UMKM Sebelum Pandemi
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki peranan penting sebagai tonggak perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, pada tahun 2018 tercatat 64,18 juta unit UMKM, di mana 98,68% diantaranya adalah Usaha Mikro dengan self-employed. Dari jumlah tersebut, UMKM telah memberikan kontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61% pada tahun 2018. Pada tahun yang sama, UMKM juga berperan dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 97% dan 52% dari UMKM yang ada merupakan usaha pada sektor informal. UMKM yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa sektor diantaranya sektor pertanian, perikanan, perkebunan, industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum, pengangkutan, pergudangan, dan jasa lainnya.Â
Hantaman Pandemi pada Sektor Ekonomi dan Usaha
Pandemi yang melanda global sejak awal tahun 2020 telah melumpuhkan berbagai sektor tak terkecuali sektor ekonomi. Sejak meningkatnya jumlah kasus positif di Indonesia, pemerintah telah memberlakukan beberapa kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Mikro, dan PPKM Darurat. Pembatasan ini tentu sangat berdampak pada kegiatan ekonomi khususnya sektor usaha yang mengakibatkan fluktuasi permintaan dan penawaran.Â
Berdasarkan Laporan Analisis Kebijakan Penanggulangan Dampak Covid-19 bagi UMKM yang dipublikasikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, diperkirakan sekitar 50% UMKM mengalami kesulitan dalam bisnis hingga harus menutup usahanya. Selain goncangan pada sisi penawaran dan permintaan, masalah lain yang dihadapi oleh UMKM di masa pandemi terdiri dari masalah keuangan dan masalah non-keuangan. Masalah non-keuangan yang terjadi seperti peningkatan harga dan kesulitan memperoleh bahan baku, kesulitan dalam mendistribusikan produk usaha, dan kurang tersedianya proteksi kesehatan bagi pekerja.Â
Sedangkan masalah keuangan yang terjadi seperti kesulitan dalam pembayaran utang usaha akibat menurunnya omzet, pinjaman bank yang tidak dapat diperpanjang, serta kesulitan dalam pemberian upah/gaji bagi pekerja. Secara umum UMKM mulai mengalami penurunan omzet sejak bulan Maret 2020 (saat PSBB mulai diterapkan) dan hal ini menjadi salah satu penyebab utama UMKM mengalami masalah keuangan.
Program PEN dan BPUM untuk Selamatkan UMKM
Menghadapi berbagai tantangan dan gejolak perekonomian, salah satu kebijakan yang diambil oleh Kementerian Keuangan adalah kebijakan countercyclical, yaitu mendorong pemulihan ekonomi yang sempat mengalami perlambatan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020. Program ini difokuskan pada 3 hal, yaitu penanganan kesehatan, jaminan sosial, dan pemulihan ekonomi. Dalam rangka menyelamatkan sekaligus membantu UMKM tetap bertahan di masa pandemi, pemerintah telah mengeluarkan beberapa instrumen kebijakan, baik bantuan sosial maupun stimulus ekonomi untuk memicu pertumbuhan usaha.
Program PEN pada sektor ekonomi diharapkan dapat membantu dunia usaha termasuk UMKM agar dapat pulih dan menjalankan usaha dengan normal. Beberapa stimulus usaha yang diberikan kepada UMKM diantaranya penundaan pokok dan bunga UMKM dan Ultra Mikro (UMi), subsidi bunga kredit UMKM dan UMi, insentif perpajakan untuk UMKM, penjaminan kredit modal kerja, dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM). BPUM yang diberikan kepada para pengusaha mikro terdampak pandemi ini bersifat hibah (bukan pinjaman) dengan besar bantuan senilai Rp1,2 juta untuk setiap penerima manfaat. Untuk dapat mengakses program BPUM, pemilik usaha harus diusulkan oleh Dinas/Badan yang membidangi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah tingkat Kabupaten/Kota.
Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan menyiapkan anggaran senilai Rp15,36 triliun untuk program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), bantuan tersebut akan dibagikan kepada 12,58 juta penerima. Bahkan merespon adanya PPKM Darurat yang mulai dilaksanakan pasca munculnya gelombang kedua Covid-19 pada awal Juli 2021, Kementerian Keuangan menambah target penerima BPUM sebanyak 3 juta penerima baru. Bantuan ini diharapkan dapat membantu dan mendorong UMKM agar lebih cepat pulih serta menambah modal usaha bagi UMKM yang terdampak pandemi.
Tantangan dan Solusi
Meskipun bantuan yang diberikan oleh pemerintah sudah cukup besar, namun fakta di lapangan menunjukkan masih terdapat tantangan yang membuat program ini belum maksimal, salah satunya adalah belum diketahuinya program-program bantuan ini oleh semua UMKM yang ada. Selama ini strategi sosialisasi yang digunakan pemerintah adalah melalui jalur formal, seperti dinas terkait atau perbankan, sehingga UMKM yang tidak memiliki akses ke perbankan belum terakomodir oleh program bantuan ini. Â Hasil survei dari Kemeterian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa sebagian besar usaha mikro tidak mengetahui adanya program PEN atau tidak mengetahui cara mengaksesnya. Terlebih ketika adanya pandemi ini, tercipta 2,6-3,7 juta pengangguran baru yang sebagian diantaranya diperkirakan beralih membuka usaha dan menjadi UMKM baru yang masih memerlukan bimbingan dan sosialisasi mendalam.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk lebih memperkuat pelaksanaan PEN dan BPUM yang diberikan oleh pemerintah, beberapa hal yang harus dilakukan di antaranya adalah membangun basis data UMKM yang riil dan aktual agar penyaluran lebih tepat sasaran, meningkatkan sosialisasi program secara lebih merata dengan melibatkan komunitas-komunitas UMKM, melakukan pendampingan UMKM secara lebih komprehensif, membangun komunitas yang peduli UMKM untuk meningkatkan sosialisasi secara non-formal, dan peningkatan sinergi antar Kementerian/Lembaga yang bertanggungjawab atas pendistribusian bantuan serta koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H