Ketika mempelai perempuan mengenakan baju mananol, itu bermakna bahwa si mempelai perempuan sudah sah secara adat menjadi bagian keluarga mereka, duduk dan makan bersama-sama.
Kemudian, dilakukanya prosesi perkenalan anggota keluarga memiliki filosofi yang begitu berharga bahwa sesunggunya ketika sudah menjadi bagian dari sebuah keluarga besar, si menantu haruslah saling menghargai dan menghormati sanak saudara.
Kemudian, tanda dari membagi-bagikan sopi dan sirih pinang dari kedua mempelai kepada para sanak saudara bermakna yakni mereka haruslah saling berbagi satu sama lain dengan keluarga besar, susah maupun senang harus dirasakan bersama.Â
Serta yang terakhir baju mananol yang dibuka tepat pada hari Minggu bermakna sangat dalam dari sisi spiritual umat beragama yang mana mempelai perempuan sangat bahagia karena sudah bergabung dalam keluarga besar dan dalam mengarungi bahtera keluarga mereka harus tetap mengandalkan Sang Pencipta.
Secara garis besar, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya makna dari filosofi sarong baju adalah perempuan yang menikah harus tahu tentang adat istiadat yang berlaku di Negeri Makariki.Â
Menantu perempuan diharapkan untuk bisa mengenal sanak saudara dari keluarga laki-laki. Perempuan yang dulunya berasal dari keluarga lain kini telah menjadi bagian dari keluarga besar mereka yang harus menghormati serta menghargai keluarga barunya.
 Tradisi budaya sarong baju juga terkandung nilai dan norma-norma yang merupakan pedoman bagi kehidupan masyarakat Makariki, seperti nilai saling memiliki antara orang bersaudara, membentuk rasa kebersamaan, mewujudkan sikap sopan santun dan tata krama dalam ikatan keluarga serta membentuk nilai kesederhanaan dalam kehidupan orang bersaudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H