Misalnya. setelah jadi runner up di 1978, mereka tahu-tahu gagal lolos kualifikasi untuk Piala Dunia 1982 dan 1986.
Lalu membaik dengan lolos tiga kali beruntun di Piala Dunia 1990, 1994, dan 1998, bahkan menduduki posisi keempat di tahun 1998.Namun mendadak mereka gagal kualifikasi lagi untuk Piala Dunia 2002.
Setelah itu mereka membaik, tiga kali beruntun lolos ke Piala Dunia 2006, 2010, dan 2014. Bahkan mereka jadi runner up di 2010 dan posisi ketiga di 2014. Namun setelah itu mereka jeblok lagi dan gagal lolos di Piala Dunia 2018.
Aneh sekali. Sebagai negara yang setiap musim turnamen memiliki pemain bintang, liga elit, pelatih-pelatih hebat, sistem yang teruji, dan infrastruktur sepak bola yang mumpuni, Belanda terlalu angin-anginan. Dalam hal ini Belanda mirip Inggris yang sering dipuji sebagai negara sepak bola terbaik, memiliki liga terbaik, pemain muda terbaik dan seterusnya, tapi tidak pernah merasakan gelar juara kecuali Piala Dunia 1966.
Ini yang membuat Belanda pada setiap turnamen datang dengan rasa penasaran. Hal itu tercermin dari komentar salah satu punggawanya, Frenkie de Jong yang telah lama dikagumi banyak orang karena dipercaya sebagai penerus total football.
Pada pertandingan persahabatan melawan Peru di 2018, saat itu Belanda ketinggalan 0-1 akibat gol Pedro Aquino di menit 13'. Belanda terus berusaha menyusul ketertinggalan tapi sampai pertandingan melonjok satu jam, skor belum berubah.
Lalu masuklah Frenkie de Jong dari bangku cadangan. Dia langsung memberikan kinerja yang rapi dalam bertahan dan menyerang. Secara dinamis dia beralih secara cepat antara sweeper dan gelandang, antara melakukan tekel dan intercept dengan membongkar pertahanan lawan. Belanda akhirnya menang 2-1. Meskipun Memphis Depay mencetak dua gol, tapi nama De Jong yang kemudian dibicarakan semua orang. Begitu luar biasanya sampai Ronald Koeman menyebut penampilannya "luar biasa". Frenkie langsung disamakan dengan sosok  Franz Beckenbauer dan Xavi, dua orang "dewa" yang sempurna di lini tengah,. Para pendukung memberinya pujian tertinggi dengan mengatakan bahwa dia cocok dengan tim 'Total Football' mereka pada era 1970-an.
Kali ini Frenkie datang ke Qatar dengan membungkus rasa penasarannya baik-baik, dia mengingat memori tahun 2010 ketika dia masih anak-anak menonton Belanda dikalahkan oleh Spanyol secara dramatis di pertandingan final. "Saya mengingat Piala Dunia 2010 dengan sangat jelas. Saya mengikutinya di Belanda dari depan TV. Final yang mengecewakan, tapi menurut saya turnamen secara keseluruhan luar biasa bagi Belanda. Ini impian utama kami dan semua orang di Belanda untuk memenangkan Piala Dunia pertama kalinya. Jadi, kami akan melakukan segalanya dengan kekuatan kami untuk mencapai tujuan ini." Ujar Frenkie
Setidaknya, Frenkie membuktikan ucapannya semalam dengan menumbangkan Senegal 0-2 lewat sebuah pertandingan yang seru, cepat, dan saling serang menyerang seperti ayunan. Memang dia tidak mencetak gol, tapi diberinya satu assist pada Cody Gakpo dan satu gol lagi dicetak Davy Klaassen. Namun semua yang melihatnya tahu bahwa Frenkie adalah nyawa Belanda di lapangan tengah, bahu membahu bersma Daley Blind dan Denzel Dumfries mereka membongkar ketatnya pertahanan Senegal yang dikomandoi kiper hebat, Edouard Mendy.
Kemenangan ini merupakan langkah pertama bagi Belanda untuk meraih mahkota juara yang selama ini seolah hanya ilusi bagi mereka.
Kemenangan ini juga belum memupuskan rasa kepenasaranan Aliou Cisse, pelatih Senegal, yang datang ke Qatar dengan tekad menebus kegagalan yang aneh di Piala Dunia 2018. Seperti yang kita tahu, saat itu Senegal harus tersingkir dari Jepang di grup H karena aturan fair play. "Sangat sulit untuk mencerna apa yang terjadi di Piala Dunia lalu. Sebab, kami tersingkir karena [mengumpulkan] lebih banyak kartu [kuning] daripada Jepang!" Cisse geleng-geleng kepala jika mengingat momen tersebut.