemudian mirisnya lagi, hasil kerja keras mereka lewat skripsi tersebut seperti tidak dihargai. Setelah mahasiswa wisuda, skripsi hanya jadi tumpukan di perpustakan atau berakhir di tempat sampah. Tapi jika lewat program merdeka belajar yang kegiatannya bisa dikonversi menjadi skripsi misalnya kegiatan magang di perusahaan, ikut program kreativitas mahasiswa atau mahasiswa yang bisa menghasilkan suatu karya kemudian menjuarai kompetisi level nasional dan internasional kemudian pihak kampus mewisudakan mahasiswa tersebut bebas dari skripsi maka itu akan jauh lebih bermanfaat.

Karena pada program merdeka belajar tersebut mempunyai sejuta manfaat bukan saja berdampak bagi mahasiswa tersebut, tetapi apa yang dihasilkan berdampak bagi kampus hingga masyarakat dengan karya yang dibuat oleh mahasiswa tersebut.

Prestasi dan karya mahasiswa seharusnya lebih dihargai oleh pihak kampus,  bukan hanya itu kegiatan pengabdian masyarakat yang berdampak bagi masyarakat luas juga perlu diapresiasi oleh pihak kampus dengan memberikan konvers beberapa SKS atau memberikan apresiasi wisuda bebas skripsi.

Tidak ada masalah sebenarnya bagi mereka mahasiswa yang berjasa dengan melahirkan karya dan kebermanfaatan bagi banyak orang. Itulah mengapa Bapak Nadiem Makarim mengusung konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka , karena di zaman sekarang kuliah di kelas sudah tidak lagi penting.

Belajar dengan teori-teori yang ada itu tidak akan berpengaruh meningkatkan kualitas anak bangsa. Makanya beliau menuntut mahasiswa untuk bisa mengembangkan keilmuan mereka supaya bisa berdampak bagi khayalak ramai.

Sumber: https://www.istockphoto.com
Sumber: https://www.istockphoto.com
Selama ini mahasiswa yang aktif pada kegiatan kemanusiaan dan berprestasi pada kompetisi-kompetisi nasional maupun internasional sering terhalang oleh dosen-dosen yang tidak mengerti betul soal pentingnya merdeka belajar. Mahasiswa masih terikat dengan belajar di ruang kelas.

Saya sendiri merupakan mahasiswa yang sering mengikuti berbagai kegiatan merasakan hal demikian. Saya harus pintar-pintar membagi waktu antara kuliah dan mengikuti lomba maupun kegiatan pengabdian. Adakalanya saya terpaksa mengorbankan satu dua hari tidak masuk kuliah untuk mengikuti lomba tersebut demi membawa nama baik kampus dan tentunya mengembangkan potensi diri.

Tidak jarang kita sering menemukan mahasiswa yang sering berprestasi mengikuti banyak kegiatan dan lomba-lomba mengharumkan nama kampus malah lulusnya terlambat akibat kebijakan kampus yang tidak begitu fleksibel.

Salah satu program Dirjen Dikti misalnya Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2022, PKM sendiri merupakan kegiatan rutin yang diselengarakan oleh Dikti sebagai upaya memandu mahasiswa menjadi pribadi yang tahu dan taat aturan, kreatif dan inovatif, serta objektif kooperatif dalam membangun keragaman intelektual.

Pada program ini, mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut bisa mendapat konversi mata kuliah yang sesuai dengan bidang PKM bahkan mahasiswa bisa mendapatkan SKS misalnya mata kuliah Metodologi Penelitian, Kewirausahaan, Kuliah Kerja Nyata, Kerja Praktik, Kerja Lapangan, Praktik Lapangan dan Tugas Akhir/ skripsi. Kegiatan sejenisnya semacam ini sangat bermanfaat maka dari itu pihak univeristas perlu memperhatikan agar mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut diberikan jaminan SKS.

Sebagai pengalaman, saya pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2021 dan lolos sampai ke tahap pendanaan. Saya dan tim saya melakukan kegiatan pengabdian kepada anak-anak tuna netra dan tuna grahita. Di sela-sela kesibukan, saya pun kuliah harus mencuri waktu agar bisa mengikuti kegiatan tersebut padahal kegiatan tersebut sangat penting bagi mahasiswa agar bisa lebih peduli terhadap masyarakat.

Apa yang kemudian saya dan teman-teman dapatkan dari pihak kampus? Tidak ada! Padahal kami harus bersaing dengan puluhan bahkan ribuan proposal dari seluruh mahasiswa di Indonesia. Yah, tapi bagi kami tidak mengapa yang terpenting adalah ilmu yang kita miliki bisa berdampak bagi banyak orang dan bisa mengharumkan nama universitas.

