Dalam filsafat ada banyak kebenaran yang Anda telah hayati namun tidak bisa Anda artikulasikan. Hukum bahasa dan psikologi itu mengikat kehidupan Anda meskipun Anda tidak bisa menjelaskan secara teori. Anda mungkin telah menjalankan peran sebagai Ibu yang baik hanya karena oleh rasa cinta dan adanya dorongan lain dari dalam diri Anda, meskipun Anda tidak bisa menjelaskan hakikat menjadi Ibu dengan logika yang ketat.
Saya mengutip perkataan seorang filsuf . Ujung pencarian seorang filsuf terhadap kebenaran tidak jarang berakhir pada pemahaman bahwa kebenaran absolut itu mustahil. Namun hal tersebut tidak akan membawa mereka pada kegaluan. Melainkan mengantarkan mereka kepada dua hal yakni etis dan kebijaksanaan. Emmanuel Levinas adalah seorang filsuf Perancis kontemporer pernah mengatakan saat kita tidak bisa memahami manusia secara absolut maka kita harus mendekatinya secara etis.Â
Dan.... seorang filsuf sejati tidak pernah melabeli orang dengan istilah bodoh atau dungu, karena ketika ia sadar dengan segala keterbatasan dalam menjangkau kebenaran maka sesungguhnya mahluk paling dungu adalah dirinya sendiri. Â Sehingga saat menatap wajah orang lain maka sang filsuf hanya akan mendapatkan pesan dan makna jika, "Kamu tidak boleh membunuhnya, menyakiti, bahkan kamu harus mengorbankan dirimu. Titik. Karena kamu tidak bisa memahami keberadaan dirimu sendiri apa lagi orang lain. Keberadaan orang lain adalah sebuah misteri. Sehingga cara terbaik mendekatinya adalah dengan menghormatinya". Â
Dalam memahami dan menghayati kedua kata itu, etis dan kebijaksanaan, tidak hanya membutuhkan logika dan argumentasi namun juga hati nurani, kedalaman jiwa, serta  kerendah hati untuk mengakui jika Anda dungu. Â
Dan...saya tidak tahu apakah Rocky Gerung telah mencapai level ini? Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H