Padahal di beberapa kampus-kampus di luar sana, mahasiswa yang mengikuti kegiatan seperti itu diberikan konversi SKS agar meringankan mereka. Hanya beberapa mata kuliah yang mereka ikuti di kelas sisanya mereka melakukan kegiatan di luar, karena kampus menjamin SKS bagi mereka sehingga tidak takut soal nilainya bermasalah. Ini yang kemudian harus diterapkan di setiap kampus di Indonesia agar mahasiswa bisa dipacu berkreasi melahirkan karya dan inovasi tanpa dibayang-bayangi rasa takut karena terlalu sibuk dengan kegiatan tersebut akibatnya nilai bermasalah.

Sumber: https://www.istockphoto.com
Sumber: https://www.istockphoto.com
Konsep Kampus Merdeka  haruslah demikian, misalnya lagi kampus memberikan dana kewirausahaan selama satu atau dua semester, mahasiswa harus menjalankan program tersebut dan usaha dan bisnis tersebut harus berhasil. 

Selain mengembangkan skill berbisnis mahasiswa, kampus juga harus memberikan konversi SKS bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut atau misalnya mahasiswa yang bisa menciptakan dan menjalankan bisnis sesuai dengan keilmuan yang mereka miliki kemudian mendapatkan profit dan bisnisnya berhasil, mengapa tidak diwisudakan saja tanpa skripsi jika masa studinya sudah berakhir? Lagian sudah ada sesuatu yang dihasilkan.

Dengan program tersebut mahasiswa bisa mengembangkan bisnis untuk nantinya mempersiapkan mahasiswa agar kelak menjadi pengusaha. Hal ini kemudian perlu diapresiasi karena kepedulian pihak kampus terhadap masa depan mahasiswa. Akan tetapi, di satu sisi program tersebut kebanyakan gagal penyebabnya karena tadi mahasiswa kesulitan membagi waktu antara mau kuliah atau menjalankan bisnis tersebut.

Jika misalnya kampus memberi konversi SKS bagi mahasiswa yang mengembangkan usaha mereka maka mereka tidak lagi takut perihal nilai, mereka akan lebih fokus kembangkan bisnis tersebut dan sudah tentu setelah wisuda mahasiswa tersebut tidak repot-repot mencari pekerjaan karena sudah ada bisnis yang mereka punya bahkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Yang dibutuhkan saat ini di dunia kerja adalah skill dan pengalaman mahasiswa bukan hanya soal teori-teori semata. Ilmu yang didapatkan oleh mahasiswa harus bisa diimplementasikan dan bermanfaat bagi masyarakat luas. 

Apa gunanya coba mahasiswa yang lulus dengan predikat cumlaude tapi tidak ada karya atau prestasi mengharumkan nama kampus atau tidak ada kebermanfaatan apa-apa bagi masyarakat. Mahasiswa cumlaude bukan hanya yang punya IPK tinggi, lulus tepat waktu tapi punya karya yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Pihak kampus harus lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan dunia pendidikan yang ada. Sebenarnya beberapa  kampus sudah beradaptasi namun yang menjadi kendalanya adalah pada program studi. Maka dari itu, pihak kampus juga harus bertindak tegas untuk para dekan maupun prodi-prodi yang tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan yang ada dan dinilai lambat.

Prestasi, karya dan pengabdian mahasiswa jangan hanya diapresiasi lewat ucapan terima kasih atau bonus berupa uang saja, tetapi berikan mereka konversi SKS, bebaskan skripsi itu jauh lebih berefek bagi mahasiswa tersebut. Hal ini kemudian akan membuat mahasiswa berlomba-lomba berkarya, berinovasi dengan keilmuan mereka dan tentunya akan sangat berdampak bagi masyarakat sekitar.

Banyak kampus di Indonesia  memang sudah mulai menerapkan kurikulum merdeka belajar, sudah banyak mahasiswa yang mengikuti kegiatan magang di perusahaan-perusahaan besar, belajar hal-hal baru dari mitra Kampus Merdeka , melakukan pertukaran mahasiswa ke kampus-kampus lain hingga melakukan pertukaran mahasiswa  ke luar negeri.

Kemudian, sudah ada yang menjalankan projek-projek dari Kampus Merdeka . Namun, masih ada juga mahasiswa di beberapa kampus yang kesulitan mengkonversi SKS bahkan tidak bisa dikonversi SKS Kampus Merdeka nya sama sekali, prodi masih belum memberikan ruang kebebasan bagi mahasiswa melakukan kegiatan merdeka belajar dengan berbagai alasan. Ada mahasiswa yang terpaksa mengikuti kegiatan merdeka belajar tanpa mendapatkan konversi SKS atau yang sudah lolos malah harus dicancel karena kampus tidak bisa mengkonversi SKS.

Ini kemudian merupakan tugas dari bidang akademik dan kemahasiswaan untuk bekerjasama mengatasi permasalahan ini. Kita perlu cepat beradaptasi jangan ketinggalan dengan yang lain. Rektor harus memberikan sanksi tegas bagi dekan atau prodi yang masih belum sejalan dengan pikiran universitas soal Kampus Merdeka . Ini merupakan program Kementerian Pendidikan, kita harus sama-sama mendukungnya.

Maka dari itu, pihak Kementerian Pendidikan perlu bertindak tegas kepada Perguruan Tinggi Negeri yang masih belum menerapkan program merdeka belajar karena sebagai mahasiswa saya sangat mengakui kalau program semacam ini begitu bermanfaat dan ini langkah tepat dari Kementerian Pendidikan dalam menciptakan generasi muda yang berkualitas.

Mungkin lewat tulisan ini pihak kampus bisa lebih memperhatikan soal Kampus Merdeka . Kampus harus benar-benar merdeka! Bagi saya pihak Kementerian Pendidikan sudah memberikan ruang untuk kita mahasiswa namun, mahasiswa dibatasi oleh kebijakan dari prodi masing-masing. Parahnya beberapa kaprodi masih belum mengerti begitu pentingnya merdeka belajar Kampus Merdeka . 

Untuk itu, rektor sebagai pemimpin tertinggi di PTN harus tegas dan jangan main-main bagi para dekan maupun kaprodi-kaprodi yang kebijakannya menyusahkan mahasiswa karena akan berdampak bagi kualitas PTN tersebut.

Sudah seharusnya perubahan dilakukan mulai dari tingkat universitas, fakultas, jurusan hingga ke prodi-prodi dengan adanya merdeka belajar maka kedepan kita tidak akan lagi mendengar mahasiswa yang terlambat wisuda karena skripsi. Dengan adanya Kampus Merdeka  mahasiswa harus dipercepat masa studinya agar tidak ada lagi mahasiswa yang wisuda lebih dari 5 tahun.

Jikalau ada, itu bukan salah pihak kampus tapi salah mahasiswa itu sendiri karena malas mengikuti kegiatan atau perkuliahan. Kampus Merdeka  sendiri dibuat oleh mas menteri, dengan tujuan agar dapat membuat  mahasiswa bisa lebih mempelajari hal-hal baru di luar kampus dan mengembangkan skill serta kreativitas mereka agar nantinya dapat mempersiapkan mahasiswa untuk siap terjun ke dunia kerja.

Kebijakan Kampus Merdeka  sudah memberikan ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa agar lebih merdeka dalam proses menuntut ilmu mahasiswa bisa belajar di luar prodi selama tiga semester, dengan begitu mahasiswa bisa mengembangkan bakatnya maupun belajar hal-hal baru.

Dengan adanya konsep ini maka dapat menjawab tantangan perguruan tinggi untuk melahirkan lulusan yang sesuai dengan perkembangan zaman, kemajuan IPTEK, tuntutan dunia usaha dan industri, maupun dinamika masyarakat dengan begitu mahasiswa bisa meningkatkan kompetisi secara utuh, siap kerja atau bahkan menciptakan lapangan kerja baru.

Tulisan saya ini merupakan kekesalan dari saya dan mungkin teman-teman yang mempunyai nasib yang sama akibat kebijakan program studi yang belum menyesuaikan diri dengan program Kampus Merdeka, semoga apa yang saya sampaikan kemudian bisa menjadi pertimbangan agar kebijakan-kebijakan yang dibuat lebih pro terhadap mahasiswa dan memberikan ruang sebesar-besarnya bagi mahasiswa berkarya.

Dan saya juga berharap semoga nantinya lebih banyak mahasiswa yang berhasil wisuda tanpa skripsi seperti yang sudah terjadi di beberapa universitas di luar sana. Yang terpenting kampus harus benar-benar merdeka jangan ada lagi prodi-prodi yang menghambat kreativitas mahasiswa. Pemerintah sudah menjamin semua itu cuman tergantung kita apakah mampu tidak beradaptasi dengan kebijakan yang ada. Dunia semakin berkembang dengan cepat maka dari itu kebijakan yang diterapkan juga harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Program pemerintah yang bagus harus didukung oleh pihak kampus. Kementerian Pendidikan sudah berusaha menciptakan konsep yang sungguh luar biasanya menguntungkan mahasiswa. Keberhasilan program ini tergantung dari lapisan terbawaha yakni program studi di masing-masing universitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun